(5. Kesepakatan)

34.5K 2.1K 28
                                    

Pagi pertama menjadi suami istri, tak ada kesan apa pun, keduanya asik dengan dunianya sendiri. Pagi-pagi sekali Ahsan sudah pergi shalat berjamaah ke mesjid. Sebelum berangkat ke mesjid dia sempat melirik pintu kamar Nahla yang terbuka, tapi tak ada sedikit pun tanda-tanda gadis itu akan bangun untuk shalat.

Ahsan menghela nafas, tak ada dari wanita itu yang bisa dibanggakannya.

Setelah shalat berjama'ah Ahsan menyempatkan diri pergi ke pasar, membeli kebutuhan rumah tangga secukupnya, karena tak ada apapun di rumah itu, selain ranjang dan meja makan.

Sesampainya di rumah, Ahsan mendapati Nahla sedang memainkan handphone-nya dengan bosan, mata berbulu lentik itu memandang kedatangan Ahsan dengan helaan nafas lega.

"Adakah kau beli makanan? aku benar-benar lapar."

Ahsan tak menjawab, tapi mengeluarkan sebungkus nasi goreng untuk Nahla. Gadis itu langsung mengambil dan memakannya tergesa- gesa.

"Kau tidak makan?"

"Sudah."

"Ya sudah," katanya tak peduli.

"Cepat habiskan sarapanmu, setelah ini kita perlu bicara," kata Ahsan.

***

Mereka duduk berhadap-hadapan. Setelah sarapan, Nahla menyempatkan dirinya mandi terlebih dahulu. Wajahnya kelihatan lebih segar, rambut panjangnya tergerai dan masih basah, sekarang dia mengenakan baju kaos tanpa lengan dan celana pendek di atas lutut.

"Kita perlu membicarakan kesepakatan...." Ahsan memulai pembicaraan, peci hitam sudah diletakkannya di atas meja, dia terlihat lebih muda tanpa peci itu.

"Oke, apa yang perlu kita sepakati," jawab Nahla sambil menyilangkan kakinya, dada Ahsan sempat berdesir melihat kaki jenjang putih mulus tanpa cacat itu, tapi dia langsung beristighfar dalam hati.

"Pertama, aku ingin mulai saat ini kau mengenakan jilbab saat keluar rumah, dan tak lagi memakai celana jins."

"Apa?" Nahla membelalakkan matanya tak percaya, kemudian menjawab, "aku tidak mau."

"Kalau begitu silahkan kau pergi dari rumah ini!aku tidak mau orang mencelaku karena pakaianmu."

Nahla mendengus, pergi? Belum saatnya.

"Oke."

"Aku sudah membelikan beberapa pasang untukmu." Ahsan menyodorkan tas belanja kepada Nahla.

"Ke dua, aku akan tetap menjalankan peranku sebagai suamimu, termasuk mencari nafkah, jadilah kau istri yang baik, memasak dan membersihkan rumah."

"Memasak? yang benar saja, kukuku bisa rusak, bahkan aku tak pernah menyentuh dapur." Nahla semakin tidak terima.

"Itu urusanmu, tugas seorang istri harus bisa mengurus rumah dan memasak."

"Ya sudah." Nahla memang tak punya pilihan.

"Masih ada lagi,"

"Apa lagi? Semua syaratmu tak ada yang menguntungkanku."

"Pernikahan kita sah, tak ada kata perceraian, dengan terpaksa kita akan menjalaninya, kuharap kau mulai mau belajar ilmu agama, aku sendiri yang akan mengajarimu."

"Ya ya ya, aku setuju tapi walaupun begitu bukan berarti kita akan tidur bersama dan melakukan ritual suami istri, kan?"

Ahsan tertawa,

"Apa kau berfikir aku akan tertarik untuk melakukannya? Hubungan tempat tidur butuh keredhaan dan rasa cinta, dan semua itu tak ada pada kita."

Nahla mendesah lega, "syukur lah! karena kau sama sekali bukan tipeku," jawab Nahla namun Ahsan tidak peduli.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Ahsan lagi.

"Sudah kubilang, aku butuh suami."

"Tapi kenapa?" Ahsan tidak mengerti.

"Aku lari di hari pernikahanku."

Ahsan menyemburkan air minum dari mulutnya karena kaget. "Jadi aku menikahi istri orang?"

"Dengarkan dulu, kau selalu memotong saat aku bicara, beberapa jam sebelum akad nikah aku melarikan diri."

"Jadi mobilmu yang terperosok dan kau mencari bantuan, semua itu tidak benar??"

"Tidak, mobilku sudah ada di luar, dalam keadaan baik."

"Ya Rabb." Ahsan menggeleng- gelengkan kepalanya.

"Aku harus bersembunyi di sini, semuanya pasti sedang mencariku, supaya aku bisa tinggal di sini, makanya aku harus menikah dengan salah satu di antara kalian."

"Tapi kenapa kau begitu tega menfitnahku?"

"Aku tak punya pilihan."

"Kenapa harus aku?"

"Wajahmu cukup lumayan, yang terpenting kau tak tertarik padaku,"
ucap Nahla santai.

"Kau benar-benar gila, ada yang mau menikahimu kenapa kau malah menjebakku."

"Calon suamiku itu bahkan cocok menjadi ayahku, membayangkan perut buncitnya membuatku mual."

Mereka diam sejenak.

"Apa pekerjaanmu?" tanya Ahsan selanjutnya, mengorek informasi lebih dalam.

"Aku seorang model, kau saja yang tidak kenal denganku."

"Aku tak tertarik membaca sesuatu yang sia-sia, kau model apa?"

"Sebuah brand terkenal di Asia."

"Apakah kau juga menjadi model pakaian seksi?"

"Tentu saja, aku biasa difoto dengan bikini." Nahla begitu santai, Ahsan yang mendengarnya benar-benar tak menyangka.

Bikini? Ahsan pusing memikirkannya, sudah berapa banyak mata pria yang menikmati pemandangan itu. Sekali lagi, tak ada satu pun yang bisa dibanggakan dari Nahla, mereka berasal dari dunia yang berbeda. Perlu perjuangan untuk merubah gadis itu ke jalan yang benar.

Bidadari Surga yang Ternoda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang