Tiga

12 11 0
                                    

***

Ini hari kelima sejak kepergian Bapak.
Walau Ia sudah bekerja seperti itu selama bertahun-tahun namun tak sedikit pun menghilangkan rasa khawatir kami, terutama perasaan Mamak.

Pernah suatu ketika, saat Aku masih duduk dibangku kelas delapan SMP, Tiga minggu Bapak tidak pulang kerumah, dan beberapa penduduk berkata mungkin saja bapak ku sudah tidak ada lagi.

Saat itu Aku percaya saja dan langsung menangis menjerit jerit,mengadu pada Mamak. Tapi Mamak terlihat biasa saja dan berkata pada ku bahwa Bapak akan baik baik saja.

Ternyata omangan Mamak terbukti, keesokan hari nya Bapak pulang dan tak kurang satu apa pun. Ku peluk lehernya sambil menangis tersedu sedu.

" Bapak kemana aja? Kok Lama kali pulang... Hiks... Hiks...."

Bapak tersenyum lucu sambil melepaskan tangan ku dari lehernya, Mungkin tercekik.

"Bapak kerja nduk... Dilaut kemarin kapal Bapak kehabisan bahan bakar, jadi harus menunggu teman teman Bapak yang lain datang mengantarkan bahan bakar itu...
Jadi berhari hari Bapak terapung apung di tengah laut.

Yo wess... Seng penting Bapak udah di sini kumpul lagi sama Aru dan Mamak kan"

Ucap Bapak lembut sambil menenangkan ku.

Kemudian Ia mengajak ku membeli baju baru ke pasar karena uang hasil tangkapan ikannya kemarin lumayan berlebih, tentu saja itu membuat ku sangat gembira.

Sejak saat itu aku sudah terbiasa dengan kepulangan Bapak yang tidak dapat di pastikan.
Hanya saja aku terus mendoakannya agar selalu terhindar dari marabahaya.

Hari mulai tengah hari, walaupun di luar panas namun angin tetap bertiup sejuk.

Mamak dari tadi pagi sudah tidak ada di rumah.
Ia membantu memasak di rumah Uda Sirait karena nanti sore ada arisan batak. Nanguda panggilan untuk perempuan dan uda untuk panggilan yang laki laki, aku memanggilnya begitu karena dalam tutur suku batak boru 'Sitorus' yang disandang Mamak masih ada ikatan keluarga atau di jelaskan mamak juga dengan istilah ikatan keluarga Nairasaon.

Aku memang kurang mengerti baik tentang suku Bapak yang Jawa maupun Mamak yang Batak.
Namun mereka tetap mengajari ku tentang Adat Istiadat suku mereka secara pelan pelan, agar tidak menyulitkan ku untuk mengerti.

Disaat seperti ini Aku bingung hendak apa.
Menonton Televisi? Listrik hanya hidup pada saat malam saja di kampung ini, itupun lewat PLTD bantuan dari pemerintah dan juga di bagi untuk warga sekampung.

Jadi otomatis untuk menonton Televisi saja hanya bisa pada saat malam hari dan dengan arus listrik yang dibatasi.

"l know, l can't take one more step you..

Cause all thats waiting is regret

And don't you know l'm not your ghost anymore

You lost the love the most

I learned to live half a life

And now you want me one more time

Who do you think you're

Running round leaving scars

Collecting jar of heart

Tearing love apart

You're gonna catch a cold

From the ice inside your soul

Don't come back for me

Who do you think you're?

Mata ku berkedip dua kali.

Eh..

Suaranya merdu dan
dentingan gitar yang jernih, berhasil membuatku terpukau.

Sumber suara itu berasal dari arah kiri.

Merangkak menuju ke pintu depan, mata ku menyipit agar terfokus pada satu titik.

Itu suara pria muda yang ku lihat tempo hari di rumah Tuan takur Simamora!

Aku tahu itu lagu bahasa Inggris walaupun begitu,
Suaranya sangat bagus dan terasa memang sering dilatih.

Sangat berbeda sekali dengan suara suara Anak Anak muda di sini yang sering di obral untuk sekedar penghibur di kala sore hari.

Suara mereka lebih terdengar berantakan dan rancau. Namun, mereka tidak terlalu ambil pusing dan terus bernyanyi meski terkadang Ibu ibu tetangga rumah dekat mereka bernyanyi terganggu karena suara berisik yang mereka hasilkan.

Kembali terfokus pada pria muda itu, tampaknya Ia sudah berhenti memetik gitar berwarna coklat muda itu.

Ujung rambut hitamnya tertiup angin tampak semakin mempesona.

Pandangannya lurus kedepan seperti memikirkan sesuatu yang sangat jauh dan berat.

Mungkin dia memikirkan sesuatu di kota tempat tinggalnya..

Batin ku bergumam.

Eh..
Mobil putih itu ternyata sudah tidak ada lagi di halaman rumah besar itu.
Apa mungkin Orang tuanya sudah kembali ke kota?
Lantas mengapa Ia masih di rumah Tuan takur?

Lamun ku berhenti saat Ia bangkit dari duduknya, dan berbalik masuk ke rumah itu.

aku juga mulai bergerak dari posisi awalku, merangkak.
Kemudian berdiri, pandanganku menyapu ke halaman seberang. tampaknya Anak kecil berombongan mulai berdatang, Mereka hendak bermain, seperti biasanya.

Krieet...

Itu bunyi pintu kayu belakang rumah yang baru saja di buka.

Dan benar saja.. Mamak sudah pulang dari rumah Uda Sirait dengan menenteng dua kantung plastik.

Satu kantung berisi daging ayam gulai dan satu lagi sayur urap.

Aru.. Ayo makan nang..

Mamak memanggil dari arah dapur.

Iyaa Mak..

Sahutku seraya berjalan menuju dapur.

Di dapur ternyata Mamak sudah membuatkanku sepiring nasi yang lengkap dengan lauk yang di bawanya tadi.

Setelah mengambil piring dari atas meja, Aku duduk disamping Mamak yang duduk dekat pintu belakang sambil menikmati suapan demi suapan ke bibirnya, dan sesekali memandang ke luar rumah.

Pemandangan yang sering ku lihat,
Terkadang batin ku merasa sedih, karena keinginan ku untuk membahagiakan Mamak dan Bapak belum terwujud. Mungkin karena aku belum bergerak untuk berusaha.

Derai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang