Lima

10 3 0
                                    


Setiap kali Aku mengingat hal yang terjadi semalam, wajah ku memerah, jantung ku berdebar debar dan bibirku melengkung tersenyum, walaupun sekarang Aku sedang termenung.

Ah.. Tidak mungkin Aku menyukainya, ini terlalu cepat.

Wajar saja, Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Namun dari hasil amatan ku saat masih bersekolah dulu, banyak teman teman ku yang sedang jatuh hati, prilakunya sama seperti Aku sekarang.

Mereka yang sedang jatuh hati akan melakukan hal aneh, yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan. Semisal, senyum senyum sendiri sambil melamun seperti aku ini.

Walau bagaimana pun, Aku harus berfikir positif, untuk membulatkan bahwa yang terjadi pada ku saat ini hanya sementara, dan sebentar juga, akan kembali seperti semula.

Karena Aku belum tahu rasa jatuh hati itu seperti apa, dan Mamak juga melarang ku untuk berhubungan dengan lawan jenis terlalu dekat, apalagi sampai menjalin suatu hubungan. Maka Aku harus menepis dugaan sementara ku ini.

Tapi... paras rupawannya sulit sekali hilang dari ingatanku, Segala yang ada pada diri nya nyaris sempurna, itu membuat ku terkagum kagum. Dan berapa lama Ia bersandar kemarin yah?

Aku terkekeh geli. Namun cepat cepat kembali ku tepis.

Ah..  Aku tidak boleh memikirkan hal itu lagi, nanti rasa asing ini akan terasa semakin nyata.
Lebih baik ku sibuk kan diriku, agar Aku tak terlalu memikirkannya lagi.

Tepat setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa, dan usai sarapan bersama Mamak, Rio datang, Rio adalah anak salah satu tetangga yang berusia sekitar sembilan tahun dan duduk di bangku kelas tiga SD.

Ia datang membawa pucuk daun kelapa muda, yang biasa kami sebut janur kelapa.
Seolah tanggap, janur tersebut langsung berpindah ke tanggan Mamak, usai mengucapkan terima kasih singkat, Mamak langsung membawa janur tersebut ke dapur, dan meletakannya di lantai dapur.

Aku duduk bersila bersama Mamak dilantai dapur kemudian bertanya,
"Janur janur ini mau diapakan Mak?"

"Mau di anyam menjadi sarang ketupat, nanti sore mereka akan ada acara rewang". Balas Mamak.

Aku hanya mengangguk mengerti dan membantu Mamak menarik daun daun muda tersebut dari dahan dan memisahkannya dari lidi dengan membagi dua.

     Mamak mulai menganyam daun daun yang sudah aku pisahkan dari lidi tadi. Melihat aku yang hanya mengamati saja, Mamak mendekat dan memberikan dua daun ke tangan ku.

Mamak melilitkan satu daun pada tangan kiri dan kanan ku, dengan masing masing tiga lilitan. Mamak mengajariku membuat sarang ketupat. Dengan lembut Ia membimbing tanganku untuk menganyam bagian bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh.

Aku hanya memandangi tangan ku dengan fokus, sambil mendengar  suara Mamak yang mengajari langkah demi langkah nya. Tetapi setelah menjadi sarang ketupat, aku lupa bagaimana langkah awalnya. Mamak kembali mengajariku dari awal. Sebenarnya masih kurang mengerti, namun aku hanya mengangguk anguk seolah mengerti. Alhasil, setelah mencoba lagi, daun daun tersebut bukan teranyam, melainkan malah menciptakan lipatan lipatan yang tidak beraturan. Aku tertawa geli melihat perbuatan ku, dan Mamak hanya tersenyum tipis, memaklumi apa yang ku perbuat.

Akhirnya, ketupat ketupat itu telah selesai di kerjakan sendiri oleh Mamak. Aku hanya membantu menghitung  ketupat sampai sepuluh buah dan mengikatnya menjadi satu. Semua berjumlah tiga puluh buah.

Mamak mulai beranjak dari duduknya.

"Aru, Mamak ngantar sarang ketupat ini dulu, agak lama, karna Mamak mau bantu masak juga" ucap Mamak sambil mengenakan sandal jepitnya.

"Oke Mak.. "  balasku cepat.

Selepas kepergian Mamak, ku bereskan sampah sisa janur yang tak terpakai tadi dan membuangnya ke tumpukan sampah belakang rumah.

Sedikit merengangkan otot otot yang lumayan kaku, aku masuk rumah dan mengunci pintu belakang.

Niatku untuk berbaring santai di kamar terhenti, melihat sesosok pria jangkung yang celingak-celinguk seolah sedang mencari sesuatu berdiri di halaman depan rumah ku.

Seolah menemukan yang Ia cari, matanya berbinar menatapku.

"Hai Aru, sedang apa? Lagi sibuk?"
Ia tersenyum manis dan berjalan mendekati ku.

Alfe.. Batinku
Terlintas kejadian semalam, seketika pipiku memanas dan dada ku berdebar debar indah.

" Oh.. Tidak sedang ngapain ngapain kok"
Ucapku dengan mata yang tak lepas dari  senyumnya.

"Wah..  Bagus deh,
Aru bisa kamu temani aku jalan jalan? Soalnya aku nggak punya teman selain kamu disini" Ia semakin tersenyum lebar, menampilkan ginsul dan lesung pipit yang mempesona.

Aku seakan terhipnotis akan senyumnya, aku hanya mengangguk kecil dan berjalan keluar.
Sejenak Ia menungguku mengunci pintu rumah dan memakai alas kaki, lalu kami melangkah bersama.

Baru beberapa menit berjalan, kami mendengar suara memanggil. Suara tersebut dari kedai milik Mak Marni, salah satu penjual kopi dan gorengan.

Si pemanggil itu adalah Anton. Anton ini salah satu pemuda di kampung, dan Ia sangat terkenal dengan kebadungannya sejak kecil.

Mungkin karena melihat Alfe, Ia mendekat ke arah kami.

Aru...   siapa lelaki itu?
Tanyanya langsung dengan tatapan menilai dari atas sampai ke bawah.

Alfe balas memandang Anton dengan serupa.

Melihat objek yang di pandangi Anton seakan menantang, Anton mulai gusar dan menampilkan wajah berangnya.

Menyadari perubahan situasi yang mulai lain, maka aku langsung angkat bicara.

Dia adalah keluarga dari Tuan takur simamora.. Namanya Alferado.. Ucapku dan di sambut Anton hanya mulut yang membentuk huruf 'O' dan kepala mengangguk angguk saja.

Respon yang menjengkelkan memang. Tapi lebih baik dari pada berujung dengan hal-hal yang tak di inginkan.

Alfe kemudian berdehem sejenak untuk menarik perhatianku.
Seolah peka dengan keadaan, aku pun melanjutkan perjalanan kami, namun sebelumnya aku menganggukan kepala pada Anton sebagai pengganti izin.

Pria itu siapa?  Tanya Alfe dengan nada datar, aneh!

Hmm..  Namanya Anton, dia salah satu pemuda di kampung ini  ucapku menanggapinya.

Dia pacar kamu?

Langkah ku langsung berhenti, terkejut dengan pertanyaannya.

Merasa aku berhenti berjalan, Alfe menghentikan langkah nya juga seraya menoleh kearahku.

Kenapa kam..

Aku nggak pacaran sama dia, terfikir sedikit pun tidak. Potongku cepat sembari mengalihkan pandangan ke arah sendal usang ku.

Masa?? Suaranya semakin datar.

Iyyaa loh serrii... Ucapan ku menggantung saat melihat mimik wajahnya yang menahan tawa, berbeda sekali dengan intonasi suaranya.

Hahahha.. Kamu itu lucu sekali...

Deg..  Tubuhku bertransformasi menjadi patung saat tangannya mencubit pipi ku.

Aku diam dengan wajah yang terasa memanas.

Dia kembali berjalan dengan bersiul siul santai tanpa menyadari Ia sudah membuat patung manusia dengan sentuhan spontan tangannya, sungguh ajaib!

Dan...
Di bawah sinar matahari terik dengan saudarinya si angin pantai, inilah benih benih bertumbuhnya sebuah rasa yang awalnya ditepis, dan sekarang diyakini bahwa ia nyata dan tak sekedar ilusi..

Derai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang