Dua

24 8 0
                                    

"Ketika hal itu mulai datang .. "


Nama ku Arunika, Aku anak tunggal dari pasutri Bapak Rade Permana dan Ibu Mestini sitorus, Percampuran Jawa dan Batak ada di diriku.
Aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana, pekerjaan Bapak hampir sama seperti penduduk sini yang hanya seorang Nelayan biasa, tapi yang membedakannya adalah Bapak jarang pulang kerumah, karena ia bisa menjala ikan berhari hari di laut.

Aku baru lulus beberapa bulan lalu dari SMA Negeri 1 Batang Pukis, satu satunya sekolah yang paling dekat dengan kampung ku.
Mamak hanya berstatus sebagai Ibu rumah tangga. Ia wanita yang hebat, karna ia bisa mencukupi kebutuhan rumah Jikalau Bapak belum pulang dari laut, untuk memberikan uang belanja.
Aku hidup di kampung ini kira kira sudah 18 tahun sejak aku di lahirkan ke bumi. Namun hidup di perkampungan ini tak membuat ku malu bahkan bosan, karena suasana kampung lebih baik dari pada perkotaan.
Seperti yang sering ku dengar lewat berita dari Televisi, kota itu tempat yang kejam. Banyak terjadi kejahatan dan kasus politik licik yang terjadi di kota, jadi aku bersyukur saja hidup di kampung sederhana ini, tentram dan damai.

Tapi, setelah ku fikir fikir untuk apa aku di sekolah kan dengan baik jika tidak bisa merubah kondisi ekonomi keluarga? Aku harus mampu bekerja dan membahagiakan Mamak dan Bapak. Di mulai dari
Mencari pekerjaan di kota, harus aku lakukan. Mulai sekarang aku akan menabung uang sedikit demi sedikit untuk modal ku hidup di kota selama aku belum mendapat pekerjaan.
Ya walaupun banyak yang berkata mengadu nasip ke kota hanya akan menyusahkan diri sendiri.Tapi aku tak ambil pusing, sebab itu tergantung diri sendiri, suksesnya aku nantinya hanya karna berkat Tuhan, restu Orang tua dan tekad gigih ku saja.

Ya.. Semoga saja angan angan ini bisa terwujud dan tak ada halangan.

"Aru... Jangan lupa sapu halaman depan rumah itu.. Malu lah kau.. Anak gadis rumahnya kotor.."

Itu suara keras Mamak, mengingatkan untuk menyapu halaman.

" Iyaa Mak"

Sahut ku seraya beranjak dari kamar menuju keluar rumah untuk menyapu halaman. Masih ku dengar suara Mamak berkata kata dari dalam rumah, namun tak dapat ku dengar secara jelas.
Ah.. Mungkin hanya berkata sebab-akibat jika Anak gadis malas membersihkan rumah dan akan mendapatkan omongan tetangga nantinya, seperti biasa.

Ini sebenarnya bukan pekerjaan yang berat dan Aku juga bukan Anak gadis yang pemalas, hanya saja Mamak lah yang terlalu membesar besarkan dan mungkin terlalu mengingatkan. Padahal Aku sudah hapal rutinitas keseharian yang harus Aku kerjakan.

Aku saja suka menyapu halaman disaat pagi hari begini. Udara masih segar dan burung burung riuh berkicau diantara pohon mangga dan kelapa.

Anak anak SD pun banyak yang mulai diantar Orang tuanya berangkat sekolah. mulai berjalan kaki, mengayuh sepeda ontel bahkan bersepeda motor.

Jarak sekolah dasar tersebut hanya beberapa meter dari SMA ku dulu, tepat di sebelah utara nya juga ada SMP yang mungkin memang di sengaja kan pemerintah untuk sederet dan berdekatan, guna memudahkan generasi penduduk mengecap dunia pendidikan.

Halaman yang berukuran 2x4 meter ini sudah selesai aku sapu. Daun,ranting maupun buah kelapa yang kerdil ini pun sudah terkumpul dengan apik.
Tinggal membakarnya saja, namun sejenak aku berfikir kalau  dibakar sekarang malah menambah polusi padahal hari masih pagi, jadi ku putuskan untuk menbakarnya nanti sore saja.

Sebelum Aku kembali masuk rumah, sebuah sedan berwarna putih melintas di depan rumah ku.

Terlihat dari plat mobilnya penumpang di dalam berasal dari kota, mobil itu berhenti tepat di rumah paling besar di kampung ini, rumah milik 'Tuan takur' begitu kami menyebutnya.

Berdarah asli batak, Simamora marganya.  Ia memiliki banyak usaha, hingga otomatis dialah orang Terkaya di kampung ini.

Rumahnya cukup dekat dan hanya di batasi beberapa rumah tetangga dengan rumah ku.
Masih tetap memegang sapu lidi, mataku tak lepas menyorot penumpang yang hendak keluar dari benda putih itu.

Memang, pada dasarnya manusia di ciptakan dengan di berkahi rasa penasaran yang luar biasa, begitu juga yang terjadi pada diri ku saat ini, Masih setia menatap ke arah sana.

Keluar dari dalamnya Seorang Pria paruh baya yang berusia sekitar tiga puluh tahunan.

Memakai baju kemeja biru dengan ukiran batik di pinggiran kemeja bawahnya di padukan celana hitam biasa dan bersepatu hitam polos namun semua  yang Ia kenakan terlihat mahal. Belum juga jam tangan berwarna silver dan kacamata bertengger di hidungnya menambah aura wibawa dalam dirinya.

Kemudian seorang wanita yang ku duga itu adalah Istri nya keluar mengikuti suaminya, dandanannya terlihat lebih glamour di banding usia semestinya yang mungkin tidak terlalu jauh dengan Suami nya tadi.

Ia berlipstik merah menyala, perhiasan yang digunakan nya pun terkesan berlebihan, dengan kacamata hitam dan menenteng tas yang kuduga juga seharga 2 tahun penghasilan Bapak Ia tampak pongah.
Baju yang ia kenakan pun berwarna merah terang senada dengan warna lipstik nya tadi.

Penampilan wanita itu sih terlihat norak bagi penglihatan ku.. atau mungkin aku nya saja yang tidak tahu style di kota sana jadi seperti asing setiap melihat yang begituan...

Hati ku membatin.

Baru saja hendak melangkah dari tempat ku berdiri, keluar juga seorang Pria muda mungkin usianya lebih tua beberapa tahun dari ku.

Ia berjalan malas mengikuti kedua Orangtua nya yang mulai mengetuk pintu rumah itu, ia sangat tampan walaupun masih terlihat jauh.

Potongan  rambut yang pas serta kulitnya sangat putih dan terawat di banding kulit seorang gadis seperti ku, Jiwa gadisku merasa sedikit miris jadinya.

Aku sedikit tersentak karena ia memandang ke arah ku. Benar, ia sangat tampan walau hanya persekian detik kami berpandangan selanjutnya kemudian aku menunduk. Tersipu eh?

"Aru...  Udah siap kau sapu halaman itu? 

Suara mamak membuat ku menoleh ke arah rumah.

"udah mak.. "

Sahut ku.

"ya sudah..  Sini sarapan kita dulu udah mamak buat kopi panas untuk mu"

Lanjut suara Mamak.

Lucu, anak gadis suka minum kopi cuman ya itulah aku.
Setelah ku letak sapu itu ke samping rumah, ku sempatkan sekilas memandang ke rumah besar itu, ternyata mereka sudah tidak ada lagi, sudah masuk mungkin ke dalam rumah itu, yang tersisa hanya mobil putih terparkir manis di halaman.

Aku kemudian masuk ke rumah dan sarapan bersama Mamak.

Derai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang