Chapter 14

61 32 1
                                    

aku belajar bahwa hidup ini menyenangkan kalo kita melihat sudut pandang yang tepat,
bahagia akan menjadi rumit kalo kita terlalu tinggi berharap.

Selamat membaca
~
Ayla berjalan melewati beberapa pohon. Ayla lupa hari ini tidak membawa kartu multi fungsi yang selalu dibawa untuk menaiki bus. Ayla bisa saja menghubungi orang rumah untuk menjemputnya, hanya  saja Ayla ingin berjalan kaki hari ini. Tohh rumah dengan sekolah tidak begitu jauh, tetapi tetap melewati jalan raya. Ayla memang selalu seperti ini jika tidak membawa kartu bus.

Perkataan Sandra tadi masih terngiang diotaknya Ayla. Apa yang harus Ayla lakukan? apakah Sandra masih mau menerima maafnya kali ini? Ayla harus bagaimana?. Ayla bingung harus melakukan apa, disisi lain perkataan Sandra juga benar. 

Ayla mengedarkan matanya ke kanan dan kiri memenuhi semua pandangannya pada jalan raya yang ingin dia sebrangi. Disisi lain Ayla melihat Vanesaa yang terduduk disalah satu kursi ntah dengan siapa. Wanita yang disebelah Vanesa sama persis seperti postur tubuh Melly, rambut panjang yang selalu dikepang satu kebelakang membuat dirinya menjadi elegan, yang masih mengenakan seragamnya. Ayla memundurkan langkahnya dan melihat tatapan mereka satu sama lain. Ayla menyandarkan badannya disalah satu pohon yang berada disampingnya, lalu memincingkan matanya. "Dasar jelma-an" Gerutu Ayla membuang muka lalu melanjutkan perjalanannya. Mencari tempat sebrangan lain.

***
"Assalamualaikum bi Ra, bi Surti nya mana?" tanya Ayla. Ayla memang sengaja tidak memanggil bi Surti dengan panggilan mama didepan pembantunya yang lain karena tidak ingin membuat pembantu yang lain iri pada bi Surti, Suami bi Surti yaitu pak Ajo selaku supir Ayla juga tidak suka dengan sebutan Ayla pada bi Surti, jadi Ayla memutuskan untuk memanggil 'mama' apabila dia sedang sendiri dengan bi Surti saat dirumah. Ya, itu memang percuma. Tetapi tidak apalah, dari pada tidak sama sekali:).

"Ohh itu neng kepasar, belanja" jawab bi Ra pembantu Ayla yang mengurus rumah seperti membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci baju, dan lain sebagainya.

"Ayla keatas dulu ya, bi Ra" Ayla dengan penuh senyum. Lalu melanjutkan perjalanannya menaiki satu persatu anak tangga dengan pandangan tetap lurus dan datar.

Ayla melempar tas nya asal lalu berbaring membiarkan seragam dan sepatunya yang masih dikenakan. Ayla memejamkan matanya, merasa hari ini adalah hari yang melelahkan baginya. Ayla sudah terbiasa dengan hari yang melelahkan, baginya ini belum begitu melelahkan dibanding sebelum adanya pembantu dirumah ini. Ayla harus berberes seperlunya saja dan menyuci bajunya. Ayla membuka matanya dan beralih menatap surat yang ada dimeja belajarnya, mengingat  surat jahat yang diberikan Ayahnya beberapa minggu yang lalu. Ayla sangat rindu dengan Ayahnya, tetapi mengapa Ayahnya tidak menelepon atau menghubunginya? Apa memang Ayahnya sudah tidak sayang dengannya? Apa memang dia menetap di Hawaii bersama keluarga barunya?. Ayla meneteskan air matanya untuk beberapa kali dan mengusapnya dengan kasar lalu menutupi wajahnya dengan selimut berniat untuk tidur.

***
Johan dan Doni sampai dirumah Doni, akhir akhir ini Doni memang selalu menumpang pada Johan. Anggar anggar rumah mereka berdekatan, hanya beda beberapa gang saja. 

"Eittss.. main kabur aja lo" Johan sambil menarik kerah bajunya Doni yang dibelakang dengan pelan.

"Apaan lagi sih, lo mahh gak ikhlas muluk ngantar gue. Lo gak kasian apa sama gue, liat nih gue keringatan, panas juga nih. Gak dikasih helm lagi tuh. Kalo Doni gosong gimana Johan, ntar gak ada yang mau sama Doni gimana?" Doni sambil melirik sekilas Johan dan matahari yang diatasnya, dengan nada manjanya.

"Bodo amatt" Johan tidak peduli.

"Gakbisa liat orang senang apa" Doni sambil menyodorkan beberapa lembar uang kearah Johan. "Besok besok gue bawa truk kesekolah biar tau rasa lo" lanjut Doni.

You are not aloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang