promise +k.nj

58 16 0
                                    

Hanguk Asylum, 2025.

Namjoon ingat. Dulu. Dulu sekali saat ia masih berjaya. Di usianya yang kedua puluh lima tahun, ia adalah seorang guru matematika jenius.

Semua murid begitu memujanya karena ia cerdas pun kepribadiannya sungguh baik. Rekan kerjanya juga begitu senang mendekati Namjoon. Ia pemuda yang tak mengeluh jika ada yang meminta bantuan.

Namjoon punya julukan bagus di kalangan murid dan guru. Pak Guru Baik. Begitu semua orang memanggilnya di belakang. Namjoon pernah sekali tak sengaja mendengar itu, dan ada letupan kebahagiaan di hatinya.

Ia senang menjadi dirinya yang dulu. Ia senang jika orang di sekelilingnya menghargai keberadaannya.

Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Tiga tahun setelah ia mengajar, ia mengenal seorang pemuda berani bernama Jeon Jungkook.

Ia murid paling nakal kata rekan kerjanya. Namun, Namjoon tak beranggapan seperti itu. Ia tahu Jungkook tidak nakal. Jungkook hanya butuh seseorang untuk mendengarkan.

Namjoon seorang guru yang peduli dengan muridnya. Ia kerap kali menemani Jungkook makan di kelas, walaupun hal itu dilarang. Mereka akan saling diam. Namjoon bukannya tak mau bicara. Ia hanya menunggu Jungkook percaya padanya.

Sebulan setelah makan bersama, Jungkook agaknya mulai membuka diri karena merasa tak enak saat ia dan Namjoon mendapat teguran dari kepala sekolah.

"Pak, kenapa Bapak mau repot-repot makan dengan saya selama ini?" Tanya Jungkook saat mereka berdua duduk bersisian seusia mendengar ceramah kepala sekolah.

"Karena saya mau," balas Namjoon tanpa menatap Jungkook. Jungkook mendecih yang membuat Namjoon menengok padanya.

"Bapak tidak marah saya mendecih di samping Bapak?"

Namjoon tersenyum kecil. Begitu menenangkan.

"Untuk apa saya marah. Itu hakmu untuk mendecih atau menanggapi omongan saya."

"Benar kata orang. Bapak itu malaikat." Namjoon terkekeh kecil mendengar celetukan Jungkook.

"Jungkook-ssi, Bapak hanya ingin bilang padamu. Jika kau butuh tempat untuk meluangkan waktu, rumah Bapak selalu terbuka untukmu," ujar Namjoon sebelum menepuk bahu Jungkook dan meninggalkan pemuda itu.

...

Hari demi hari berlalu. Namjoon dan Jungkook jadi begitu akrab setelahnya. Tak jarang Namjoon mentraktir Jungkook makan malam.

"Apa Ayahmu melukaimu lagi?" Tanya Namjoon saat mereka berjalan pulang.

Jungkook tersenyum kecut lantas menunjukkan lengannya yang membiru.

"Ia memukulku dengan sabuknya."

Namjoon melotot. Bibirnya berucap, "Astaga, Jung! Ini harus diobati! Sudah kubilang untuk melapor saja pada polisi!"

Ia segera membawa Jungkook ke rumahnya. Jungkook yang dibawa paksa itu hanya diam.

Malam itu, Jungkook menginap di rumah Namjoon. Namjoon yang menyuruh karena takut Jungkook dipukuli lagi.

Mereka tidur di ruang tengah. Dengan Namjoon yang tidur di kasur lantai dan Jungkook yang memaksa tidur di sofa.

Keduanya tak bisa terbawa ke alam mimpi. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran masing-masing. Dengan berbantalkan lengan, Jungkook memandang langit-langit rumah Namjoon. Bibirnya berucap lirih, "Pak, kenapa saya ada jika orang terdekat saya ingin saya mati saja?"

"Karena Bapak ingin kau hidup, Jung. Kalau bukan dia, biarkan Bapak yang ingin kamu hidup."

Jungkook tersenyum kecil. Mengangguk sekilas walau yakin Namjoon tak melihatnya.

sεяεηε.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang