(3). Polisi Muda.

428 52 67
                                    

Lelaki muda dengan warna mata hazel sibuk merapihkan seragam DVI (Disaster Victim Identification).

Polisi dengan jabatan dvi yang bertugas mengidentifikasi korban dari suatu bencana, lebih tepatnya Intel.

Steven menyisir rambutnya didepan cermin dengan rapih, ia merapihkan pakaian nya, tak lupa lengan nya yang koyak sudah di balut oleh kain tebal. kemudian dipakainya topi baret. Setelah selesai ia hendak beranjak dari ruang ganti menuju kantor nya. Layaknya seorang polisi yang setia, ia berpenampilan rapih tanpa ada jejak yang tertinggal saat ia merampok bank kemarin. Bahkan tak ada tanda-tanda ia adalah ketua atas perampokan bank.

Tepat berada diambang pintu, ia berdiri tegap memberhentikan langkahnya, sudah banyak saksi mata melihat kehadiran nya.

"Kita dapat tugas baru"
Kata lelaki berkumis, dia adalah salah satu pemimpin yang umurnya empat tahun lebih tua dari Steven.

Ia hanya diam ekspresi nya sangat santai, lalu berjalan gagah menuju gudang senjata. Ia tengah sibuk mengambil beberapa peluru lalu dimasukan nya kedalam saku yang sudah tersedia beberapa saku di seragamnya, dan tangan kanan nya beralih mengambil senjata. Tanpa memilih, dia langsung mengambil dua senjata revolver.

"Kenapa kau begitu suka dengan senjata kecil itu?" Kata seorang lelaki dibelakangnya yang tengah masuk ke gudang senjata.

"Kenapa aku selalu memilih ini?"
Steven melirik senjatanya, "Karena jiwaku dengan nya sudah menyatu" Sambungnya dengan tersenyum tipis.

"Apa kau tau, apa tugas kita?"
Tanya nya lagi dengan masih sibuk memilih senjata.

Steven memasukan senjatanya kedalam saku celana, kemudian beralih menatapnya. alisnya yang tebal lebih membuatnya terlihat seperti pembunuh.

"Kau tidak perlu banyak tanya, karena apapun tugas kita selanjutnya tanpa dikasih tau terlebih dahulu"
Dia menatap penuh lekat,  "Akan menjadi sangat lebih menantang. Jika itu menjadi sebuah kejutan."  Dia melanjutkan kalimatnya.


Lelaki dihadapan nya sedikit membulatkan matanya, tak percaya apa yang baru saja dikatakan oleh Steven lebih seperti seorang bos di gengstar, bukan layaknya polisi.


Steven berjalan, sesaat sebelum berhenti diambang pintu, kemudian menyampingkan kepalanya.

"Satu lagi" ia tersenyum tipis lagi.

"Kita tidak perlu takut, sekalipun kalau kita akan mempertaruhkan nyawa."  Sambungnya lalu kembali berjalan kedepan dengan hela nafas tawa nya.

***

Sekitar 3 menit Steven sudah sedari tadi duduk di meja depan yang biasa dijaga oleh polisi satlantas yang bertugas untuk memperhatikan Sim dan Nomor plat pengendara.

Menunggu sekelompok bagian nya. Ia selalu pertama dalam melakukan misi tidak heran jika ketua pemegang DVI lebih menaruh harapan besar ke Steven. Suara langkah sepatu dari dalam terdengar jelas ke tempat ia duduk. Keluarlah empat orang lelaki berseragam rapih DVI dengan senjata disaku celana nya.

"Sudah?" Steven beranjak dari tempat duduknya.

Ke empat lelaki berseragam itu serempak mengangguk.

"Kenapa harus lama! Kenapa tidak ada ketertiban di anggota kita!"
Suara nya berat memperingati kelompoknya.

"Hanya beberapa menit"
Sahut salah satu lelaki dengan postur tubuh lebih tinggi dari Steven.

Mata hazel itu menyipit, alisnya menyatu. melihatnya dengan tatapan tajam.
"Bukan karena beberapa menit lamanya! Tapi aku membicarakan dimana letak kekompakan kita!"
Suara beratnya meninggi.

Semuanya terdiam.
Tanpa banyak omong lagi, Steven membalikan badan nya dan keluar dari kantor polisi. Kemudian disusul oleh anggotanya.

Ia memberhentikan langkahnya, ke enam lelaki berseragam ikut berhenti kemudian mereka saling menatap satu sama lain dengan bergantian.

"Kita akan mencari pengedar barang ilegal, jadi bagi yang tidak siap untuk berlama-lama diluar. Bisa lepas seragam sekarang!"
Steven memberikan penawaran.

"Karena kemarin aku mendengar ada yang mengeluh dibelakang pak ketua. Jika aku adalah pemimpin, maka aku tidak memerlukan anggota-anggota yang lemah"
Sambungnya lalu melanjutkan jalan nya menuju parkiran khusus mobil-mobil polisi.

Salah satu lelaki berhidung mancung namun ujung nya sedikit kebawah, berdecak kesal atas apa yang diucapkan Steven.

"Kenapa kamu?"
Kata salah satu lelaki bermata sipit.

"Kau lihat saja dia, belum menjadi pemimpin. Tingkahnya sudah seperti mengetahui semuanya"
Jawab lelaki yang berdecak itu.

Ke enam lelaki itu melanjutkan jalan nya menyusul lelaki yang sudah mendahuluinya.

Sesaat kemudian, keluarlah mobil-mobil polisi dengan klakson khas nya.

Jalan raya itu penuh dengan mobil-mobil polisi. Namun masih ada jalan untuk satu mobil lagi walaupun sudah di isi tiga mobil polisi yang bersampingan.

Mobil-mobil itu jalan dengan tertib.
Yang paling depan Steven memimpin anggotanya. Kemudian tiga mobil polisi dibelakangnya, dilanjutkan tiga mobil polisi lagi dibelakangnya.

Steven melirik spion mobil memperhatikan anggotanya yang tengah mengikuti nya dari belakang dengan tertib. Ia mengambil ponsel khusus polisi.

"Test? Masuk?"
Steven berbicara menggunakan walkie-talkie.

"Masuk"
Sahut orang-orang yang mendengarnya dengan serempak.

"Kita bermencar"
Steven memberikan perintahnya kemudian meletakan ponsel kembali.

Tak lama setelah aba-aba itu diucapkan semua berhamburan, ada yang berbelok ke arah kanan, ada yang berbelok ke arah kiri , dan ada yang lurus.

Namun ia memberhentikan lajuan mobilnya. Kemudian memilih masuk ke dalam perumahan.
Suara klakson khasnya ia matikan dengan sengaja tidak membunyikan nya.

Jalan mobilnya terlalu santai sehingga tidak terdengar suara kendaraan didalam komplek perumahan itu.

Ia membelokan mobilnya dan masuk kedalam lapangan luas tak berpenghuni dengan pagar besi berjeruji yang sudah kotor dan bangunan dindingnya hancur. Tidak ada rerumputan yang tumbuh di sana, hanya ada ke gersangan yang menghiasinya.

Kemudian Steven memparkirkan mobil polisinya di dalam lapangan.
Dilanjutkan dengan membuka baju dan mengganti seragamnya menjadi kaus hitam biasa. Yang sudah sengaja ia siapkan sebelumnya.
Tak lupa ia membungkus senjatanya dengan kain putih kemudian memasukan senjata revolvernya kedalam saku celana nya.

Ia keluar dari mobilnya, angin kencang telah menyambutnya seakan mengelus dirinya.

Steven menghirup dalam-dalam udara yang menerpanya kemudian menghembuskan nya kembali.
Dengan cepat ia mengambil kuncil mobil polisi. Tak lupa untuk menaruh kunci itu disaku celananya.

"Aku tidak akan pulang sebelum menemukan yang ku cari" ucap Steven dengan menatap kepalan tangan nya.

Steven Brayde.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang