"Han, Lusi mau cerita." Ucapku sambil senyum sumeringah. Entah kenapa jika dihadapan Ayah, Ka Leo dan An pasti aku menganggap diriku seperti adik. Atau, maksudku kekanak-kanakkan.
"Gak jualan, ci." Jawab An dengan santai. Untung cakep. Kalau gak, pulang aja mendingan.
"Ihh, serius!" aku membalasnya sambil sedikit mencubit lengannya.
"Eh,eh. Aduh, iya iya. Cerita deh cerita." ia antara meringis kesakitan dan tertawa.
Dengan detail, aku menceritakan kejadian dimana hari itu aku jatuh pingsan dan Langit ditonjok ka Reza.
Anehnya, sorot mata An sangat sangat biasa saja mendengarkan ceritaku. Biasanya, segaring apapun pasti ia akan tertawa."Lu kenapa sih diem aja? Atau udah tau ceritanya?"
"Iya, udah." ia menyengir tanpa dosa.
"Yaudah, lupakan yang itu. Tapi yang satu ini paling hot han!" ibu jari dan jari telunjukku membentuk huruf O.
"Tadi aku dianter ke sekolah sama Langit! gila gak tuh!" seruku.
"Terus Lusi seneng?"
Aku terdiam. Aku sendiri, tidak tahu. Separuh ada rasa senang tak karuan. Namun dilain rasa, terkadang aku menyesal jika kenanganku bersamanya bertambah.
Aku mengangkat bahu, tak tahu.
"Yeh gimana sih gak tau sama perasaan sendiri. Gimana tau perasaan orang lain?" Ucap An dengan wajah kalemnya.
"Oh mulai nih bijaknyaaa?"
Terdengar suara bahwa pintu studio tempatku menonton film telah dibuka. Kami berduapun langsung masuk kedalam dengan pop corn ditangan kananku. Kali ini Lusi yang beli. Kan gak enak kalau An yang jajanin semuanya, dikira aku ini apa?
Film dengan durasi dua jam itupun akhirnya berakhir. Sebelum pulang, aku mengajak Langit untuk pergi ke toko buku. Sekedar melihat-lihat. Belinya lain waktu. Hehehe.
"Wih best seller nya baru lagi tuh, An!" Aku menunjuk salah satu rak yang menyusun buku-buku best seller.
"Shtt!" Tiba-tiba saja An menutup mataku dengan kedua tangannya. Lantas menuntunku entah kemana.
"Ih apaan sih! Buka gak!" aku berteriak sambil mencobma menyingkirkan tangan An dari wajahku.
"Diem dulu!" Laki-laki ini masih menuntunku pergi.
Tak lama kemudian, ia pun menarik kembali tangannya. Rupanya ia membawaku keluar dari toko buku.
"Kenapa sih? Gak mau kesana? Bilang aja kali. Kan malu dilihat orang, An." Omelku.
"Pokoknya ada sesuatu. Udah lupain aja. Jangan disini deh, bahaya. Pulang aja mau?"
Akupun mengangguk.
"Makasih ya An,"
[•]
Sekarang merupakan malam minggu. Aku hanya bersantai-santai didalam kamar sambil memainkan handphone. Karena benar-benar merasa bosan, sampai-sampai semua snapgram telah aku buka.
Ah, iya! Aku belum melihat snapgramnya. Dia yang seluruh notifikasinya kumatikan. Namun, tetap saja. Kalau aku penasaranpun aku tetap membukanya dengan sengaja.
Kebetulan banget Langit bikin snapgram. Lihat jangan, lihat jangan? Sudahlah.
Lihat!
Sebuah foto dimana memperlihatkan tumpukkan buku pada rak. Ya, ia berada di toko buku. Tapi, kenapa sepatunya tampak lebih kecil? Warna merah muda pula?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lusi & Langit
Novela JuvenilBerusaha menjauhpun, Langit tetap ada mengawasi Lusi. #194 brokenheart, Mei. #22 friendshit, Mei.