From the Beginning Until Now

310 18 0
                                    

From the Beginning Until Now
HM GadisHujan
.

"Kau bilang kita tidak lebih dari seorang teman. Lalu kenapa kau mencegahku pergi?" pria itu menaikkan nada bicaranya hingga membuat gadis di depannya menutup mata menerima hentakkan itu.
"Pie! Lihat aku!" ia kembali membentak dengan suara khasnya yang nyaris menghilang.
'Braakkk..' mobil hitam menghantam hebat pria bertubuh tegap itu. Ia sampai terpental jauh dan gadis dihadapannya menjerit begitu kencang saat ia melihat hal itu. Darah mengucur di kepalanya. Dan yang dilakukan gadis itu hanyalah menjerit menangis dan mematung di sana saat orang-orang mulai mendekati pria berlumur darah dengan nafas yang tersenggal membuat tangannya membentang seolah mengharapkan gadis itu mendekat.
"Kiiiimmm...."

'Degh!'
Mataku terbuka lebar karena suara dering ponsel yang begitu nyaring. Hingga menembus dinding mimpiku. Aku mengatur nafasku dan beranjak duduk lalu mengusap halus wajahku.
"Nona.. Kau bermimpi buruk lagi?" suara wanita paruh baya membuat aku terkejut.
"Ah, bi.. Sejak kapan bibi berada di sana?"
"Sejak semalam, Nona." tubuh rengkuhnya membungkuk, menandakan ia begitu menghormatiku yang masih diam di tempat tidur. Aku hampir lupa bahwa aku memang menyuruh bibi Inn untuk menemaniku dari semalam.

Aku kembali menatap diriku sendiri, dan ternyata mimpi, lagi. Aku beranjak mematikan dering ponsel yang entah mengapa alarm itu berbunyi tanpa aku setel ulang. Atau bahkan aku lupa bahwa aku mengaturnya semalam. Entahlah..
"Apa mama sudah bangun, bi?"
"Nyonya besar sudah pergi dari jam tujuh pagi, nona."
Aku semakin membuang nafasku panjang mendengar jawaban dari orang yang setia mengabdi pada keluargaku itu. Ia sudah cukup tua, tapi rasa hormat terhadap mamaku sangat besar dan itulah yang membuatku nyaman bersamanya.

"Nona.. Apa kau mau aku buatkan teh hangat?" suaranya kembali memecah keheningan.
Aku mengangguk dan ia membungkuk sekejap lalu berbalik dan keluar dari kamarku.
Mimpi itu.. Kenapa setiap malam aku memimpikan hal itu. Apa ini sebuah penyesalan? Aku hampir kehabisan akal sehat saat kepala ini selalu dipenuhi dengan pria yang saat ini hanya menjadi kenangan bagiku.

"Nona.. Sarapannya sudah aku siapkan."
"Ya, terima kasih, bi.."
Aku melangkah jauh dari meja rias dan membuka pintu kamar untuk keluar dari dalamnya. Seperti biasa, rumah ini selalu sepi. Rumah sebesar ini hanya memiliki tiga penghuni. Aku, mamaku, dan bibi Inn. Pengawal dan satpam biasanya tidur di rumah belakang yang cukup jauh namun masih tergabung dalam satu gerbang utama.
"Bibi tidak ikut sarapan?" tanyaku. Dia membungkuk sembari tersenyum simpul, "Tidak, nona. Jam sarapanku  masih dua jam lagi." jawabnya.
Aku tertawa, "Dua jam lagi? Apa itu lebih tepat disebut sebagai makan siang?"
Dia tertawa ringan dan tetap berdiri di samping meja makan.
"Kemarilah.. Sarapan bersamaku." ujarku hingga ia membulatkan matanya.
"Ah, tidak Nona, tidak.."
"Aku tidak menerima penolakan, bi." ujarku melipat kedua tanganku pada meja makan.
"Ah, Nona.. Jangan seperti itu." ia masih menolak dan enggan duduk bersamaku. Aku menatapnya agak dalam, hingga wajahnya menyiratkan kegelisahan dan beberapa detik kemudian ia memutuskan untuk menuruti perintahku. Bagus. Aku hanya ingin memiliki teman.

"Ayo makan, bi."
"Baik, Nona.." rengkuhnya.
Aku mulai menyendokkan nasi hangat itu dicampuri dengan sup kesukaanku. Kulihat bibi Inn masih sangat canggung dan kaku berada di kursi meja makan keluargaku. Meski kursi ini tidak ada yang menduduki melainkan aku dan mamaku, itu pun sangat jarang. Sangat jarang kami makan bersama.

"Nona.. Apa, kau akan kembali ke Seoul?" tanya bibi Inn membuatku menoleh dan berpikir sejenak.
"Emm.. Sepertinya tidak, bi. Aku akan menetap di sini saja." jawabku tanpa menatapnya. Pasalnya satu minggu lalu aku baru saja sampai ke tempat ini. Rumah ini. Aku tinggal sendiri di Korea selama dua tahun terakhir ini. Bukan tanpa alasan, aku menyelesaikan studyku di sana.
"Ah, ya.. Itu bagus, Nona."
Aku mengernyitkan dahiku, "Bagus kenapa, bi?"
"Setidaknya Nona akan sedikit lebih dekat dengan n
Nyonya besar." jawabnya. Aku terdiam, berhenti mengunyah makananku dan mencoba menelannya dengan susah payah. Wajah bibi Inn seketika berubah menjadi ketakutan, "Ah, nona.. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud.."
"Ya, tidak apa-apa, bi.." aku tersenyum simpul.

[NINE] KimPie LoveStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang