VI

26 6 5
                                    

Hal itu terbawa dalam tidurnya, wajah Winston terpampang jelas di mimpi serta ketika mereka semua menolak ajakannya. Ezra terbangun dengan suasana hati yang buruk, terlebih lagi ia terlambat bangun dan hari telah petang. Ia harus ke kafe, tapi di sisi lain ia ingin kembali terlelap agar bisa melupakan semua hal yang terjadi hari ini. Dirinya sedang bimbang. Ia tidak bisa bekerja tanpa mereka, tapi ia juga tak bisa menolak tawaran itu. Ia merasa harus melakukannya, ia merasa dilahirkan dan ditakdirkan untuk itu. Walau menjadi agen bukanlah pekerjaan impiannya, namun ia sadar bahwa seiring waktu keinginan untuk selalu berkeliling dunia sambil menangkap orang jahat kian memuncak. Ia bisa saja mencari anggota baru, tetapi takkan ia lakukan. Ia tak mau meninggalkan adiknya, dan jika mereka tak bisa menjadi agen lagi maka Ezra pun takkan meninggikan egonya.

"Ja? Sudah bangun?"

Ezra menoleh saat panggilan dari adiknya terdengar. Seketika bayangan akan kematian kedua orang tuanya membanjiri ingatan, membuat pria itu semakin tak mau meninggalkan keluarganya yang tersisa itu.

"Mau makan?" tawar Ayldina. "Aku tadi sudah mengizinkanmu sakit pada bos, jangan khawatir."

"Oh ya?" balas Ezra. "Aku baru mau memintamu melakukan itu."

"Jangan terlalu dipikirkan. Ayo bangun, akan kubuatkan minuman hangat."

Ezra menurut, Ezra selalu menuruti adiknya. Bahkan ia lebih menuruti wanita itu sejak kepergian ayah dan ibu. Dendamnya pada Andreas seakan tak pernah padam. Ia selalu takut adiknya akan pergi juga, walaupun mereka selalu bersama setiap waktu.

Di mana ada Ayldina, di situ ada Ezra.

Saat hendak mengikuti adiknya ke dapur, ia mendengar kegaduhan dari ruang tamu. Langkahnya ia belokkan menuju ke sana dan mendapati mereka ada di sana, sedang tertawa dan saling menertawai. Ezra yang terkejut hanya berdiri mematung sambil bertanya-tanya alasan mereka ada di sini.

"Sudah bangun?" sapa Leonar sambil menyunggingkan senyum.

"Apa ... yang kalian lakukan di sini?" sahut Ezra kikuk.

Ligia menjawab, "Katamu kau butuh bantuan kami?"

Ah, sialan memang.

"Aku mati-matian meminta izin pada pelatihku, tau!" celetuk Dirga.

"Ayolah, jangan memasang muka melas begitu!" goda Reijess sambil menertawakan ekspresi terkejut campur haru Ezra. Merasa kesal, Ezra mengambil senapan di laci bawah bifet lalu menarik pelatuknya—seakan memberitahu mereka bahwa bitch, I'm mad.

"Whoa whoa, santai!" tutur mereka hampir bersamaan. Ezra tertawa, kemudian mengembalikan senapannya dan menghampiri mereka.

"Terima kasih sudah datang. Aku speechless," ujarnya.

"Santai saja." Dirga mengacungkan dua jempol.

"Winston sudah menelepon?" tanya Reijess yang kemudian dijawab gelengan oleh Ezra.

Bersamaan dengan itu, Winston menghubungi Ezra dan Ayldina kembali dengan nampan berisi 6 gelas minuman. Ezra menepi untuk menerima telepon itu.

"Halo?" ucapnya.

"Bagaimana jawabanmu?" Winston tak berbasa-basi.

Ezra mengepalkan tangannya. "Kami menerima."

"Bagus."

Panggilan berakhir. Ezra menautkan alis. Sudah? Begitu saja?

TOK TOK

Ayldina beranjak untuk membukakan pintu. Winston berdiri di sana dengan sebuah berkas di genggamannya. Ia langsung masuk dan meletakkan berkas itu di meja.

"Catatan kriminal Weymund dan Danish," tuturnya. Ia menoleh pada Ayldina. "Tutup pintunya."

Ezra yang masih berdiam diri di tempatnya akhirnya menghampiri mereka, mengamati tulisan yang tertera di sampul berkas tersebut lalu meraihnya. Ayldina berdiri di samping Ezra setelah menutup pintu, ikut membaca isi berkas itu.

"Aku akan terus memberi kalian lokasi terbaru mereka. Persenjataan yang kujanjikan sedang dikirim, kuharap Ganesha sudah menyiapkan sendiri." Pria itu melirik Reijess yang kemudian mengangguk.

"Mereka akan mulai bergerak besok pagi. Saat ini timku sedang berusaha memblokir jalan, jadi kuharap kalian siap besok."

Ezra menyerahkan berkas yang ia bawa pada teman-temannya. "Jika mereka bergerak lebih cepat dari perkiraan?" tanyanya pada Winston.

"Kalian pergi saat itu juga."

Ezra mengangguk paham.

Winston kemudian menyerahkan selembar kertas pada Ezra. "Ini cek setengah bayaran kalian. Aku tak tanggung-tanggung memberi setengah sebagai uang muka, kuharap kalian tak takut mati."

Ezra membelalak kaget ketika membaca nominal yang tertera. Rupanya pria itu benar-benar memberi 3x lipat dari gaji mereka di CIA dulu.

"Semua informasi yang kalian butuhkan ada di sana." Winston menunjuk catatan kriminal yang dibawa Reijess.

"Sampai bertemu besok lusa."

***

The Road Runner [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang