Author POV
Hai-hai! Kembali lagi ke author POV ya... happy reading!
Kini, layar kamera Lusi tengah dilihat oleh Rafi, Nandira juga dirinya. Mereka semua asyik memerhatikan foto-foto tadi malam yang diambil dibalkon sebelum hujan deras secara tiba-tiba mengguyur mereka.
"Padahal, kemarin mainnya itu tanpa sengaja. Tapi lumayan asik juga ya." Ucap Lusi dengan tawa.
"Ya iyalah, siapa dulu yang ngajak." Rafi menepuk dadanya penuh angkuh.
"Kemarin nyampe rumah nggak dimarahin kan, Nan?" Tanya Lusi menghawatirkan sahabatnya karena sampai rumah jauh dari jam pulang sekolah.
Nandirapun menggeleng. "Nggak, biasa aja Ci. Malahan aku lebih seneng dirumah temen. Kalau dirumah, kayak bukan rumah." Ia berusaha tersenyum walau sangat terlihat senyum palsu.
Reflek, tangan Lusi merangkul bahu sahabatnya itu. "Gak boleh gitu, Nan. Bagaimanapun suasananya, itu tempat lo berpulang." Lusi mengucapkannya dengan senyum ceria berusaha menghibur.
Rafi yang biasanya bawel hakiki, seakan tahu keadaan sehingga ia lebih memilih diam ketimbang berkomentar atau bertanya-tanya.
"Kalian para ciwi-ciwi, pada bawa bekal makan gak?"
Lusi dan Nandira saling tatap, lantas menggeleng menjawab pertanyaan Rafi. Akhirnya Rafipun mengajak mereka berdua untuk segera pergi ke kantin sebelum benar-benar ramai karena bel telah berbunyi sejak 4 menit yang lalu. Kamipun bangkit dari tempat duduk dan berjalan keluar kelas melewati koridor yang lumayan ramai sampai ramai tak karuan.
Kantin Sekolah mereka memang bisa dibilang cukup luas, namun bukan berarti dijam-jam segini siswa-siswi dapat berjalan tanpa berimpitan. Nandira yang tingginya hanya sebatas bahu Lusi, membuatnya sering kali mengadu kesal karena badannya terlelap dengan orang lain. Mendengarnya, Lusi hanya tertawa. Sedangkan Rafi malah dengan senang hati mengatakan Nandira seperti bebel berjalan diantara jerapah. Padahal Nandira tak sependek itu. Perempuan itu hanya terdiam dengan lirikkan matanya pada Rafi yang sinis.
"Pada mau beli mie ayam nggak? Gue yang ke kantin mie ayamnya. Kalian yang nyari tempat duduk." Tawar Lusi pada kepada dua orang disampingnya.
"Gue aja deh. Tapi ongkir ya sepuluh persen." Kata Rafi dengan sebuah cengiran. Nandira memutarkan bola matanya jengah, namun tetap memberinya upah ongkir.
Di Kantin yang ramai ini, nyaris tak terlihat satupun bangku yang kosong. Lusi dan Nandira hanya menengok ke segala arah sibuk mencari membuat orang-orang yang ingin melewat terhalang dengan mereka berdua. Hingga akhirnya tak jauh dari posisi kedua perempuan itu, ada yang melambaikan tangan memanggil mereka untuk bergabung dimeja mereka.
Lusi dan Nandirapun menghampiri meja Farhan dan Niko.
"Kalian udah makannya?" Tanya Nandira, basa-basi.
Niko menggeleng, lalu menunjukkan piring siomaynya yang baru separuh habis. Tak lama, ia langsung mengambil sebuah tas kecil yang berada disampingnya. Laki-laki beralis tebal itupun mengeluarkan dua souvenir dari dalam tas kecil barusan.
"Kemarin papa baru pulang dari Korea. Ini ada oleh-oleh buat kalian, walau gak seberapa sih." Ucap Niko seraya memberi dua plastik kecil pada dua perempuan dihadapannya.
Dengan antusias, Lusi langsung membuka plastik bertulisan huruf-huruf Korea yang tak ia mengerti itu. Rupanya gelang yang berwarna biru navy. Iapun memakai gelang tersebut, sangat cocok dipergelangan tangannya. Apalagi biru navy merupakan warna kesukaannya.
"Wah, makasih banyak loh. Warnanya gue suka lagi." Lusi berterima kasih yang dibalas anggukan dan senyuman dari Niko. Farhan yang sejak tadi hanya sibuk dengan makanannya langsung mendongkakkan kepalanya, memerhatikan gelang yang dipakai sahabat perempuannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lusi & Langit
Novela JuvenilBerusaha menjauhpun, Langit tetap ada mengawasi Lusi. #194 brokenheart, Mei. #22 friendshit, Mei.