Aku memutuskan untuk pulang, sebenarnya aku bingung akan 'pulang' kemana? Rasanya aku tak punya alasan yang cukup untuk 'pulang'. Tapi, aku tidak tega meninggalkan adikku sendiri dirumah, yang aku tahu kakakku pasti akan pulang lebih sore.
Sesampai dirumah, aku sedikit terkejut saat mendapati ayahku dirumah, lebih parahnya lagi sebuah pemandangan yang sungguh menyayat hati, terjadi didepan mataku. Aku tak tahu kalau hari ini ibu pulang kerja lebih awal, sekarang dia menjadi korban kekerasan ayahku, adikku terlihat meringkuk ketakutan di bawah meja.
Aku memeluk ibuku erat, berusaha meminimalisirkan pukulan yang di layangkan ayahku. Ayah marah besar saat melihat perlakuanku juga penampilanku yang katanya seperti 'gembel'. Kucium aroma minuman yang sangat tajam dari mulutnya.
Dia mabuk.
Dia mulai menjambak rambutku, melayangkan beberapa tamparan serta pukulan di pipiku, sampai-sampai aku tersungkur, ibu menangis semakin histeris melihatku di pukul dengan brutal. Tapi aku menatapnya sambil tersenyum, berusaha meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.
Sudut bibirku berdarah, semakin banyak lebam diwajahku. padahal baru beberapa menit yang lalu aku mendapatkan lebam dan sekarang dia benar-benar akan membuat wajahku hancur sepenuhnya.
Sakit? Tubuhku sudah mati rasa.
Menangis? Untuk apa, itu tidak akan membantu. Lagian air mataku sudah habis.
Aku diam, karena suatu keterpaksaan. Aku sabar, karena suatu keharusan. Aku mengalah, karena suatu kelemahanku.
Memberikan diriku untuk ditendang dan dijadikan samsak oleh ayahku, setidaknya ibu baik-baik saja pikirku. Hatiku rasanya semakin habis saja setiap kali mendengar cacian yang keluar dari mulutnya. Aku hanya diam, aku tahu dia pasti sedang banyak pikiran sampai jadi mabuk seperti ini. Seperti biasa setelah selesai menyalurkan amarahnya, ayah pergi.
Rasanya aku ingin berteriak dan bertanya kepadanya sebelum dia pergi.
Ayah kenapa berubah?
Ayah kenapa jadi kasar seperti ini?
Ayah ibu salah apa?
Ayah kenapa menyakiti ibu?
Mengapa ibu selalu menjadi sasaran amarahmu?
Kasihan ibu, ayah. Tolong jangan sakiti ibu lagi.
Bukankah dia wanita yang ayah cintai?
Mengapa ayah tega membiarkan ibu menangis?
Ayah?
Kenapa ninggalin kami?
Ayah mengapa ayah berubah menjadi sosok yang sama sekali tidak kami kenal?
Ayah kenapa sekarang jarang dirumah?
Ayah ngga rindu?
Ayah?
Ayah?
Ayah?
Disini kami merindukanmu, merindukan sosok ayah yang tegas namun hangat, apa hanya kami yang memiliki rasa itu?
Kakakku yang baru pulang langsung shock melihat keadaanku. Dia dan ibu membantuku mengobati semua luka serta lebam diwajah dan tubuhku, ibu masih terus menangis sesekali meminta maaf karena tidak dapat melakukan apa-apa.
Aku bingung apakah harus senang atau sedih?
Aku bertanya, apa sebenarnya alasan yang menjadikan manusia senang? Apa posisiku sekarang bisa dijadikan satu alasan untuk senang?
Disaat dunia dan orang-orang tampaknya tidak berpihak pada kami.-----
Ada banyak anak yang sering mendapat perlakuan yang sama. Dan kami tetap baik-baik saja, bahkan mengumbar senyum lebar :)
Kami mungkin bukan manusia, haha.Vote dan komen<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories(revisi)
No Ficción°°Mereka yang terlihat kuat, sebenarnya tidak benar-benar kuat secara utuh ada kesedihan yang ia sembunyi rapat dan pura-pura bahagianya terlalu berhasil.°°