💐 Zwei 💐

594 39 17
                                    

Seseorang berlari dari luar dengan tergesa-gesa. Dan kedua puteranya hanya diam, acuh tak acuh melihat ayahnya yang seperti itu.

"Dimana bunda?"

"Keluar," jawab Jin Yeong yang sedang bermain game di ponselnya.

"Kapan?"

"Sejam yang lalu," balas Woo Jin bergantian.

"Bunda bilang mau kemana?" mereka mengangkat bahu tak tahu.

"Biasanya bunda suka bilang kalau pergi keluar," monolognya dengan keras

"Ayah mau tau kemana bunda?" Jin mengangguk.

"Tadi bunda bilang, katanya mau nyari ayah baru." balas Jin Yeong dan Woo Jin berjabat tangan ala lelaki sejati karena kakaknya seperti itu.

"Ini baru Yeong Hyung," bangganya dengan bertepuk tangan.

Jin Yeong hanya berdengus sebal. Ia dianggap kakaknya jika sudah sama-sama bobrok. Dan kejahilan mereka sedari kecil semakin melekat di diri mereka, seperti menjahili sang ayah.

Itu sudah sebagai makanan sehari-hari, jika tidak menjahili ayahnya hidup mereka serasa hampa, hidup tanpa ada teriakan histeris ayahnya, tanpa adanya mulut bawel ayahnya, hidup kedua anaknya bagaikan berminggu-minggu tak makan.

"Jawab yang jujur!" ucap Jin tegas membuat nyali mereka tak menciut seperti anak yang lain.

Jin twins menghela nafas berat. "Bunda pergi ke pasar," jawab sang cikal.

"Mirip monyet yaa, bunda pergi ke pasar," gurauan garing sang ayah tanpa tahu jika yang istri sudah berada di depan pintu dengan mencak pingang sambil mengangguk-ngangguk mengerti.

Anak mereka melihat sang bunda dan hanya diam tak ingin memberitahu sang ayah supaya ayahnya kembali tidur diluar. Iya, mereka sampai besar pun masih sering tidur bersama sang bunda. Katanya belajar sebelum tidur bersama istri nanti. Percayalah, itu Woo Jin yang mengatakannya.

Jin Yeong tetap kalem dari kecil hingga kini.

"Ouh jadi gini kelakuan ayah di belakang bunda." ucap sang istri yang mencak-mencak dengan wajah tak kalah garang.

Dikeluarga ini yang sering di jajah itu bapak Kim Seokjin. Ia merasakan jaman dimana masa penjajahan terdahulu. Tapi bedanya, ia dijajah oleh keluarganya sendiri. Sang anak yang tidak mau melihat ayahnya tenang. Sang istri yang tidak suka melihat dirinya tampan.

Katanya punya suami tampan itu ribet, kemana-mana pasti dilirik. Makanya setiap istrinya pergi tidak pernah membawa sang suami. Jika membawa Seokjin, paling juga sanh suami di dandan kucel mirip gembel.

Anak-anaknya saja malas jika sang ayah sudah mengatakan. 'I'am worldwide handsome'.

Jika ayahnya sudah mengatakan itu, sang istri akan mengajak kedua puteranya pergi untuk berkeliling kota tanpa sang suami. Kejam sekali bukan??

Tapi nyatanya, semakin ia dijajah semakin juga ia menyayangi mereka. Tanpa mereka ia tidak akan pernah bisa merasakan apa itu masa penjajahan. Thank you my family.

Keluarga ini memang keluarga paling bobrok. Keluarga yang tidak pernah bisa tenang. Keluarga yang selalu membuat rusuh tetangga. Untung tetangga mereka baik hati, hanya sering melempar petasan kedepan rumah keluarga Kim saja.

Siapa lagi kalau bukan keluarga Min. Putera bungsu mereka yang sering melempari petasan atas titahan sang kakak yang begitu menyayanginya.

***

"Bun... Woo Jin pergi main yaa," teriaknya dari bawah.

"Kemana??" tanya sang ibu yang menghampiri sang anak.

"Ketemu menantu bunda," balasnya dengan cengiran khas Seokjin.

"Anak Paman Yoongi apa anak Paman Namjoon?" tanya sang ibu yang masih penasaran dengan hati sang anak yang sering bertengkar dengan Yeon Joo dan akrab dengan Nam Hee.

Biasanya yang sering bertengkar yang sering tumbuh benih-benih cinta. Tapi entahlah hanya Woo Jin yang mengetahui isi hatinya sendiri.

"Dua lebih baik bun, byee... Jangan suruh Yeong Hyung buat jemput yaa.." ia pun berlari dan menaiki sepeda barunya.

Setelah sampai didepan rumah Yeon Joo ia tidak memanggil langsung karena sang pemilik rumah sedang berjaga siapa lagi kalau bukan Paman Yoongi. Kan Woo Jin takut.

Namun tak lama, Yoongi masuk kedalam dan bergantian dengan Yeon Joo yang sedang mencuci sepeda kumbang milik bocah kecil itu.

Ia pun mengambil kaleng yang tak jauh dari tempatnya lalu melemparnya tanpa melihat sasaran langsung bahkan ia dengan cepat bersembunyi.

Dan ia mendengar suara gaduh dari suara pria dan suara anak perempuan yang menertawakan sang papa yang terkena lemparan kaleng.

"SIAPA DISANA??" amuk Yoongi.

"Sudah pa, paling juga Woo Jin," jawab Yeon Joo asal tanpa mengetahui jika Woo Jin sedang panas dingin karena ia salah lempar dan ia sudah tertangkap basah oleh anak dari korban.

"Awas saja kalau ketemu, papa akan lempar balik."

"Pa, jangan kekanakan! Dilempar kaleng doang juga. Papa enggak tau kan kalau Jae sering lempar petasan kerumah Paman Jin dan petasannya sering meledak diatas kepala Paman Jin terus."

"Itu pasti ulah kamu kan??" selidik Yoongi.

Yeon Joo gelagapan karena ketahuan. "Buat apa main petasan. Makanya kalau punya anak laki tuh jangan sering di kasih petasan kasih bom aja sekalian."

"Ide bagus."

Woo Jin yang mendengarnya pun dengan cepat menjauh karena ia tahu temannya yang satu itu tidak akan pernah main-main.

***

Aku bingung buat nulis mereka..

Ayoo kita diskusi.

Mau anak-anak umurnya udah besar apa masih kecil kaya yang kemarin di sebelah??

Tolong kasih tau aku. aku bingung 😭😭

6. Seong-Ingilo ( 성인기로 )  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang