6 : Sedikit Tentang Wanita

88 9 1
                                    

Enam hari semenjak kepergian Bakri, Marisa sama sekali tak keluar rumah. Orang-orang bergunjing kalau Marisa dan Bakri sedang bertengkar, makanya Bakri meninggalkan Marisa padahal mereka masih penganten baru.

Tapi tak ada yang tahu mengenai yang sebenarnya terjadi. Tak ada selain Ismi.
Ismi selalu memperhatikan Bakri sejak lama, sejak sangat amat lama. Dan karenanya Ismi juga memperhatikan bagaimana Marisa bisa masuk kedalam hidup Bakri.

Ismi menyadari bahwa dirinya, dari semenjak dia mengenal istilah cinta, sudah menaruh hati pada Bakri. Lewat kerja kerasnya, lewat kebaikan hatinya.

Lama Ismi hanya bisa memperhatikan dari jauh, baginya melihat Bakri dari jauh saja sudah cukup. Tapi siapa menyangka bahwa yang mengambil hati Bakri adalah Marisa? Dan siapa yang bisa bersanding dengan gadis paling jelita di desa itu? Bahkan Ismi pun sadar bahwa dirinya jauh dibanding Marisa.

Marisa dengan senyum merekahnya, Marisa dengan lesung pipitnya yang menarik semua orang. Ismi pikir Bakri adalah satu-satunya orang yang tidak terpikat oleh Marisa, ternyata dia salah. Bakri malahan jadi orang yang paling mengabdikan hidupnya untuk Marisa.

Berakhirlah Ismi dengan patah hatinya.

Namun Ismi berjiwa pengamat. Dan sejak awal dia mengamati hubungan Marisa dan Bakri, dia sadar sesuatu sedang tidak beres.

Beberapa kali Ismi melihat Marisa dari jendela, sosoknya yang menawan tertutupi kabut gelap yang kentara. Apa karena merindukan Bakri ataukah karena mereka memang bertengkar, Ismi tak tahu.

Ismi berusaha jadi pengamat yang pasif. Diam-diam dia akan mengamati, tanpa ada yang tahu. Tapi pada suatu hari, ketika tanpa sengaja angin sore menerbangkan secarik kertas gambar Marisa keluar jendela, Ismi tak bisa tinggal diam lagi.

Dengan kaki terhentak dia berjalan menuju kediaman Marisa. Tak perlu mengetuk pintu karena Marisa sudah langsung membaur keluar untuk mencari gambar miliknya yang diterbangkan angin.

"Mencari ini?", kata Ismi memperlihatkan kertas itu. Marisa langsung menerimanya. Selama beberapa saat mereka hanya berdiri canggung.

Marisa ingat dia dan Ismi sekelas waktu SMA, tapi hanya itu. Mereka tak begitu akrab sejak dulu. Ragu-ragu dia menawarkan. "Mau masuk?".

Tapi Ismi bergeming ditempatnya berdiri. Marisa menelan ludah gugup, dia tak biasa dipandangi seperti itu. Ketika dia berpikir untuk pamit dan berbalik, Ismi membuka mulut.

"Bakri tak pantas kau perlakukan begitu".

Marisa terpaku ditempat. "A-apa?"

Ismi maju selangkah. "Kalau kau pikir bisa perlakukan dia begitu karena Bakri orangnya baik, kau sudah keterlaluan"

Kali ini Marisa nyaris meremas kertas ditangannya. "Bicara apa kau"

Ismi melirik kertas ditangan Marisa, membuat Marisa mengeratkan cengkramannya. "Mencintai orang juga ada batasnya. Jika Bakri terus kau perlakukan begitu, suatu waktu dia akan berhenti juga"

"Tidak", kata Marisa parau. "Bakri cinta pada saya"

"Kalau kau?", balas Ismi. "Apa kau juga cinta dia?"

Marisa tak bisa menjawab pertanyaan itu. Ismi mundur selangkah dan menatap Maria lurus. "Kalau itu aku, pertanyaan itu akan kujawab dengan gampang"

Tertegun Marisa ditempatnya berdiri. "Ismi, apa kau?".

Tak ada yang perlu menjawab untuk mereka berdua tahu jawabannya. Marisa bereaksi dengan meletakkan tangannya dimulut.

Ismi terdiam menatap Marisa yang perlahan jatuh terduduk dilantai.

"Mar coba kau ikuti kata hatimu sekali. Apa benar yang kau inginkan bukanlah Bakri?"

Tiba-tiba Marisa mendongak kaget.
Ismi membalasnya dengan senyum sinis. "Aku tak berniat mengambil Bakri dari kau. Aku cuma ingin kau memastikan keinginanmu", suaranya kemudian mengecil. "Jangan sakiti dia lagi".

Nyaris air mata Ismi tumpah didepan Marisa jika saja dia tidak cepat berbalik. "Itu saja", katanya kemudian berjalan pergi.

Sebelum dia melewati pagar, suara Marisa menghentikannya.

"Kenapa kau memberitahu saya ini?", dia bertanya.

Ismi bahkan tak menoleh saat menjawab. "Karena aku juga wanita Mar"

"Tapi aku sadar, jadi makhluk yang selalu memakai perasaan juga harus bijak mengambil arah hati"

MarisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang