LUSI pov
note : sebenernya entah kenapa pas itu nulisnya jadi Lusi pov, dan pas mau upload baru sadar. tapi gakpapa lah ya, happy reading!
Seusai aku dan Nandira membeli jajan dikantin, kami berdua kembali ke kelas melewati lapangan basket. Biasanya jalan menuju kelas hanya melewati koridor kelas 11,tapi berhubung aku dan Nandira tidak ada kerjaan dikelas lebih baik jalan-jalan sekeliling sekolah.
Di jam istirahat tempat-tempat yang ramai bukan hanya kantin tapi juga lapangan futsal dan lapangan basket. Entahlah, perpustakaan disekolahku tak terlalu banyak yang minat. Mungkin Bu Indah (Penjaga Perpustakaan)pun hafal dengan murid yang datang kesana. Termasuk aku, hehe.
"Ra, kok itu dilapangan rame banget ya?" Tanyaku. Aku memang jarang sekali pergi ke lapangan basket untuk sekedar duduk manis dan menonton, tapi apa seramai ini orang-orang yang menonton dilapangan?
"Entah, liat kesana aja yuk!" Akupun mengikuti Nandira yang menghampiri lapangan.
Tak ada bola basket yang memantul disana. Yang ada hanya sebuah kerumunan, banyak sekali murid-murid yang ikut melihat kejadian itu.
Karena posisiku berada dipaling belakang, kakiku sedikit jinjit agar dapat melihat jelas siapa yang berada ditengah sana.
Ah, apa aku nggak salah lihat?
Langit? Kak Reza? Mustahil kalau Langit nyari gara-gara dengan Kak Reza yang sangat famous karena ganteng dan bad boy. Lagipula, untuk apa Langit disini? Dia bermain bola basket? Benarkah? Bukannya main bola bekel saja ia tidak bisa.
Membayangkan Langit yang bermain basket dengan wajah lugunya, membuat aku tertawa sendiri.
Ohiya, tadi pagikan pelajaran olahraga kelasnya bola basket. Mungkin sudah sedikit lebih jago.
Tersadar bahwa Nandira berada didepan dan aku tertawa sendiri, ternyata laki-laki yang berada disampingku tengah melihatku! Duh, malu sekali. Akupun kembali melihat keributan itu.
"Kalo salah ya salah!"
"Lo gak ngelihat kejadiannya atau gimana? Tanya aja sama yang lain!"
"Tanggung jawab dong, masih untung pacar gua gak sampe pingsan!"
"Awalnya gara-gara lo juga kan?Lo yang ngajak. Mana mainnya gak sportif. Gua jadi jatoh, bola jadi mantul kena kepala Sierra."
"Alesan!" Kak Reza yang sudah sangat terlihat emosi itu mengepalkan tangannya dan menonjok pipi kanan Langit. Aku yang melihat langsung membuat dadaku terasa sesak. Ingin menjerit namun untuk apa? Sungguh, aku benar-benar khawatir. Orang-orang disekitar ada yang berteriak berusaha untuk menghentikannya. Adapula yang menyemangati agar pertengkaran ini berlanjut. Bodoh.
"Gak mikir, berani-beraninya nonjok langit." Gumamku yang masih fokus melihat kearah sana, beberapa orang langsung melerainya. Mungkin sebelum tahu bahwa Kak Reza ingin menonjok langit mereka takut untuk melerainya karena merasa bahwa seorang Reza Ardiansyah bebas melakukan apapun.
"Ekhm..." aku menengok laki-laki yang berada disamping kananku. Tinggi tubuhnya sama persis sepertiku membuat tatapan kami langsung bertemu.
"Pacarnya ka Langit ya kak?" tanyanya, to the point. Pertanyaan itu sering kali kudengar,tepatnya satu tahun yang lalu. Tapi mana mungkin ia yang tak kukenal tiba tiba menanyakan pertanyaan kuno seperti itu. Apalagi, ia memanggilku dengan embel-embel kak. Berarti dia adik kelasku?
"Pacar? Bukan." Jawabku singkat. Lalu kembali melihat kedepan.
"Nama kakak Lusi kan? Kelas 11 IPA 3?" Tanya orang itu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lusi & Langit
Teen FictionBerusaha menjauhpun, Langit tetap ada mengawasi Lusi. #194 brokenheart, Mei. #22 friendshit, Mei.