Semenjak nenek ditahan, seringkali aku berurusan dengan Fairuz untuk membuka kedok nenek yang ternyata bekerja sama dengan mendiang kakek -Syamsul Pohan. Seperti sekarang ini, Fairuz sedang berada dirumah ku untuk mencari bukti apa pun itu.
"Dimana kau saat keluargamu disandera?" Tanya Fairuz saat tengah mengacak-acak lemari pakaian ayahku
"Aku disekolah, dan saat aku pulang keadaan rumah ini sudah ramai"
"Tidakkah kau menemukan kejanggalan peristiwa ini?" Fairuz menatapku lama, ah..aku terjebak di manik matanya yang coklat. "Ah maksudku begini, bukankah janggal nenekmu bisa mengetahui secara detail kejadian ini? Bukankah kau tau bahwa saat itu nenekmu berada di Batam?"
"Tidak, menurut cerita nenek kemarin bahwa yang sedang berada di Batam adalah orang tuaku dan Kakek, makanya saat itu kami -aku dan kak Salma- di titipkan ke nenek"
"Aku harap kau jangan terlalu percaya dengan nenekmu, karena aku curiga nenekmu sedang menyembunyikan sesuatu"
Sebenarnya aku mempercayai nenek, namun pernyataan Fairuz ada benarnya. Dan mungkin aku mulai saat ini akan berhati-hati pada orang terdekat sekalipun.
"Aku akan lebih berhati-hati"
"Jangan ceroboh" Mata Fairuz menatap sedih ke arahku
"Hei...jangan menatapku begitu, kau tak perlu mengasihaniku" Sergahku. Karena aku memang tak menyukai jenis tatapan iba orang pada diriku. Sebut saja aku sombong. Masa bodo dengan persepsi orang lain tentangku. Aku adalah aku.
"Aku tidak sedang mengasihanimu, aku hanya sedang memikirkan warna rambutmu dibalik hijab itu" Fairuz duduk dikursi kayu meja makan
"Apa maksudmu? Kau jangan memikirkan hal yang haram walau sekecil debu!" Menyebalkan orang satu ini. Baru beberapa kali bertemu sudah berani merayu dengan bualan yang nyeleneh
"Oh maaf" Kemudian dia fokus pada gadget keluaran apple. Entah apa yang di utak-atik pria sinting yang terjebak dalam topeng polisi berwibawa satu ini.
"Hanya kata maaf? Aku tidak sudi ada orang yang mencoba memikirkan hal semacam itu tentang diriku. Dengar ya pak polisi yang terhormat, sekalipun kakakku mati karena pemerkosaan, bukan berarti aku pun akan mengalami nasib yang sama dengannya"
"Oh ya? Kapan aku mengatakan bahwa aku ingin memerkosa dirimu? Oh Bagaimana jika aku menikahimu agar aku bisa memikirkan dirimu tanpa dosa?"
"Aku tidak akan menikahi pria dewasa diusia mudaku. Kurasa itu jawaban yang cukup tepat" Aku berlalu meninggalkan Fairuz
***
Aku melakukan aktivitas seperti biasa. Bangun pagi, sholat, memasak dan berangkat sekolah. Aktivitas itu aku lakoni selama sebulan semenjak nenek dinyatakan bersalah dan harus dipenjara. Bagiku, aktivitas ini tidak menghalangi prestasiku disekolah, aku juga sering menjenguk nenek untuk sekedar mengetahui kabarnya dan kalau-kalau nenek ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya, aku siap mendengar.
"Apa lagi selanjutnya ya? Orang tuanya mati mengenaskan, kakaknya dilecehkan kemudian bunuh diri. Dan sekarang? Neneknya menjadi tersangka karena berusaha menutupi kesalahan kakeknya, wah...keluarga kriminal ternyata" Aku mendengar dengan jelas apa yang diucapkan kakak kelasku itu.
"Brengsek!" Aku menggumam memberikan umpatan itu
"Wah lihatlah, sepertinya dia sedang mengumpat. Beraninya hanya dengan umpatan saja" Matanya melirikku dengan tatapan meremehkan. Jijik melihatnya, dasar wanita penggosip. Lihatlah dirinya yang hanya bisa mengklaim bahwa aku berasal dari keluarga kriminal, bukannya mencari kebenaran yang pasti, malah membeberkan gosip yang tidak tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPADA PRIA PEMBAWA MISTERI CINTA UNTUKKU
Teen FictionOrang tuanya meninggal dan kakaknya harus mengalami pelecehan seksual kemudian mati ditangan kakeknya sendiri. Sebuah pencapaian yang harus di capai oleh seorang gadis kecil yang harus menentukan nasibnya.