1. Penolakan Pagi

194 18 10
                                    

ARVAN

______________________________

"MAU kemana lo?"

"Biasa." jawabnya sambil mengangkat kotak bekal yang berisi nasi goreng yang ia buat pagi tadi.

Gadis berdarah sunda itu menghela nafas ketika sahabatnya sudah berjalan keluar kelas. Sudah sering kali ia peringatkan, namun sahabatnya itu masih saja kekeuh untuk melakukan hal itu.

"WOI! Kenapa lo? Bengong aja," seru gadis berkulit putih pucat yang baru saja tiba.

"Tuh, si Vanya tetep kekeuh dibilangin," keluhnya.

Safira mengelus dadanya mencoba sabar akan tingkah Vanya yang masih saja susah dibilangin. "Ya udah, kita cuma bisa lindungin si Vanya aja." Safira mendudukkan bokongnya di bangku miliknya. Gadis itu lantas mengeluarkan tugasnya yang semalam belum sempat ia selesaikan.

Vanya sesekali tersenyum membalas sapaan para murid di sekolahnya. Sudah bukan hal baru lagi, jika Vanya sang Ketua Ekskul Modelling berjalan di area kelas XI-IPA 3, apalagi jika bukan untuk menghampiri sang Badboy SMA Kusuma Bangsa.

"Pagi, Arsen." sapanya saat sudah berada di hadapan Arsen Erlago yang sedang bermain game dengan headseat yang melekat di kedua telinganya.

Arsen menatap datar cewek yang sedang tersenyum manis di hadapannya. Tak membutuhkan waktu lama, tatapannya kembali pada layar handphone nya yang menampilkan sebuah game yang sedang booming akhir-akhir ini, Freefire.

"Ih cuek banget, sih. Nih, aku bawain nasi goreng ekstra tomat kesukaan kamu." ucapnya kembali.

Arsen melirik sebentar kotak bekal berwarna biru itu, lalu memanggil sahabatnya yang sedang berkutat dengan PR Kimia. "Cak, lo ambil nih. Lo belum sarapan kan?" Arsen beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar kelas.

"Cak-Cak gue Gerald!" seru Gerald mencak-mencak karena Arsen memanggilnya Cak yang artinya Wicaksono-- nama panjangnya. Entah mengapa ia sebal saat dipanggil seperti itu oleh teman-temannya, padahal nama panggilannya itu Gerald. "Wih, pagi-pagi udah dapat nasgor gratis. Makasih ya neng Vanya, gue doa-in bang Arsen cepet peka," tangannya bergerak mengambil kotak bekal di meja Arsen.

Vanya berdecak sebal, gadis itu memandang sinis Gerald yang dengan lancangnya sudah memakan bekal yang seharusnya untuk Arsen. Ia lantas berdiri dan berlari mengejar Arsen.

"Arsen! Kok kamu pergi, sih. Kenapa? Gak nyaman ya karena ada aku?" tanya-nya kala berhasil mencekal tangan Arsen.

"Iya, tuh lo nyadar."

Jleb. Arsen itu kalau ngomong suka nggak disaring. Udah irit, sekali ngomong langsung nyelekit. Vanya memejamkan matanya, membuka lubang hidung besar-besar lalu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Sabar, sabar.

"Maaf deh. Emm... kamu mau gak nanti pulang sekolah makan bareng di restoran mama aku?"

Oke, ini gila. Ia menyadarinya, berani sekali ia mengajak cowok makan bersamanya. Padahal, kodratnya ia yang diajak makan oleh sang lelaki.

"Enggak."

"Please, yayaya? Aku traktir, kok."

ArvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang