Chapter 8 : Pertemuan Singkat
[][][][][]
Tahu apa yang lebih menyakitkan dari melihatmu bahagia bersama orang lain? Bertemu denganmu, lalu kembali memberimu luka.
[][][][][]
Nando merapikan rambutnya yang terlihat berantakan setelah terterpa hembusan angin. Cowok itu menghela napas pelan, tubuhnya terasa kaku karena terlalu lama duduk.
Ia baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosennya. Tak banyak, tapi mampu membuat kepalanya berdenyut sakit dan punggungnya yang terasa pegal.
Cowok itu melirik ponselnya, mendesah pelan saat tak ada notifikasi chat dari siapapun--kecuali Medusa yang terus saja mengganggu dirinya.
Dulu, saat dirinya masih memiliki hubungan dengan Sasya, cewek itu akan selalu menyemangati dirinya. Entah melalui sebuah pesan singkat atau menelponnya. Namun sekarang... tidak ada lagi yang memberikan semangat itu.
Nando meraih ransel miliknya setelah memasukkan laptop dan perlengkapan lain ke dalamnya. Lebih baik ia kembali ke rumah sekarang dan mengistirahatkan tubuhnya daripada berlarut dalam kesedihan yang ia sendiri tak tahu kapan akan berhenti.
Saat Nando sedang memfokuskan pandangannya pada layar ponsel, cowok itu tak menyadari ada sosok perempuan yang dirindukannya sedang berjalan menuju ke arahnya--sama seperti dirinya, sibuk memerhatikan ponsel yang berada dalam genggaman.
Keadaan memang lucu, mempertemukan mereka dengan hal seperti ini. Nando tanpa sengaja menubruk Sasya hingga cewek itu terjungkal.
"Ya ampun--" Nando menghentikan ucapannya ketika melihat siapa yang ia tubruk. Matanya terbelalak saat mendapati Sasya tengah terduduk di lantai dengan wajah menahan sakit.
"Caca?! Kamu nggak papa?" tanya Nando dengan nada khawatir yang begitu kentara.
Cowok itu berlutut, membantu Sasya agar kembali berdiri dan meraih ponselnya yang tergeletak tak jauh dari tempat Sasya berdiri.
"Ini," Nando menyerahkan ponsel miliknya pada Sasya. Cowok itu memerhatikan Sasya yang masih menunduk di depannya.
"Makasih," gumam Sasya pelan tanpa mau mendongak untuk melihat wajah Nando.
Bukan, bukan karena Sasya tidak ingin melihat wajah tampan mantan kekasihnya itu. Melainkan, jantungnya berdegup dengan kencang hingga dirinya tak mampu menatap sosok yang ia rindukan.
Sasya ingin sekali mendongakkan wajahnya, menatap lurus pada mata yang selalu memberinya pandangan teduh dan lembut. Tapi... ia terlalu takut. Ada rasa bahagia dan sakit yang terasa bersamaan ketika melihat wajah itu.
"Caca..." panggilan itu terdengar lembut, membuat jantung Sasya semakin berdegup kencang.
"Caca, kenapa kamu nggak mau lihat aku? Apa ada yang kamu rasakan? Ada yang sakit?" Nando memberikan pertanyaan itu sekaligus. Pandangannya tak teralihkan, terus menatap intens pada Sasya.
"A-aku baik-baik aja," jawab Sasya pelan.
Menarik napas dalam, Sasya mendongak perlahan. Matanya langsung bertemu dengan mata Nando yang menatapnya khawatir. Cowok itu terlihat kacau di hadapan Sasya, sama seperti pertemuan mereka sebelumnya.
Perih.
Sasya merasakan perih ketika matanya menyusuri lekuk wajah Nando. Cowok di hadapannya ini... benar-benar hampir tidak Sasya kenali jika pandangannya tidak lembut seperti biasanya.
Tanpa sadar, tangan Sasya terangkat dan jemarinya mengusap lembut pipi Nando yang terlihat tirus. Bibirnya terkunci rapat, Sasya tak mampu mengucapkan sepatah kata untuk mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini dan bagaimana hatinya perih melihat Nando yang begitu lusuh di hadapannya.
Walaupun penampilannya tak jauh beda dengan Nando, tapi Sasya kini terlihat lebih baik. Tak ada lagi mata yang membengkak, tak ada lagi wajah sembab yang setiap hari terlihat.
Tapi tidak dengan Nando.
"Kenapa kurus sekali..." Sasya menggumam lirih, tapi masih mampu didengar oleh Nando yang berjarak sedekat ini.
Nando tersenyum tipis. "Caca, seharusnya yang ngomong itu, aku. Bukan kamu," katanya sembari terkekeh pelan.
Sasya menggeleng pelan. "Nggak, semakin hari penampilan kamu semakin... berantakan."
Nando yang mendengar itu terkekeh pelan, tangannya mengacak pelan rambut Sasya. Ada rasa senang dalam hatinya ketika melakukan hal kecil seperti ini. Ia merindukan semua tentang dirinya dan cewek yang ada di hadapannya.
"Aku baik-baik aja, Ca." Nando memberikan cengirannya.
Sasya yang melihat itu menahan napasnya. Cengiran itu... ia benar-benar rindu ketika melihat Nando yang memberikan cengiran lebar ketika dirinya merasa khawatir akan keadaan cowok itu.
"Kamu--"
"Nando!"
Panggilan Sasya terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggil nama Nando dengan keras.
Sasya memalingkan pandangannya, di balik tubuh Nando, ada sosok cewek yang memasang wajah marah, menatap Sasya dengan tatapan tak suka.
Sasya tertegun. Itu Jenna, cewek yang membuat dirinya merasa sakit karena sudah merebut Nando darinya. Ah, tunggu, merebut, ya?
Sasya tertawa pelan dalam hati. Sebenarnya bukan Jenna yang merebut, tapi dirinya lah yang merebut Nando dari Jenna. Sasya yakin sekali jika keduanya sudah mengenal lama, lebih lama dari Sasya mengenal Nando.
Nando memutar tubuhnya, menghadap pada sosok Jenna yang kini menatapnya tajam. Dalam hati ia merutuk, kenapa cewek itu datang disaat yang tidak tepat? Kenapa Jenna harus datang saat Nando baru saja membuat lingkungan di sekitarnya terasa hidup kembali karena bisa berbicara dengan Sasya?
"Sial, gangguin gue aja ni orang," gumam Nando pelan sembari kembali memutar tumitnya agar menghadap Sasya.
Sasya hanya diam, memerhatikan Jenna yang terus melangkah mendekat dengan wajah dingin.
Nando yang melihat itu mendesah pelan. Haruskan ini terulang lagi? Haruskah dirinya kembali melihat Sasya tersakiti karena kebodohannya?
"Sayang, kamu ngapain di sini? Aku tunggu kamu di parkiran daritadi nggak datang-datang," ucap Jenna ketika cewek itu berhenti tepat di samping Nando.
Sasya yang mendengar ucapan itu langsung memalingkan wajah. Rasanya sakit. Jantungnya kembali berdegup kencang saat ia menyadari ada orang lain yang memanggil Nando dengan sebutan seperti itu.
Seharusnya... tidak! Tidak boleh ada kata seharusnya lagi. Hubungan keduanya sudah berakhir, dan Sasya tidak boleh mengatakan jika seharusnya dirinya yang memanggil Nando dengan sebutan seperti itu.
Lucu sekali, ia masih saja mengharapkan jika hubungannya dengan Nando akan membaik.
"Lo ngapain ke sini? Bukannya tunggu gue di parkiran aja," jawab Nando setelah matanya tak sengaja melihat perubahan ekspresi Sasya.
Nando mengalihkan pandangannya pada Jenna yang kini menatapnya sebal. Cowok itu tak peduli, ia tak ingin membuat Sasya lebih sakit lagi melihat dirinya dengan perempuan lain. Tanpa menunggu lama, Nando menarik tangan Jenna dan meninggalkan Sasya pergi begitu saja.
Tanpa kejelasan, tanpa pamit, dan tanpa menanyakan apakah keadaan Sasya baik-baik saja atau tidak.
Sasya memandangi keduanya yang kini berjalan menjauh darinya dengan pandangan buram. Ia tak boleh menangis, Sasya harus bisa menahan tangisnya. Namun rasanya begitu sakit hingga Sasya tak mampu menahan tetes air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya.
"Kenapa, Nando?" bisik Sasya dengan suara parau.
Dan kembali, ia tersakiti lagi karena cowok yang dicintainya.
To be continued!
Hollaaaaaa!!! akhirnya gue balik lagi setelah sekian lama mengabaikan anak anak gue. wkwk maaf banget gue sibuk sama dunia nyata dan ga bisa masuk ke dunia wattpad selama ini. gue tau pasti pada kabur karena ini cerita udah lama ga dilanjut--terutama cerita gue yang lain. mulai sekarang gue usahain bakal update satu satu.
semoga suka!!
regards,
babybun40
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed [2] : Their Hurt
Teen FictionCerita ini kembali menyediakan kisah mereka; si kembar menggemaskan Austin dan Aurin, kakak-adik Sasya dan Reon, Cikha si gadis bermata abu-abu, dan Nando si pemuda dengan banyak tingkah lucunya. Cinta yang sudah melekat pada hati mereka membuat mer...