8. Kekecewaan

16 1 0
                                    

ARVAN

VANYA tersenyum lebar ketika motor besar Arsen memasuki area sekolah. Pagi ini gadis itu berniat memberikan tiket nonton di bioskop. Ada film layar lebar baru yang baru saja dirilis seminggu lalu. Hal itu tentunya harus dimanfaatkan Vanya untuk mendekati Arsen.

Arsen mengacak rambutnya kasar setelah melepas helmnya. Beberapa gadis yang baru saja memarkirkan motor di sebelahnya lantas saja langsung berbisik-bisik sembari menatapnya kagum. Pemandangan yang membosankan, baginya.

Vanya dengan cepat menghampiri Arsen. Kabar putusnya Arsen dan Mauren memang sudah tersebar luas. Dan sebutan playboy makin melekat dalam diri Arsen. Namun, Vanya tidak memedulikan hal itu, ia cinta Arsen apa adanya.

"Arsen, aku ada tiket nonton buat kamu. Nanti pulang sekolah kita nonton bareng, ya?" ujar Vanya dengan penuh semangat.

Sementara Arsen hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia pun mengambil tiket tersebut dan melihat judul film yang akan ditonton. Basi, gue udah nonton juga, batinnya. Ia baru saja menonton film itu dua hari lalu bersama Mauren.

Arsen menatap wajah Vanya yang penuh harap. Ia kemudian tersenyum miring, bermain-main sedikit sepertinya tidak apa-apa. "Oke, pulsek."

Vanya memekik pelan tidak menyangka bahwa Arsen akan menerima tawaranya. Biasanya cowok itu hanya bisa menolak dan membuang barang-barang yang ia berikan. "Aku bareng kamu ya?"

Arsen kembali pada wajah datarnya, "Ogah. Ngelunjak, ya, lo. Ga tau diuntung." Setelah mengucapkan hal itu, Arsen pergi tanpa berpamitan pada Vanya.

Hati Vanya tentu saja sakit, kalau tidak mau ya sudah. Biar ia berangkat sendiri. Tidak usah berucap sekasar itu. Bagaimanapun dia perempuan yang tidak suka dengan ucapan kasar.

***

"Saf, lo tau gak! Arsen nerima tawaran nonton gue!" ucap Vanya mengagetkan Safira yang sedang sarapan. "Heh, bikin kaget aja lo! Ga ada suara tiba-tiba nongol samping gue. Untung gue gak ada penyakit jantung!" omel Safira.

Vanya cengengesan, "Lagian lo masih pagi juga bekal udah dimakan!"

"Ga sempet sarapan. Abang gue noh, gilak emang! Gue belum makan udah disuruh cepetan aja. Dan lo tau alasannya dia mau jemput cewenya setelah ngantar gue!" Safira menekan-nekan nasinya dengan perasaan jengkel. Bisa-bisanya kakaknya mementingkan pacar barunya ketimbang adiknya sendiri.

Vanya ngakak, sudah sering Safira curhat tentang kakaknya yang selalu menduakan dirinya. "Kasian banget lo, hahahaha!" Safira mengaduh ketika tangan Vanya memukul bahunya. Kebiasaan! Gadis itu pasti akan menjadikan seseorang di sampingnya samsak ketika tertawa.

"Ketawa lo b aja dong! Jangan guenya dipukul begini juga!"

Tawa Vanya mereda, "Hehehe, maap maap. Oke fokus! Jadi Arsen nanti pulsek bakalan nonton sama gue. Aduh, Safff!! Gue udah ga tau mau ngomong gimana lagi! Gue bahagia banget!"

"Yakin lo dia ga ada rencana apa-apa? Biasanya dia juga nolak semua tuh usaha lo."

Bibir Vanya maju mendengar pernyataan Safira yang terlalu gamblang. "Ah, lo jahat banget sih sama gue, Saf! Ga usah disebutin juga kali."

"Repot gue ada temen baperan amat! Gue curiga aja Vanya sayang, kok dianya nerima dengan semudah itu kalau gak ada apa-apanya." Safira menutup kotak makannya dan fokus pada Vanya, ia khawatir dengan sahabatnya itu.

Febby memasuki kelas dengan segala kehebohannya. Kelas pun sudah mulai ramai dikarenakan bel akan segera berbunyi. "Saf, Van!" sapa Febby.

Vanya hanya termenung memikirkan perkataan Safira yang mungkin ada benarnya juga.

***

Gerald tiba di kelasnya dengan napas terengah-engah, ia baru saja kejar-kejaran dengan Putra karena sebuah Pop Ice. Pop Ice itu berasal dari fans Putra, tapi Gerald sudah menghabiskannya sebelum Putra meminum es tersebut.

"Gerald gila lu ya! Balikin minuman gue, njir!" teriak Putra dari kejauhan. Gerald panik takut kena bogem maka langsung bertekuk lutut di tengah pintu kelas sembari menyatukan kedua telapak tangannya memohon ampun. Aneh-aneh saja memang, tadi berlagak menantang Putra giliran Putra marah malah memohon-mohon seperti itu.

"Put maafin gue, Put. Ga sengaja Put, suerr!" Semua murid yang lewat di depan kelas mereka lantas saja tertawa melihat tingkah Gerald yang sudah tidak asing lagi bagi mereka. Selalu aneh.

Putra membungkuk mengatur pernapasannya. Gila aja mereka sudah kejar-kejaran dari lantai bawah sampai lantai atas tempat kelas mereka berada. "Ganti! Ga mau tau!" Putra menyeret Gerald ke dalam kelas. Tidak akan membiarkan Gerald kabur kali ini.

Melihat Arsen yang sedang bermain handphone dari bangkunya, Gerald segera berlari menujunya guna mencari perlindungan. "Ar, tolongin gue! Gue mau dibully sama Putra, Ar!" Gerald mengguncang-guncangkan bahu Arsen sehingga cowok itu risih dan marah.

"Anjir ganggu aja lo berdua! Gue lagi push rank bego!" ujar Arsen tanpa mengubah posisinya, ia masih duduk damai di kursinya, tetapi mulut pedasnya berkoar.

Putra dan Gerald saling melirik. Kemudian mengucapkan kata 'Astagfirullah' secara bersamaan sembari mengelus dada. "Untung lo temen gue! Kalau gak gue gibeng juga lo!" ucap Gerald lagi.

Arsen tidak bergeming membiarkan mulut cewek Gerald mengomel karena sakit hati dengan ucapannya. Sementara Putra langsung duduk di bangku sampingnya sedang meminum air dari botol entah milik siapa. Kebiasaan.

Arsen menoleh pada Putra, sepertinya hanya dia yang bisa diandalkan. Rangga dan Zico itu tipe orang yang malas mengurusi urusan orang lain sementara Gerald cowok itu rada sableng jadi kemungkinan tidak bisa diandalkan sama sekali.

"Put, gue ada tiket nonton gratis buat lo." Putra menoleh girang, "Serius lo?" Arsen mengangguk lalu mengeluarkan sebuah tiket dari saku jaketnya. "Lo langsung datang aja setelah pulsek." Putra berteriak girang dan hal itu sukses membuat Gerald memajukan bibirnya, iri.

***

Vanya tersenyum memandang dirinya dari pantulan layar ponselnya. Ia sudah berada di tempat untuk menonton film dengan Arsen. Arsen barusan menelponnya untuk memberitahu cowok itu sedikit telat. Vanya tentu tidak apa-apa asalkan cowok itu datang untuk bertemu dengannya.

"Vanya!" Mendengar panggilan itu Vanya menoleh dan mendapati Putra sedang melambaikan tangannya.

Vanya mengernyitkan dahinya. "Lo nonton juga, Van? Bareng boleh kali," ujar Putra sembari menunjukkan tiket yang digenggamnya.

Vanya tersenyum miris. Ucapan Safira terbukti. Arsen hanya mempermainkannya juga tidak pernah berniat membalas perasaannya. Hati cowok itu seperti tertutup rapat untuk Vanya.

"Iya boleh, Put. Gue juga sendiri lumayan ada lo, gue jadi ada temen nonton."

Putra tersenyum, "Ayo masuk! Udah telat deh kayaknya. Ini gara-gara ban motor gue tuh, Van! Gak bisa banget diajak kompromi!" ujar Putra. Vanya hanya terkekeh kecil sebagai respon. Mereka memasuki bioskop dan mulai menikmati film meski hati Vanya baru saja kembali patah. Karena Arsen Erlago tentunya.

***

Hai, teman-teman! ARVAN update lagi nih! Maaf ya kalau update suka gak teratur. Semoga kalian suka dengan part ini. Btw, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan! Semoga Virus Covid-19 segera berakhir dan kita bisa menjalani Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya. Stay healthy and stay at home! Marhaban Ya Ramdhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang