5 | Satu Rumah

857 67 8
                                    

Gavin, actually what species are you?

______

"Yang Lo omongin tuh pasti laki-laki terus," dengus Milo. "Pusing gue dengernya."

"Sirik aja Lo!"

"Kalaupun nanti Lo gebet si Gavin, mana mungkin si Gavin bakalan naksir Ama Lo juga!"

"Ih apaan. Udah jelas gebetan kak Gavin tuh Amel." Ucap Amel tiba-tiba.

"HAH?!"

Amel mengerjapkan matanya. Sedikit terkejut karena teriakan dari semua teman-temannya. Memangnya, salah jika Amel jadi gebetan kak Gavin?

"Kenapa?" Tanya Amel dengan lugunya.

"Mel, lo itu cantik. Pasti banyak deh yang naksir sama lo, plis jangan si psikopat Gavin," ucap Hans dengan kedua telapak tangannya yang menyatu di tambah dengan wajah memohon. "Mending lo sama gue aja deh Mel, sama abang Hans mah pasti aman terkendali," lanjutnya dengan wajah bangga.

Ara menjitak kepala Hans dengan lumayan keras. "Gue ga akan pernah restuin lo buat pacaran sama amel."

Hans meringis, sedikit sakit karena jitakan dari Ara. "Bangsat lo! Gue cuman bercanda."

Yang lain hanya tertawa, aksi bertengkar yang cukup menghibur di jadwal istirahat kali ini.

Namun, berbeda dengan amel yang tampak sedang merenung kali ini. Sekeji itukah Gavin dimata mereka?

_______

"Halo pah, Amel dateng lagi."

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Amel langsung menancapkan gas untuk datang kesini. Ya, makam papahnya.

"Maafin Amel ya pah, karena kemarin Amel ga Dateng," Amel mengulurkan tangannya mengusap batu nisan papahnya.

Amel jongkok, sambil menyimpan sebuket mawar merah di pinggir makam papahnya. "Sebagai gantinya, Amel bawain papah bunga."

"Pah... Amel berhasil nemu cowok yang mirip Cristiano Ronaldo," Amel mulai bercerita. "Tapi, sifatnya jauh drastis sama Cristiano Ronaldo. Sifatnya jutek banget ditambah kejam."

"Papah pasti ga percaya kalo Amel beberapa kali di suruh bending sama dia. Kejam banget emang, tapi... ganteng."

"Namanya kak Gavin pah, Gavin Arfan Alhusayn. Tuh pah, sampai Amel tahu nama kepanjangannya."

Amel menghela nafasnya panjang. "Kira-kira, Amel bisa engga yah naklukin hati kak Gavin yang sekuat dan sedingin baja?" Amel berfikir dengan kepalanya yang menatap langit yang sudah mulai gelap. "Doain aja yah Pah."

Amel beranjak dari jongkoknya dan menepuk roknya yang sedikit kotor oleh tanah.

"Maaf Amel gabisa lama-lama disini, udah mau Maghrib Amel pulang dulu ya pah," Amel langsung membalikan tubuhnya dan berjalan meninggalkan pemakaman dan menuju halte bus.

Hanya sekitar lima menit, Amel sudah sampai di halte bus. Seperti biasa, halte bus kali ini terlihat sepi, hanya dirinya seorang. Amel pun duduk di tempat duduk yang telah di sediakan.

Banyak kendaraan berlalu lalang. Maklum, sekarang adalah jam pulang bagi orang-orang sibuk. Beberapa kendaraan melaju sangat kencang karena hanya ingin cepat sampai di rumah untuk cepat beristirahat dan membantu pekerjaan rumah anaknya. Memikirkan itu membuat Amel senyum-senyum sendiri. Amel sangat merindukan kehadiran seorang ayah.

Amel menghela napas, seharusnya Amel tidak boleh egois seperti ini. Papahnya pasti sudah bahagia di atas sana.

TIN!.. TIN!..

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang