Aku akui jika aku bodoh.
Bodoh karena harus bertanya hal terbrengsek yang pernah kuucap dari mulutku.
Bukan tanpa alasan aku bicara seperti itu. Seharian ini, masalahku sangat banyak. Jika aku sebutkan, mungkin sehari tak cukup untuk menceritakannya. Memang belakangan ini kami sering sekali berdebat. Bahkan hal kecil seperti memilih vitamin untuk Allea pun, kami berdebat. Entah karena itu hormon ibu hamil dan aku yang stress, atau memang itu karena kami masih sama-sama egois.
"Aku mohon maafkan aku, Al" entah sudah keberapa kalinya aku meminta maaf padanya.
Untunglah tadi dia mau pulang bersamaku. Jika tidak, aku tidak akan bisa tenang menyetir di jalan.
"Kau sungguh keterlaluan kali ini, Gyu. Kau berkata yang tidak pantas"
"Iya aku tau. Aku tadi sangat emosi. Kau tau kan kalau laki-laki yang bisa membuatku cemburu hanyalah Wonwoo? Masalahku sedang menumpuk saat ini, kau seharian tidak mau makan. Aku menunggumu tiga jam di ruanganmu. Dan saat ku susul, kau malah sedang asyik mengobrol dengan Wonwoo. Bagaimana aku tidak marah, Al?"
"Aku tidak asyik-asyikan. Aku hanya mengobrol dan membahas tentang operasi tadi. Memang diakhir, dia menanyakan kabarku dan anak kita. Tapi hanya itu saja. Tidak lebih"
"Oke oke. Aku mengaku salah. Aku minta maaf padamu"
"Kau sudah menyinggung perasaanku, Gyu" dia mulai menitikan air matanya.
"Iya. Aku tau itu. Jangan menangis sayang. Maafkan aku"
"Ini pertama kalinya aku memakimu di depan orang. Aku tidak suka itu. Tapi jika dipikir, kau pantas mendapatkan itu karena menuduhku di depan orang lain dan di tempat umum"
"Iya sayang. Aku salah. Oleh karena itu, maafkan aku"
Dia menundukkan kepalanya. Dia menangis.
"Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku? Hm?" tanyaku merayu.
"Tidak perlu" jawabnya seenaknya.
"Hey, jangan begitu. Katakan padaku. Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?"
"Tidak ada"
"Ayolah Allea. Aku sudah mengaku kalau aku salah. Aku sudah minta maaf padamu bahkan lebih dari sepuluh kali"
"Lupakan saja. Aku ingin tidur. Aku mengantuk"
Aku menahan tangannya yang hendak pergi ke kamar.
"Selesaikan ini dulu. Aku tidak mau saat kita masuk ke kamar, kita masih bertengkar" ucapku.
"Kau bilang itu seolah bahwa aku yang membuat kita bertengkar"
"Bukan begitu. Kau tau kan kalau aku tidak suka membawa masalah kita ke kamar? Kamar adalah tempat kita istirahat. Tempat dimana saatnya kita melupakan segala masalah yang terjadi hari ini. Jadi aku mau, kita selesaikan ini diluar kamar. Kita bukan anak kecil yang harus bertengkar berhari-hari lamanya, Allea. Kita akan segera menjadi orang tua untuk anak kita"
"Ya. Aku tau. Tapi kelakuanmu itu tidak lebih dari pada seorang bocah yang sedang cemburu buta" katanya.
"Maafkan aku. Aku janji tidak akan terulang kembali. Maafkan aku, hm?"
Dia memutar bola matanya malas. "Apa aku bisa memegang janjimu?"
Aku mengangguk pasti. "Tentu saja"
"Baiklah. Kali ini aku maafkan. Tapi lain kali, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Mengerti?"
Aku tersenyum dan mengangguk. "Terimakasih sayang"
Aku beralih menariknya kepelukanku. Aku sangat menyayanginya. Bahkan melebihi rasa sayangku terhadap diriku sendiri.
"Kau tau. Kau sungguh menyebalkan tadi" katanya.
"Ya. Aku tau"
"Hampir saja aku membunuhmu kalau aku tidak sabar"
Aku melepas pelukannya. “Lihatlah nak. Ternyata ibumu galak ya” candaku.
Dia mendecak dan memukul dadaku pelan.
"Bunuhlah aku jika aku melakukan itu lagi"
"Baiklah. Akan kulakukan"
.......
Pagi-pagi sekali kami sudah berangkat kerumah sakit. Aku sengaja menyamakan jam praktekku dengan Allea agar aku bisa terus mengawasinya.
"Aku keruanganku dulu ya" ucap Allea.
"Baiklah. Nanti siang, kita harus makan bersama. Aku tidak terima alasan apapun. Meskipun kau sedang operasi, aku akan menarikmu keluar. Mengerti?"
Dia terkekeh seraya mengangguk. "Kau seperti bodyguard ku" katanya.
"Aku akan melakukannya jika perlu" sahutku.
"Sudahlah. Sudah siang. Aku kesana dulu ya"
Aku mengangguk dan mencium keningnya. "Aku mencintaimu"
"Aku juga"
"Bukankah romantisme di rumah sakit itu dilarang?"
Aku menoleh ke sumber suara yang menurutku tidak asing.
"Minghao?"
Dia tersenyum dan mengangguk. "Lama tak berjumpa sobat"
Aku segera beralih memeluknya. "Astaga. Bagaimana bisa kau ada disini?"
"Kau tidak mau mengenalkanku pada istrimu dulu?"
Aku melepas pelukanku. "Ah iya. Kenalkan ini Allea, istriku. Dan sayang, ini Minghao teman SMA yang pernah kuceritakan"
"Allea"
"Minghao"
"Bagaimana kau bisa disini?" tanyaku lagi pada Minghao.
Aku hanya takjub. Dia adalah seorang pengusaha terkenal di China. Dia sudah lama sekali tidak kembali ke Indonesia. Tapi sekarang, dia ada disini. Di tanah kelahirannya.
"Aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Aku membuka cabang perusahaanku disini" jawabnya.
"Benarkah? Syukurlah kalau begitu"
"Hmm.. Aku harus keruanganku. Pasienku sudah menunggu" kata Allea menyelam pembicaraanku.
"Ah baiklah. Nanti aku akan menemui, hmm?"
Allea mengangguk. "Aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi, Minghao"
"Ya. Sampai ketemu" sahut Minghao.
"Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa ada di rumah sakit ini?" tanyaku.
"Aku tadi kebetulan menjenguk rekan kerjaku disini. Dia baru saja masuk. Tapi aku belum boleh menjenguknya. Aneh sekali"
"Itu karena kau terlalu pagi, bodoh. Aku pikir tinggal lama di China membuatmu pintar. Ternyata tidak" candaku.
"Sepertinya kau sudah lama tidak bertengkar denganku"
Sudah lama sekali aku tidak tertawa bersamanya. Sebenarnya ada beberapa lagi sahabatku yang lain. Tapi, kami terpisah. Aku menjadi dokter, Minghao menjadi CEO dan yang lainnya menyebar di luar kota bahkan keluar negeri.
Aku akan mengenalkan mereka nanti.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[EBOOK & CETAK SUDAH TERSEDIA] My Enemy My Husband → K.M.G
FanfictionSebagian cerita sudah di unpublish demi kepentingan penerbitan 😉 Aku ngga mau nikah sama dia -Allea Aku maunya cuma kamu, Lea-Mingyu