Chapter 3

46 6 4
                                    

'Dor'
'Dor'
'Dor'

Suara tembakan beruntun memekakkan telinga, menghancurkan sepi malam. Suara derap langkah menggema di tiap sudut mansion tanpa penerangan tersebut.

Bau bubuk mesiu bercampur sempurna dengan aroma amis darah, menghadirkan kesan mencekam juga kelam. Suara jeritan kesakitan menjadi gema pilu yang mengiringi alunan tembakan tak beraturan senjata api berbagai jenis. Seakan menyembunyikan afeksi gadis kecil yang meringkuk ketakutan dalam dekapan hangat sang mama yang perlahan semakin mengerat.

Lirihan Isak tangis mulai keluar dari bibir tipis yang kini nampak pucat. Tak ada senyum, hanya tampak bibir yang mengatup rapat mulut mungil tersebut, seolah tak membiarkan dunia melihat giginya yang menggertak kuat. Raut takut bercampur amarah dan sedih menjadi ekspresi yang berbaur sempurna dengan pandangan mata berkilat tajam itu.

Mata terbelalak kala dekapan hangat itu mulai melonggar. Menolehkan kepala, gadis kecil itu hanya mendapati senyum meyakinkan dari sang mama dan juga sebuah pesan berupa bisikan.

"Pergilah Lili putriku, larilah, jangan lihat kebelakang. Mama akan alihkan perhatian mereka untukmu, lalu, larilah. Lari secepat yang kau bisa, tidak, larilah melampaui batas mu, cari tempat bersembunyi dari kejaran mereka. Mama dan papa menyayangimu." Ucap wanita yang baru saja akan berusia kepala tiga itu pada putri kecilnya.

Anggukan kecil dengan paksaan menjadi jawaban si gadis mungil. Tepat setelah itu, seorang lelaki berperawakan tinggi mengacungkan senjata api ke arah Lili dan sang mama. Telinga mungil milik Lili menangkap sekilas pembicaraan antara Pria berjas yang wajahnya tak tampak karena gelap dengan wanita yang baru saja berstatus janda itu. Ia mengerti, walau sedikit ia mengerti. Salahkan otak jenius gadis kecil itu yang bisa mengerti mengapa orang-orang yang bersekutu dengan pria yang saat ini tengah berbincang dengan sang mama tega membunuh papa yang sangat ia cintai dan semua pelayan yang sangat ia sayangi, oh dan mungkin malaikat kematian akan segera menghampiri sang mama.

"Lari Lili!!! Jangan lihat kebelakang"

Berlari secepat mungkin, kaki kecil itu melangkah cepat melewati genangan darah berbau anyir. Mengabaikan peringatan sang mama, gadis kecil itu menoleh ke belakang, dan itu menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya. Ia merutuki dirinya yang lemah dan hanya bisa berlindung dibalik punggung sang Mama tercinta.

Revolver dengan peluru berkaliber 9 mm itu melesakkan 2 tembakan dan langsung menembus kepala dan jantung sang mama. Teriakan pilu sang gadis kecil menjadi penghantar sang mama menemui ajalnya

"MAMA!!!!!!!!!"

Menyibakkan gorden dan membuka jendela untuk kabur, cahaya bulan menerobos masuk memberikan sedikit cahaya tuk melihat. Hal terakhir yang dilihat Lili sebelum melompat keluar jendela adalah, serigaian menyeramkan juga bekas luka silang yang terpampang jelas di bagian bawah mata sebelah kiri pria itu yang tampak jelas tertimpa cahaya dari bulan purnama malam itu.

Liliana POV

"Mama!!!!!"
Teriakku sambil tersentak duduk di atas tempat tidurku. Deru nafas tak teratur, keringat membasahi pelipis, mimpi itu lagi.

"Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku memimpikannya kembali?" Tanyaku melirih pada udara hampa di sekelilingku. Beruntung, kamar ini didesain kedap suara. Sehingga tak ada yang sadar akan teriakan ku tadi. Mungkin akan jadi pilihan yang salah bagi orang tua angkat ku untuk menempatkan seorang anak depresi seperti ku di ruangan kedap suara.

Aku menoleh ke arah gorden, menampilkan sinar mentari menyelinap masuk dari sela-sela gorden jendela kamarku. Suara nyanyian merdu burung menjadi penghantar ku kembali ke dunia nyata setelah menyelam dalam lamunan akan mimpi buruk yang aku sendiripun tak pernah ingin mengingatnya. Pusing, itu yang mendera kepalaku saat ini. Jemari tangan kananku memijit pelan pangkal hidung guna menghilangkan rasa sakit yang menjalar di kepalaku. Rasanya kepala ini seakan terbelah dua.

Dream FightersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang