"Apa bisa gue disebut selingkuhan kalau kenyataannya gue yang lebih dulu kenal cowok gue?! Gue yang lebih dulu jadian, tapi kenapa harus gue yang disembunyiin?!"
Kata-kata itu terngiang di telinga Dhean sehingga ia sulit memejamkan matanya. Baru kali ini ia membuat seorang cewek menangis. Apakah ia telah salah bicara?
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi kantuk belum juga datang. Dhean mengeluh jengkel. Sial, gara-gara cewek itu ia menjadi susah tidur! Cih! cewek memang menyebalkan!
Tapi bagaimana jika yang dikatakan Chiko benar?
Bukan tidak sengaja Dhean mengetahui nama gadis itu. Teman-temannya di sekolah selalu membicarakan gadis bernama Yoshiko itu semenjak ia masuk SMA Cakrawala delapan bulan yang lalu. Betapa besar pesona seorang Yoshiko Arrestya Martin hingga popularitasnya mampu menyaingi Zivanna dan Sinta yang selalu menjadi gadis favorit di sekolah.
Dhean meraba pipinya yang masih terasa nyeri sejak sore tadi. Tamparan Chiko cukup keras. Sudah dikompres es batu, tapi masih sakit dan agak bengkak.
Akhirnya ia menyerah, ia sadar tidak akan bisa tidur sebelum pertanyaan di hatinya terjawab. Ia beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar Ryan – sang Kakak. Mungkin ia tahu sesuatu sebab Ryan tampak cukup akrab dengan Chiko.
"Belum tidur, Dhe?" Ryan yang sedang mengetik di laptopnya cukup kaget saat Dhean muncul dibalik pintu kamar. Ia sempat melirik heran ke pipi Dhean yang nampak memar, tapi diputuskannya untuk tidak terlalu meributkan. Kalau ketahuan Mama tercinta, beliau bisa ribut karena panik. Mama memang sering menganggap Ryan dan Dhean seperti anak kecil. Beliau lupa kalau kedua putranya telah beranjak dewasa.
Dhean tertunduk lesu. Ia merebahkan dirinya di kasur Ryan. "Lo tau nggak, Chiko dari SMP mana?"
Kegiatan Ryan terhenti. Kini ada yang lebih menarik perhatiannya ketimbang memar di pipi Dhean. Sejak kapan adiknya itu tertarik pada cewek? Atau jangan-jangan memar di pipi Dhean ada hubungannya dengan Chiko? Apa yang telah diperbuat Dhean pada gadis itu? Biasanya ia selalu sebal jika berurusan dengan kaum Hawa. Tidak peduli bagaimana cewek-cewek memujanya. Penampilannya sungguh angkuh, tapi di luar semua itu, Dhean adalah pribadi yang sangat baik.
"Chiko memang cantik, sih... jadi, tipe lo kayak gitu?" Tanya Ryan santai.
"Dodol!" Dhean menimpuk kakaknya dengan bantal – tidak peduli Ryan lebih tua tiga tahun darinya.
Ryan terkekeh melihat reaksi Dhean. "So, kenapa?"
"Ada masalah."
"Apa?"
"Bukan urusan lo!"
"Gue nggak bisa bantu kalo gitu..."
Dhean melotot jengkel. Mana mungkin ia bercerita tentang hubungan Chiko dan Raka? Meski tidak suka dengan hubungan mereka, ia bukan lah seorang penyebar gosip!
"Susah ngomong sama lo!" Dhean bersiap untuk ngeloyor pergi. Baru ia sampai di depan pintu, Raka menahannya.
"Setahu gue, Chiko dari SMP Kusuma, sama kayak... siapa tuh, anggota basket yang keren, yang ceweknya cantik banget – ah!–Zivanna! Padahal SMP itu jauh banget dari SMA Cakrawala."
"Raka?" ucap Dhean ragu-ragu.
"Ya, Raka!" seru Ryan. "Chiko pernah cerita, dia satu sekolah sama Raka. Dan setahu gue dulu mereka deket, tapi nggak tahulah! Gue nggak enak untuk banyak nanya. Gue kan cuma pelatih Marching Band-nya!"
Dhean terpaku di muka pintu. Pernah dekat? Bagaiman kalau lebih? Bagaimana kalau ternyata Chiko dan Raka telah pacaran sejak dulu – sejak SMP?
Mungkin ia telah melakukan kesalahan!
"Dhe, ada apa, sih?" Tanya Ryan, penasaran sekaligus khawatir melihat ekspresi wajah Dhean yang tiba-tiba mengeras.
"Thanks, ya..." Dhean menutup pintu kamar kakaknya tanpa menerangkan apapun.
"Dhe, inget... besok ada latihan Marching Band! Jangan telat bangun!"
***
Chiko duduk di pinggir lapangan ketika latihan telah usai. Meggie dan Aliya sedang menyimpan tongkat mayoret mereka. Salah satu keuntungan menjadi field commander adalah tidak memegang alat, sehingga tidak perlu repot menyimpannya.
"Yoshiko."
Chiko menoleh ketika mendengar namanya dilantunkan suara lembut seorang cowok. Chiko sempat heran, cowok mana yang memanggilnya selembut itu selain Raka? Namun, begitu melihat pemangilnya, ia membuang muka dengan kesal.
Dhean menarik napas pasrah mendapat sambutan yang begitu dingin. Ia duduk di sisi Chiko, tidak peduli seandainya gadis itu tidak suka. Sejak semalam, ia telah bertekad untuk minta maaf pada gadis itu, bagaimanapun caranya. Ia sadar tindakannnya telah kelewatan, tidak peduli apa yang kemarin dikatakannya benar atau tidak. Tidak seharusnya ia mencampuri urusan pribadi orang lain.
"Maaf, mungkin gue kelewatan."
"Nggak apa-apa! Gue memang cewek bodoh!" jawab Chiko jutek.
"Lo nggak bodoh kok. Mungkin gue akan mengerti kalau tahu kondisi sebenarnya."
"Nggak guna!"
"Chiko, gue tau lo pasti punya alasan melakukannya. Kenapa? Lo bukan cewek jelek. Kalo lo mau, lo bisa mendapatkan yang lain, kenapa, Chiko?"
Chiko masih hendak menyangkal. Namun meingagat sejak semalam ia memendam kejengkelan, keluh-kesahnya seperti tidak bisa dibendung.
"Karena gue sayang dia! Lo pikir gampang melupakan orang yang udah lama deket dengan kita?"
"Jadi mau diduain?"
"Ha! Sekarang lo bilang gue yang diduain? Kemaren ada yang menghina gue karena gue jadi selingkuhan!"
"Chiko maaf..." ujar Dhean sungguh-sungguh. "Gue, kan, nggak tahu apa yang sebenarnya. Yang gue lihat dan yang gue dengar, semuanya menuju ke arah itu."
Chiko diam mematung. Ia masih marah pada cowok itu, tapi ia terlalu lelah. Mungkin baik jika ada orang lain yang mengetahui faktanya. Bisakah cowok ini dipercaya? Namanya saja Chiko tidak tahu! Bagaimana mungkin mempercayakan suatu rahasia?
Namun hanya cowok ini yang telah mengetahui kebenarannya, walau hanya sebagian dan belum seutuhnya. Tapi setidaknya Chiko tidak harus menjelaskan dari awal. Ia terlalu lelah untuk itu.
"Sebenarnya gue capek," ucap Chiko nanar.
Dhean menoleh kaget. Ia pikir, ia akan mendapat kemarahan cewek itu lagi, tapi ia salah. Chiko berbicara dengan pelan dan hati-hati.
"Lo udah terlanjur tau, nggak ada gunanya gue sembunyikan lagi. Tapi gue harap, lo jaga rahasia ini. Gue nggak mau cowok gue jadi susah."
"Lo sayang banget sama dia?"
Chiko mengangguk. "Kalau nggak, nggak mungkin, kan, gue rela diduain?"
Sungguh Dhean tidak mengerti jalan pikiran cewek. Kalau ia jadi Chiko, ia akan menolak mentah-mentah bila diduakan, apalgi kalau akhirnya malah ia yang jadi selingkuhan, tapi cewek ini mau.
"Oya..." ucap Dhean ketika keheningan diantara mereka telah membuat jengah, "Gue Dhean," ia mengulurkan tangannya ke arah Chiko.
Chiko terkejut dan tekikik geli. Baru sadar, kalau sejak tadi ia belum menanyakan nama cowok itu, padahal cowok itu mengenalnya. "Yoshiko, kelas X-A," Chiko membalas uluran tersebut.
"Udah tau," balas Dhean, "gue kelas XII IPA B."
YOU ARE READING
Yoshiko
Teen FictionChiko - Yoshiko Arrestya Martin - gadis keturunan Padang-Jepang yang terbiasa hidup menyendiri. Sejak kecil Ibunya telah meninggalkannya. Dalam hidupnya hanya ada Ayah dan Kak Revo. Namun Ayahnya adalah seorang dosen di Universitas terkemuka yang ke...