15/12/17
Di bulan ini memang sudah memasuki musim hujan, dan setiap hari akan turun hujan. Sudah terhitung empat hari ketika kejadian itu, tetapi dia tidak bisa melupakannya secepat hari berganti. Rasa sesak selalu saja menusuk dada tanpa permisi, lidahnya kelu tak mampu mengutarakan apa yang telah dirasakannya. Akankah dia pergi ke selatan?
Õ••Õ
Kali ini bukan kopi untuk menghangatkan badannya, tetapi cokelat panas dan satu lembar roti gandum tanpa selai menemaninya dalam derasnya hujan kelima dengan.
Dia menganggap hari ini adalah hujan kelima karena derasnya air mata yang jatuh maya, digantikan dengan goresan-goresan luka yang menimbulkan sesak.
Hari-hari kemarin memang sudah usang, namun dia tidak bisa melupakan semuanya.
Ponselnya yang berada di meja berdering, beberapa notifikasi masuk diabaikannya hanya dengan melihat poselnya sekilas. Notifikasi kembali masuk dengan dering yang mengganggu, dia kembali melihat notifikasi dan raut mukanya berubah seperti orang yang sedang terkejut. Yang benar saja, tidak disangka seseorang mengirimkan sebuah pesan singkat kepadanya.
+5xxxxxxxx: "Jangan selalu bersembunyi dibalik payung hitammu, tebuslah segala dosamu di tempat. Salam permusuhan Jacob Davin."
Davin mengerutkan alisnya bingung, "Singkat, penuh teka-teki." gumamnya.
Dia mencoba menelepon nomor tersebut, namun nomornya tidak aktif, siapa yang berani mengajaknya bermain dikala turunnya hujan kelima?
Davin menyeruput kopinya tandas dan memikirkan pesan itu. Dia berpikir tidak akan ada hasilnya jika selalu memikirkan masalah namun tidak memikirkan bagaimana cara menemukan jawaban serta solusi, dia mulai menimbangkan antara mencari jawaban atau mengabaikan.
Õ••Õ
Di lain tempat, pada waktu yang sama.
Dia menyangga kepala dengan tangannya seraya menatap bosan guru yang sedang memberi materi dengan latar belakang papan tulis yang dipenuhi rumus-rumus duniawi. Tidak tertarik tidak harus keluar dari zona bosan, untuk saat ini saja, karena itu sebuah prinsip sementara yang digunakan untuk waktu yang genting.
Diatas sangga tangannya, kepala yang kosong akan pemikiran kenyataan mulai terisi dengan imajinasi-imajinasi liar dengan tatapan kosong ke papan tulis.
Guru yang sedang mengajar(bukan mendidik) melihatnya dengan tatapan penuh amarah bagaikan musuh yang bertemu untuk sekian kalinya. Guru itu menjeda proses mengajarnya maju tepat di bangku murid yang belum dihajar itu. Murid itu benar-benar kelewat batas,alih-alih tunduk segan karena sang guru berada tepat didepannya, dia malah terus menatap papan, kali ini tidak dengan tangan menyangga kepala.
Perempuan berbadan subur dengan rambut tercepol itu sudah tidak dapat menahan emosinya, "Apa yang kau lihat huh?" ucapnya dengan nada marah.
Murud itu bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa lalu membalas gurunya yang sedang mengerang seperti harimau, "Saya hanya melihat rumus-rumus itu di papan tulis." balasnya, lagi-lagi bersikap kurang ajar.
"Apa gunanya jika kamu hanya melihat, tetapi tidak mendengarkan penjelasan saya? Di bukumu juga tidak ada catatan apapun." guru itu semakin murka ditambah buku tulis muridnya yang bersih catatan rumus yang telah ditulisnya di papan tulis.
"Saya mendengarkan anda guru, hanya saja saya tidak memandang anda. Apakah dengah sikap saya yang sedikit membaik ini anda tega berkenan menyuruh saya keluar kelas hingga ketinggalan beberapa materi di pelajaran anda?" lagi-lagi muridnya itu membalas dengan kata-kata yang sedikitbaku, dan sopan. Teman-temanya yang ada di kelas menahan tawa dengan menampakan senyuman.
Guru itu memilih mentoleransi muridnya yang sedikit berkebutuhan ini, bagaimanapun dia tidak bisa lama-lama memotong waktu mengajarnya, "Baiklah, untuk saat ini kamu saya maafkan. Jangan bertingkah di waktu pelajaran saya. Ingat itu baik-baik Erick Brian Colon Arista!" tampang sangar perempuan itu memuda dan kembali menjelaskan pelajaran yang terpotong.
Jarum jam bergerak, waktu berlalu. Pelajaran terakhir telah selesai, saatnya bagi para murid untuk menuju kediaman masing-masing. Tidak dengan Erick, dia menuju toilet untuk buang air. Selesainya buang air kecil, dia keluar dari bilik toilet dan mencuci tangannya di wastafel.
Dia berjalan tertunduk menggosok-gosok layar ponsel dengan jemarinya menuju gerbang sekolah. Ditemgah perjalanannya dia menabrak seseoang, lagi-lagi. Ponselnya terjatuh didepan kakinya, dia mengamungutnya dan kembali berdiri untuk meminta maaf kepada orang yang ditabrakya tadi.
Dia terkejut melihat siapa yang ditabraknya. Orang yang sama seperti sebelumnya, murid pindahan dari California. Joel Pimentel!
>>>><<<<
So who is Jacob Davin?
Sampai bertemu kembali di part selanjutnya<3
Besitos...
KAMU SEDANG MEMBACA
No Entiendo
FanfictionSebuah kisah yang tidak banyak orang tahu, dan kisah tentang perjalananku untuk menemukan. Biarlah tertulis dalam sebuah cerita yang memiliki sebuah ending yang tak mudah ditebak.