AUTHOR POV
Allea sangat terkejut dengan kata-kata Mingyu yang memberikan pilihan yang menurut Allea sangat gila itu. Semenjak kejadian itu, mereka sangat jarang bertegur sapa. Allea sama sekali tidak bicara pada Mingyu baik di rumah maupun di rumah sakit. Ia menyiapkan baju, sarapan dan lain-lain tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Seperti pagi ini, Allea tidak menyapa Mingyu seperti biasanya. Ia hanya menyiapkan roti di meja makan.
"Kau marah padaku?" tanya Mingyu menahan tangan Allea yang ingin pergi.
"Lepaskan. Aku ingin mandi"
"Aku tidak akan melepaskannya kalau kau tidak menjelaskan padaku"
"Aku bilang lepaskan, Alfian" sarkas Allea.
"Aku ingin bertanya padamu. Apa aku salah kalau aku melarangmu untuk melakukan hal yang membahayakan?"
"Sudahlah lupakan saja. Aku tidak ingin berdebat" kata Allea pergi ke kamar mandi.
......
Saat makan siang, Allea pergi keruangan Jun. Ia sebenarnya ingin bercerita tentang masalahnya dengan Mingyu.
Tok tok tok
"Masuk" terdengar suara Jun dari dalam ruangannya.
Allea menongokkan kepalanya. "Hai kak"
"Ternyata kau. Masuklah" kata Jun. Ia beralih menuju sofa ruangannya dan menyilakan Allea untuk duduk.
"Jadi apa masalahmu?" tanya Jun langsung.
"Hmm?"
"Kau kesini untuk curhat denganku kan?" tebak Jun.
Allea tersenyum canggung.
"Ada apa?"
"Hmm.. Aku sedang kesal dengan Mingyu, kak" kata Allea memulai pembicaraan. "Kemarin Mingyu memergokiku saat aku tengah mengatar pasienku ke ruang rontgen. Ia memarahiku saat di rumah. Ia menyuruhku untuk berhenti mengantar pasien kesana. Parahnya, ia mengancam jika aku tidak menurutinya, aku harus meninggalkan pekerjaanku" sambung Allea.
"Baguslah kalau ia melakukan itu" ucap Jun santai.
Allea mendelik kaget. "Apa? Bagus?"
Jun mengangguk mengiyakan. "Bagus sekali. Aku setuju dengannya. Kau pikir ibu hamil boleh masuk ke ruang rontgen? Sinar radiasi rontgen untuk janin itu berbahaya Allea"
"Aku tau. Tapi apa yang bisa kulakukan? Apa aku harus membiarkan pasienku?"
"Tapi kan ada dokter lain yang bisa kau mintai tolong, Allea"
"Kemarin tidak ada, kak"
"Jangan beralasan. Jika tidak ada dokter lain, kau bisa minta tolong pada suster yang mendampingimu praktek"
"Tapi.."
"Sudahlah. Selesaikan urusanmu dengan Mingyu segera. Tidak baik bertengkar karena hal ini" kata Jun. "Kau harus ingat. Sekarang dia itu adalah suamimu. Kau harus menuruti kata-katanya selama itu baik. Mengerti?" sambungnya yang di anggukki oleh Allea.
.......
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya mereka sudah menyelesaikan kegiatannya hari ini. Mingyu menghampiri Allea di ruangannya. Ia sudah bersiap dengan tas kerjanya dan jas dokternya yang sudah ia lepas.
"Sudah selesai?" tanya Mingyu saat masuk keruangan Allea.
Allea hanya mengangguk.
Mingyu menghampiri Allea yang masih betah di kursi kerjanya. Ia mengecup puncak kepala Allea, kemudian ia mengusap perut Allea.
"Aku merindukanmu"
"Kita tadi bertemu, bagaimana bisa kau merindukanku?"
"Aku merindukan senyumanmu. Seharian memang kita bertemu, tapi tak ada senyum di bibir manismu itu" kata Mingyu.
Allea bangkit dari duduknya. "Kau menyebalkan" ucapnya manja seraya menepuk pelan dada Mingyu.
Mingyu tersenyum. Ia tau bahwa istrinya itu sudah tidak merajuk lagi padanya.
"Aku masih ingin menjadi dokter. Aku tidak mau kau menyuruhku untuk tidak bekerja lagi"
"Aku tidak menyuruhmu. Aku hanya memberikan pilihan padamu. Berhenti pergi keruang rontgen, atau berhenti menjadi dokter"
"Tapi itu pilihan yang sulit"
Mingyu menggeleng. "Itu tidak sulit. Kau yang mempersulitnya" katanya sembari mencolek hidung mancung Allea.
"Aku melakukan itu semua demi kau dan anak kita. Aku menyayangi kalian berdua. Jadi aku tidak mau kalian kenapa-napa" sambung Mingyu.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku ini bukan dokter senior yang bisa seenaknya menyuruh dokter magang. Aku hanya seorang dokter biasa"
Mingyu membuang nafasnya kasar. Ia memegang kedua tangan Allea. "Dengarkan aku sayang" Mingyu menatap mata Allea. Begitu juga sebaliknya.
"Meskipun kau seorang dokter biasa, kau bisa meminta tolong pada yang lain sayang. Kau sedang hamil. Aku yakin mereka akan mengerti"
"Kau yakin?"
Mingyu mengangguk sembari tersenyum. "Sangat yakin"
"Baiklah. Aku akan mengikuti kata-katamu. Maafkan aku"
"Tak apa sayang. Maafkan aku juga karena kemarin sudah memarahimu ya"
Allea mengangguk dan memeluk Mingyu. "Aku mencintaimu"
"Aku juga mencintaimu" balas Mingyu.
Allea melepas pelukannya dan langsung mengecup sekilas bibir Mingyu. Tentu saja itu membuat Mingyu terkejut.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mingyu kaget.
"Memang kenapa? Aku kan mencium suamiku sendiri"
"Iya aku tau. Tapi tidak disini. Bagaimana kalau ada orang yang masuk?"
"Tidak akan. Apa itu alasanmu saja? Kau tidak mau kucium?"
"Bukan. Bukan itu sayang"
"Lalu apa? Apa aku bau sampai-sampai kau tidak mau kucium? Ah sudahlah, ayo kita pulang saja. Kau menyebalkan"
Belum sempat Allea beranjak, Mingyu menarik tangan Allea. Kemudian ia menarik tengkuk Allea dan mencium bibir Allea dengan dalam. Mereka melakukan itu sampai rasanya mereka kehilangan nafas. Setelah beberapa saat, Mingyu melepas pagutannya.
"Kau cantik jika sedang marah" ucapnya yang membuat wajah Allea merona karena malu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[EBOOK & CETAK SUDAH TERSEDIA] My Enemy My Husband → K.M.G
Fiksi PenggemarSebagian cerita sudah di unpublish demi kepentingan penerbitan 😉 Aku ngga mau nikah sama dia -Allea Aku maunya cuma kamu, Lea-Mingyu