#2 Kara, Aldam dan Sheila

26 1 0
                                    

Kara terbangun karena Ara menyuntikan obat ke saluran infusnya. ia hanya menemukan Ara ketika membuka mata. Kemana Aldam? Apa lelaki itu kembali ke Sheila? Karena hari ini dan besok adalah jadwal Aldam bersama Sheila.

"Nyari Aldam ya Kar?" tanya Ara.

"hehehe. Aldam kemana kak?" Ara bertanya balik.

"katanya jemput Sheila. Nanti dia kesini lagi. Tadi dia mau bangunin kamu makan tapi kamunya nyenyak banget. Jadi kakak mau suapin kamu makanan selain masukin vitamin ini" jawab Ara panjang lebar.

"Kara gapapa kok Kak. Sini Kara makan sendiri aja" Kara mengambil piring yang ada di tangan Ara setelah berhasil duduk.

Ara tersenyum, Kara sudah jauh lebih baik ketimbang tadi pertama kali ia menemukan laporan bahwa adiknya itu ada di UGD ketika ia sedang ke kamar mandi. Mag Kara sudah terhitung kronis, sedikit saja ia telat makan atau salah makan maka gadis itu akan berakhir di UGD. 10 menit mereka habiskan sambil mengobrol ringan, pintu dibuka memunculkan Sheila dan Aldam.

"Hai Kara, eh ada Kak Ara" sapa Sheila. Sheila gadis yang ceria. Gadis yang sangat feminim dengan rambut panjangnya yang selalu di urai.

"Hai Shey. Nah beruhubung udah ada temennya. Kakak keluar dulu ya, mau balik jaga ke UGD" ucap Ara.

"gak usah kesini lagi kak. Istirahat aja kalau jaganya udah" ucap Kara.

"iya nanti kakak pulang, bunda mau ke kosan juga kok. Mungkin besok pagi kakak baru kesini ya" Kara mengangguk. Kemudian Ara berjalan menghampiri Aldam yang baru keluar dari kamar mandi dekat pintu keluar. "titip kara Dam. Nanti ada yang mau kakak omongin" kemudan Ara berlalu dari sana.

Aldam tau, update kondisi Kara. Di Jakarta ini, Kara hanya sendiri. Kedua orang tuanya sudah bercerai. Mamanya tinggal di Lampung bersama neneknya dan Papanya tinggal di Palembang bersama istri barunya. Kara tidak pernah pulang ke rumah mama atau papanya, ia memilih untuk menetap di sini. Aldam berjalan mendekat tapi ia mengurungkan niatnya untuk menghampiri keduanya, memilh untuk duduk di sofa yang terhalang tirai dari tempat tidur Kara. Aldam memejamkan matanya sebentar, sejak semalam ia belum tidur karena mengurusi laporan laboratoriumnya dan seharian ini ia menemani Sheila yang harus menyiapkan pesta ulang tahun adiknya. Aldam ingin beristirahat sejenak, sambil menunggu kedua wanitanya sedang mengobrol.

"Kenapa gak keluar aja dari organisasi itu sih Kar?" tanya Sheila.

"not that easy, tinggal 5 bulan lagi dan semuanya selesai kok" jawab Kara.

"kamu harus banyak istirahat Kar, harus banget. jangan sering masuk rumah sakit apalagi gak ngabarin om sama tante" Kara tersenyum, Sheila teman yang baik. Sejak SMP dan tidak pernah berubah. Bahkan ketika mereka menemukan fakta bahwa mereka sama-sama mencintai orang yang sama.

"tenang, aku terlalu excited aja kemarin" ucapnya.

"aku minta maaf ya"ucap Sheila pelan.

"maaf kenapa kamu gak salah Shey" respon Kara.

"harusnya Aldam yang bawa kamu ke UGD, bukan Reza. Harusnya yang gendong kamu dari lapangan ke parkiran itu Aldam bukan Reza, dan harusnya yang melukin kamu dan cemas nungguin di UGD itu Aldam bukan Reza" Kara tersenyum maklum, pasti Sheila tau karena Reza yang memberi tahunya. Kebetulan Reza merupakan sepupu jauh Sheila.

"Gapapa. Ini kan waktunya sama kamu. Lagian Reza aja yang lebay, aku gak semenyedihkan itu kok" ucap Kara.

"kamu bilang ke Aldam kalau Reza yang anter kamu?" Tanya Sheila.

"nope. Aku gak mau mereka berantem gak jelas lagi cuman gara-gara aku" jawab Kara. "jangan bilang ke Aldam ya Shey. Please" lanjtunya.

"iya tenang" ucap Sheila.

Obrolan mereka berlanjut tentang banyak hal. Beginilah Kara dan Sheila. Akan terlihat akrab seakan mereka tidak ada masalah. Padahal dibalik itu semua fikiran mereka berdua terpenuhi oleh siapa yang akan Aldam pilih. Terlebih Kara, mengingat kedua orang tua Aldam memilih Sheila dibanding dirinya. Tapi Sheila selalu meyakinkan Kara kalau mereka hanya perlu sama-sama berjuang.

Pukul 21.00 WIB. Barusan Mami Sheila menelfon, meminta gadis itu untuk pulang karena adiknya yang akan berulang tahun besok tiba-tiba demam. Jadilah Kara sendiri disini karena Aldam harus mengantar Sheila pulang. Ia menatap langit-langit rumah sakit, membayangkan bila nanti Aldam benar-benar memilih Sheila dan melepasnya. Apa ia akan baik-baik saja?

Hidupnya terlalu sempurna setelah Aldam hadir. Aldam tidak pernah sekalipun menyakiti nya dan selalu memperlakukan dirinya layaknya putri. Bahkan ketika setelah kejadian itu, Aldam tidak pernah berubah. Air mata Kara menetes. Ia baru saja kehilangan keluarganya, kehilangan rumahnya dan jika harus kehilangan Aldam, Kara tidak tau lagi apa yang ia punya sekarang. Waktunya hanya sisa 4 tahun lagi, setelah lulus dari Koassnya, ia akan pindah ke Jogjakarta dan menetap disana sendiri. Apapun keputusan Aldam dan bagaimana hidup nantinya, Kara akan tetap pindah kesana.

"Kalau bersedih sambil melamun, lo pasti gak akan sembuh besok" tiba-tiba suara Reza menyapanya. Ia terkejut Reza sudah datang dengan satu tempat makan.

"Ngagetin dong Za" kesal Kara.

"Ya elo, udah ah sedihnya. Nih tadi gue masakin bubur kesukaan lo, gue tebak. Lo

Mashed Up.Where stories live. Discover now