13. Laut

2.1K 367 43
                                    

Hubunganku dan Kara sejak kami resmi pacaran itu sudah berjalan 5 bulan. Kara sekarang tidak ngekost, tapi tinggal bersamaku di rumah Abang. Atas persetujuan Bang Damar tentu saja, dan kami pisah kamar! Jadi... jangan mikir macem-macem.

Tinggal bersama membuatku punya lebih banyak waktu memikirkan Kara dan ngobrol bersamanya ketimbang melamun tidak jelas memikirkan orang yang belum tentu mengingat namaku.

"Dri, yuk berangkat!"

"Abisin teh angetnya dulu, Kar!" Kataku sambil meminum teh hangat milikku.

Kara melakukan hal yang kusuruh, setelahnya ia membawa dua gelas kosong tersebut ke dapur sementara aku berjalan ke luar.

Pagi ini, eh... subuh ini, Kara bersama teman kelasnya dan beberapa dosen akan pergi ke sekitaran Banten katanya sih, entah parktikum apa, aku kurang mengerti. Yang jelas, ia harus kumpul pukul 4 pagi di kampus.

Ketika Kara mengunci rumah, aku menyalakan mesin motor yang sebelumnya sudah kupanaskan kemudian menjalankannya melewati pagar rumah. Kara menutup gerbang dari luar, baru ia naik ke boncenganku.

"Dri???" Panggilnya saat aku mulai menjalankan motor.

"Kenapa? Ada yang ketinggalan Kar?"

"Eh? Engga!"

"Ohhh, apa dong?"

"Makasi yaa, udah mau bangun subuh-subuh buat nganter aku praktikum!" Ucapnya terdengar tulus, dan tentu saja... terasa pelukan di pinggangku makin erat.

"Iya, sama-sama."

"Kamu tau? Semenjak sama kamu aku ngerasa punya kehidupan tauk!"

"Kenapa sih bilang gitu terus?" Tanyaku.

"Yaa abisss... gimana ya? Kamu bolehin aku kerja, yang artinya kamu ngajarin aku tanggung jawab untuk diri sendiri. Terus, kamu gak pernah marah kalau aku punya temen kerja kelompok cowok, kamu bahkan bolehin aku nongkrong dan ngobrol sama siapapun. Aku merasa lebih hidup sekarang." Jelasnya.

Aku tersenyum mendengar itu. Cara Kara menjelaskan, aku mengandaikan kalau ia sebagai burung. Aku memberinya sayap, ia bisa terbang ke manapun yang ia suka, hinggap di mana saja yang dirasa menarik. Dan... ketika malam sudah muncul, ia akan kembali ke sarangnya, bukan hanya untuk istirahat karena seharian bertamasya, tapi juga untuk perlindungan dari pemangsa di malam hari.

Ahh, memikirkan burung membuatku teringat dengan si Ahli Burung; Kak Aila. Orang yang bahkan tak tahu kalau aku ada dan ingin masuk di kehidupannya.

"Soalnya hidup kamu kan kuasa kamu, Kar."

"Makasi yaa!"

"Jangan makasi sama aku, Kar."

"Terus sama siapa dong?"

"Sama Dia, kan dia yang bawa kamu."

"Selama ini kita manggilnya selalu Dia, boleh gak sih diganti? Kita kasih nama gitu, Dri!" Usul Kara.

"He's not an alter, Kar. Dia gak punya nama, personlity atau apapun, he's just a voice."

"Ya biar gampang gitu maksudnya."

Kalo mau ngasih nama, aku setuju, dan aku bakal milih sendiri; namanya Laut. Gimana?

Hah? Apaan jangan laut ah, rancu!

"Dia mau dipanggil Laut, Kar!"

Hahah setuju juga!

Gak baek nawar-nawar nama orang!

"Oke, Laut! Bilang sama dia, terima kasih."

Denger kan?

Iya denger, bilangin dong... sama-sama Kara yang cantik!

Dunia Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang