"Apa yang sedang kau tonton, Bella? Memang kau mengerti bahasanya?" tanya seorang wanita dewasa tampak cantik dalam balutan pakaian kasualnya. Ia mengenakan sebuah kaus berwarna putih dengan belang hitam menyamping, dan celana panjang hitam serta sepasang sepatu kets. Rambut cokelat terangnya ia gerai. Wanita itu sudah menginjak awal 30 namun masih tampak seperti remaja.
"Tidak, tapi mereka menyediakan terjemahan di bawahnya," jawab seorang anak kecil yang bernama Arabella, kerap dipanggil Bella.
"Oh? Apa yang mereka bicarakan?" tanya wanita itu sambil duduk di samping Bella.
"Hm, sesuatu tentang cinta sesaat. Mommy, apa itu cinta?" Bella menoleh dan bertanya polos pada sang ibu.
"Cinta itu kasih sayang. Cinta itu mengasihi. Seperti mommy dan daddy pada Bella," jawab ibunya sambil tersenyum.
"Apa cinta mommy dan daddy untuk Bella juga hanya sesaat?"
"Tentu tidak, Sayang. Cinta yang sejati adalah cinta yang abadi. Mommy dan daddy akan selalu mencintai Arabella dan Alessandro, bahkan hingga kita di surga nanti." Wanita cantik itu mengecup pelipis putrinya.
"Hei, semuanya sudah siap?" Sebuah suara berat membuat keduanya menoleh.
Di belakang mereka berdiri dua orang pria yang berbeda usia. Pria tinggi dan tampan itu sudah menginjak usia tengah 30-an sementara yang satunya baru akan menginjak usia 7. Keduanya berwajah mirip. Hanya saja warna rambut yang membedakan mereka.
"Sandro, mommy dan daddy adalah cinta sejati kita. Kau tidak bisa berkata Emerald adalah cinta sejatimu lagi!" ujar Bella pada sang kakak.
Sandro hanya menatap adiknya datar tanpa niat menjawab. Bocah satu itu memang bersifat pendiam dan cenderung dingin. Tapi kepribadiannya seakan berubah saat seorang gadis cilik seusianya bermain dengannya, Emerald.
"Bella, jangan memancing kakakmu. Kalian akan mengerti tentang hal itu saat dewasa nanti. Bagaimana jika kita langsung pergi sekarang? Kita tidak akan tiba di Disneyland dengan sendirinya, kan?" Wanita itu tersenyum.
Keluarga itu akhirnya menaikki mobil sewaan mereka selama di Hongkong. Satu minggu di liburan musim panas tahun itu mereka habiskan di negara tersebut.
---
"Sandro, menangkan aku boneka minions itu!" Bella menunjuk sebuah boneka besar yang diletakkan di rak paling atas booth.
"Daddy bisa memenangkannya untukmu," jawab sang kakak menolak.
"Tapi aku ingin kau yang melakukannya," Bella bersikeras.
"Sandro, kali ini turutilah adikmu." Alessandro tak dapat berkutik lagi jika ayahnya telah memerintahnya. Pria dewasa itu memberinya beberapa lembar mata uang dolar Hongkong. "Daddy dan mommy akan menunggu kalian di sini."
Akhirnya kedua adik kakak itu pergi ke sebuah booth. Arabella tampak sangat ceria sementara Alessandro masih memasang wajah datarnya.
"Lihatlah, Bella sangat menurunkan sifatmu."
Rayden mendelik pada wanita di sampingnya. "Aku tidak seaktif dirinya," kata pria itu.
Wanitanya tertawa. "Ya, kamu seaktif dirinya. Kamu saja tidak menyadarinya," ia menjulurkan lidahnya, meledek.
"Tapi Sandro.. tidak ada satupun dari kita yang memiliki sifat sepertinya," lanjut si wanita.
"Kau lupa?" Rayden meletakkan lengan kekarnya di pinggul ramping sang istri, "saat mengandung anak itu, kau mendiamkanku selama 2 minggu. Mungkin itu penyebabnya dia seperti ini sekarang."
Istrinya tertawa. "Mungkinkah? Jangan salahkan aku, hormon wanita hamil memang kadang dapat mengesalkan."
Rayden tersenyum dan mengecup pipi istrinya. Lalu keduanya terdiam sambil menatap kedua anak mereka yang sedang mencoba memenangkan sebuah boneka yang ukurannya bahkan lebih besar dari Arabella.
"Mereka masih belia, apa mungkin sudah mengenal cinta?" tanya sang istri sambil meletakkan kepalanya di dada berbidang Rayden.
"Cinta dibuka untuk umum, kan?"
"Tapi Bella terlalu polos untuk mengenal cinta. Apalagi yang ia tahu hanya cinta sesaat dan cinta sejati."
Rayden terkekeh. Ia memutar tubuh istrinya hingga wanita itu menghadap dirinya. Kedua tangannya membingkai di pipi wanita itu.
"Kalau begitu kita harus menunjukkannya apa itu cinta sejati. Seperti kau dan aku," ucapnya dengan nada sangat lembut.
Wanita itu tersenyum simpul dan membenamkan wajahnya di dada sang suami. "Aku mencintaimu, Ray. Selalu."
"Aku lebih mencintaimu, Audra. Dan akan tetap begitu. Aku berjanji, dan aku akan menepati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Dream Man
Short StoryNamanya Audra Sullivan, gadis malang yang kehilangan ingatannya tiga tahun lalu di sebuah kecelakaan pesawat. Sejak itu ia bekerja keras menghidupi dirinya sendiri di tengah kota London. Hidupnya yang terasa berat berubah begitu saja saat ia bertemu...