Prolog

72 27 13
                                    

Mentari memancarkan sinarnya, suara hujan rintik-rintik, embun di pagi hari, angin meniupkan dedaunan, perihal hati yang kadang merindukan sesorang, menanti rembulan datang menutupi langit yang cerah, langit berubah hitam, lampu memancarkan sinarnya, lelah dan terlelap hingga hari esok.

Hari esok hadir bagaikan kenangan indah yang hilang seperti daun yamg tertiup angin.
Yang ikatannya mati dan hanya akan terukir di batang pohon tua nan indah.

Namamu, iya hanya namamu yang terukir di hati ini. Walau satu kata pun tak pernah terukir dari mulutku. Maka kamu hanya perlu tau saat ini, aku hanya mencintaimu saat ini dan selamanya.

Maretha Putri Azalika

Kamu tau Tha? Kamu seperti kelinci, hatimu baik bak suci seperti air wudhu. Yang walau tingkahmu menyebalkan dan mengherankan.
Tapi tingkah dan kebaikanmu telah merubah kepribadianku yang buruk menjadi baik.

Aku tau Tha. Kamu mencintaiku seperti aku mencintaimu. Layaknya bidadari suci yang menanti pangeran kayangannya, laksana pelangi yang muncul nan indah dari langit.

Walau kamu tak pernah meukir namaku di mulutmu, aku bahagia. Mengapa? Karena tidak semua rasa harus di ukir bahkan di ucapkan dengan kata-kata.
Karena aku juga tau cinta itu bukan di nilai dari seberapa banyak ungkapan cinta, tetapi di nilai dari ketulusan dan pengorbanan cinta dan rasa.

Triangga Welsan Wijaya

Privat and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang