I never know my heart could beat so fast like right now. I wonder if it is time for me to get laid, considering the fact I never get laid before. Ya, boro – boro getting laid. Pacaran aja gak pernah, apalagi dekat dengan seseorang secara special. Tapi hari ini aku merasa kembali ke masa SMA yang cukup penuh cerita. I mean, of course, first crush, first love.
Tadinya aku ingin kembali ke CBN, tapi apa daya maag ku yang kambuh secara luar biasa membuatku memutuskan pergi ke satu tempat di Cikini. A unique place, indeed. Tertutup oleh gerbang yang didalamnya ada coffee shop yang Vietnam drip nya enak banget dan makanan Vietnam yang sangat cukup untuk memenuhi perutku yang sakit dan kelaparan. Belum lagi, mereka menyediakan space untuk duduk dan menggunakan laptop. A favorite place. Tempat yang aku kunjungi untuk sekedar beristirahat maupun bekerja. Yang bisa aku kunjungi setelah mendapatkan ijin dari Pak Putra, atasanku.
Tapi kali ini bukan Vietnam drip atau semangkuk Pho yang membuatku bersemangat. Sebuah kebetulan yang menurutku terlalu sempurna. Abyasa, senior ku di kampus. Tiga tahun diatasku. Sebuah legenda yang ternyata mengingatku dan mengajakku makan siang bersama. I mean, Jakarta memang luas tapi Jakarta Pusat terlalu sempit ternyata. Seperti yang dibicarakan banyak orang, ia adalah seorang staff ahli kementrian luar negeri yang dielu-elukan karena kecerdasan, kepintaran dan ketampanannya. Muncul di televisi, ia juga ahli dalam strategi. Aku tidak tahu dengan detailnya, tapi ia selalu seperti itu. Sejak kuliah.
Abyasa adalah sebuah cerita panjang lainnya di masa kuliah. Aku mengenalnya sebagai DC, disciplinary committee. Ketika kampus lain memiliki senior yang galak abis saat orientasi, di kampusku kami memiliki bagian khusus bernama DC. DC adalah spesies – spesies galak yang menyebalkan dan selalu berkata, "fast" ketika kami berjalan namun tiba – tiba menjadi shining armor in the afternoon buat banyak orang yang tiba – tiba pingsan ataupun sakit. Dan Abyasa adalah senior yang menjadi salah satu DC saat orientasi hari itu. Well, banyak mahasiswa baru yang kagum melihat dia langsung mengangkat siswa yang pingsan ditempat. Wajahnya yang tegas membuat orang semakin melihat karismanya.
The first words I remember was, "Are you okay?" kepadaku yang menderita anemia dan maag sekaligus. Momen yang tidak berlangsung lama karena dia langsung menjalankan tugasnya kembali meninggalkanku dengan hati yang berdebar – debar. He is that cool guy, you know. Dan berakhir dengan aku memberikan surat cinta yang memang diwajibkan untuk dibuat kepadanya. Plus my innocence lips yang diwajibkan pula.
"Makan siang jam segini?" tanyanya kepadaku dengan menunjukkan jarum jam yang menuju ke angka 2. Aku meringis dan mengangguk. "Tau lah, lagi hectic banget soalnya,"
"How about your maag?"
"Sudah mulai terbiasa dengan telat makan tapi tentu saja aku selalu bawa ini," ujarku menunjukkan obat maag dari tasku.
"I'm going to eat this, don't worry,"
"Kebiasaan, kamu harus memaksakan diri untuk gak telat makan, Hanum" balasnya yang kujawab dengan tawaan.
"I know, but I don't have time. Gak tiap hari gini juga kok," jawabku yang membuatnya menatapku dengan raut wajah yang membuatku merasa ia mengkhawatirkanku. Tapi kutampik pikiran itu jauh – jauh. Don't fall into a false hope.
"Do you like your work?" tanyanya.
"So-so, but I enjoy it," jawabku secara jujur.
"Jadi kamu sekarang masuk ke dunia jurnalis. Aku tidak menyangka, loh,"
Aku menganggukkan kepala setuju, "Same here. Tidak ada yang menyangka,"
Dulunya aku menjalankan masa magang di UNHCR di Jakarta sebagai seorang staff. Masa magang yang menyenangkan, dan penuh drama. Semua orang mengira aku akan fokus ke dunia politik, setidaknya low politik seperti bergabung dengan ASEAN atau malah masuk ke dunia defense Indonesia. Tapi nyatanya tidak semudah itu. When you need to list out your priority, it also mean your opportunity. Sebuah cerita panjang yang berakhir dengan aku menjadi seorang jurnalis.
"Kamu sendiri? A big one. Big shot. Bagaimana pekerjaanmu?" ucapku sembari menyuapkan Vietnamese roll yang menjadi appetizerku siang ini. A note, walaupun maag ku sakit, aku masih bisa makan dalam porsi yang cukup besar.
"It truly fun. Working behind and on scene Ada banyak hal yang dipelajari dan jauh banget dari perkiraan."
"Senang dengernya. Sedikit banget dari anak HI yang berakhir di dunia politik yang sebenarnya, right?"
"Tapi setidaknya jurnalisme juga termasuk low politik kan? Dibandingkan tidak berhubungan dengan politik sama sekali. I always see you with your big passion in politics,"
"Old times. Untuk sekarang aku mencari sesuatu yang aman. Hectic tapi masih dalam range yang cukup,"
"Hanum, you have plenty of time,"
Aku tersenyum kepadanya, "Tentu saja, lihat saja kedepannya. Toh, jurnalisme juga menarik dan menantang. Seperti tadi aku berbicara dengan tim kontra yang sangat berapi – api. Menyenangkan sekali,"
Abyasa menaikkan senyum mendengar ucapanku yang jujur, "Kamu sedang cover masalah RUU Pencegahan Kekerasan Seksual ya?"
"Ya, begitulah. Semoga aja bisa berjalan dengan lancar. I truly hope the law will pass,"
"Aku juga,"
"By the way, kita ketemu setelah lama banget ya. I just realized it. Lima tahun loh, udah lama banget,"
Ia mengangguk, "I know. Aku senang banget ketemu kamu lagi, Hanum. Sungguh," ucapnya lagi yang berhasil membuat jantungku berdebar sekali lagi. Enam tahun lalu menjalani sebuah lomba karya tulis ilmiah bersama, dan tahun kemudian ia sibuk mengurusi skripsi lalu lulus dari kampus.
Pho yang kutunggu sudah datang dan ia sibuk menyesap kopinya.
"Kamu gak sibuk, Aby?"
"Kita udah lama gak ketemu, gak mungkin aku langsung pergi aja lihat kamu. Lagipula laporan yang harus kukerjakan sudah selesai, thanks to my coffee.
Sekali lagi kuingatkan, Abyasa berhasil membuatku tersenyum lebar. Bertemu seseorang yang kamu sukai di masa lalu itu benar – benar sebuah ujian yang sulit. Aku yakin sekali kepalaku ini sedang merekam wajah dan ekspresinya dihadapanku dan untuk kali ini, aku tidak akan membenci otakku yang melakukan pekerjaannya secara berlebihan itu. It'll be good to have a memory of him plays out in my head all night. I won't mind it at all.
"Hanum, mau minum kopi lagi besok?" ia menawarkan sebuah pertemuan lagi. Sesuatu yang tidak aku bayangkan akan terjadi, namun terjadi. Aku mengangguk dan tersenyum, "Sure,"
"Aku akan jemput,"
Aku tertawa kecil, "You are a busy man, Aby. You sure you have time for that?"
"Why not? If it is you, Hanum,"
KAMU SEDANG MEMBACA
In Front and Behind [discontinue]
Ficción GeneralAdiratna Hanum Kemala, seorang jurnalis yang memendam cita - citanya dalam dunia politik bertemu dengan Abyasa Bagaskoro, seorang staff menteri luar negeri muda yang memiliki kemampuan tinggi di bidang politik. Sebuah pertemuan yang kebetulan mempe...