Kara tengah asyik mengerjakan tugasnya di kamarnya. Bi Inem, pembantu yang biasa menemaninya di rumah sedang keluar rumah ketika pintu depan rumahnya di pencet seseorang. Dengan hotpants hitam dan kaos abu-abunya, Kara berlarian membuka pintu depannya. Cukup terkejut karena Aldam hadir di hadapannya. Sepertinya ia tidak tidur semalam karena matanya nampak lelah. Kara tau, semalam ada yang mencoba menyakiti Sheila lagi dengan perlahan masuk ke kamar gadis itu dan menggoreskan pisau di tangannya. Aldam langsung ke rumah Sheila saat gadis itu menelfon sambil ketakutan padahal waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Dari mana Kara tau itu semua? Tentu saja dari Reza yang kebetulan sedang berada di rumah Sheila untuk suatu urusan dengan Papi Sheila. Oh ya tentang Reza, sudah terbukti bahwa bukan Reza karena setelah mengantar pulang itu Reza berada di rumah nenek nya.
"masuk Al" Kara mempersihlahkan Aldam masuk dan mengunci pintunya.
Tepat saat ia membalikkan badan, Aldam memeluknya erat. Kara cukup terkejut, tapi ia membalas pelukan lelaki itu. "Kenapa? Cerita sama aku" ucap Kara sambil mengelus punggung kekasihnya itu.
"maafin aku" hanya itu yang Aldam ucapkan.
"kamu gak salah. Kenapa harus minta maaf?" tanya Kara.
"karena aku bodoh. Dua minggu ini aku cuman bisa diemin kamu. Padahal kamu gak salah apa – apa" jawabnya.
Kara tersenyum ketika Aldam melepas pelukan mereka. "kamu kan lagi sibuk sama kesembuhan Sheila. Lagian dia butuh perhatian ekstra kamu kan? Aku gapapa kok. Aku selalu gapapa" walau nada bicara Kara normal tapi sesungguhnya ia menahan perih katika mengucapkan kata 'gapapa' itu. Kara hanya mencoba mengerti bahwa saat ini Sheila butuh Aldam lebih dari dirinya.
"Kar, stop saying your okay when you are not okay at all" tegas Aldam. Ia hanya ingin Kara jujur sekali tentang perasaan gapapa nya itu.
"aku harus bilang apa Al? Bukannya dihubungan ini aku dituntut harus selalu mengerti kan?" suara Kara mulai goyah. Ini ketiga kalinya mereka berada di situasi seperti ini, saat pertama kali kabar perjodohan itu terdengar, saat ulang tahun Sheila yang bertepatan dengan janji Aldam yang akan menemaninya melaksanakan operasi kecilnya dan sekarang.
"Kar.."
"Sheila lagi di teror Al. Kita gak ada yang tau siapa itu. Aku gak bisa bantu apa-apa selain berdoa. Aku gak mau Shey kenapa-napa. Selain karena dia temen baik aku karena dia juga pacar kamu. Aku gak mau kamu menyesal kalau sampe Shey kenapa-napa. Aku sama sekali gapapa ketika perhatian kamu 100% untuk Shey" Kara mencoba tersenyum. Ia hanya harus bersabar dan memahami keadaan. Sekali lagi, Kara harus bisa memahami keadannya.
"aku kesel sama kamu. Karena waktu itu kamu memilih untuk tidur dan nemenin Reza daripada bela aku. Aku tau aku kaya anak kecil tapi kamu ngerti kan Kar? Aku lagi panik. I was a mess" ucap Aldam. Ia menghapus sisa air mata Kara yang tidak sengaja jatuh.
"i was so sorry. Aku udah text kamu kan malam itu. Tapi kamu bales besoknya, aku tau kamu gak bawa hape. Dan setelah itu aku juga gatau harus gimana" ucap Kara.
"kamu harus tau satu hal. Aku sayang kamu, banget. aku tau kemana harus pulang. Jangan sungkan untuk dateng ke aku kalo aku butuh apa-apa" Kara hanya tersneyum tipis merespon ucapan Aldam barusan.
'rumah kamu dua Al. Kalau kamu lupa' hatinya berucap.
"aku lagi gak butuh apa-apa dan gak kenapa-napa. Tenang aja kamu gakusah khawatir" ucap Kara.
Pintu terbuka memunculkan sosok Reza dengan tentangan makanan favorit Kara di tangannya. "Karrrrr- eh ada monyetnya" ucapnya sembarang yang mendapat lemparan remot tv dari Kara.
"gak sopan Za" seru Kara.
"hehe sorry. Gue tau lo belum makan dari pagi karena Bi Inem lagi keluar kan? Makanya gue insiatif aja buat nganterin ini ke sini" ucap Reza meletakkan makanan di meja dekat situ.
"dah. Lanjutin lagi mesra-mesraannya. Jagain tuh kesayangan gue yang masih jadi cewe lo. Awas kalo dia nangis lagi" ucap Reza dengan santainya.
"Reza apaan sih. Pergi gak lo" Kara mendorong Reza agar keluar dari rumahnya. Ia tak ingin Aldam tersulut lagi emosinya.
"kalau ada apa-apa lo tau harus kemana Kar" ucapan Reza sebelum menghilang dengan motornya.
Kara kembali masuk dan membawa maknan itu ke kulkas untuk di simpan. Lalu ia menghampiri Aldam yang sibuk dengan handphonenya. Sepertinya Aldam tidak cemburu, huft, Kara kira Aldam akan cemburu seperti biasa ketika Reza menggodanya. Sudahlah yang terpenting lelaki itu disini. Kara duduk di sampingnya dan menghidupkan tv. Tiba-tiba tv dimatikan Aldam. Kemudian lelaki itu bangkit dan menarik tangan Kara. "ayo makan. Kita beli bahan-bahan di supermarket depan" Kara hanya menurut, menikmati waktu dengan Aldam sebentar tidak salah bukan? Bagaimanapun Kara ini masih berstatus pacarnya Aldam.
YOU ARE READING
Mashed Up.
Teen FictionOrang bilang tidak ada yang ikhlas bila hatinya di dua kan. tapi mengapa Kara dan Sheila bisa sama-sama menjadi pacar Aldam. bahkan mereka tidak pernah bertengkar berebut Aldam. semuanya mengalir begitusaja bagai air di sungai. tanpa penolakan. jika...