5 - Sepupu Raka

4 0 0
                                    

"Sepuluh menit lagi kita latihan gabungan, ya!" teriak Ryan lantang pada seluruh anak asuhnya. Chiko yang mendengarkan seruan itu segera mengantongi ponsel yang sedang ia mainkan dan beranjak. Ia butuh ke toilet sebelum latihan dimulai lagi. Ryan dan Niken paling tidak suka jika ada yang menginterupsi latihan dengan alasan ingin ke toilet. Mereka selalu memberikan waktu untuk urusan itu sebelum latihan di mulai.

Akhir-akhir ini, Ryan dan Niken mulai meningkatkan itensitas latihan demi mengikuti kompetisi antardaerah yang tinggal dua bulan lagi. Setiap hari setelah jam pelajaran selesai seluruh anggota Marching Band diharuskan mengikuti latihan. Terhitung sudah seminggu ini Chiko pulang ke rumah lebih dari jam enam sore. Sesungguhnya Chiko tidak keberatan. Ayah pun tampak baik-baik saja dengan pilihan Chiko untuk menghabiskan waktu dengan kegiatan ekstrakurikuler. Hanya Raka yang tampak tidak suka. Ia merasa boneka Jepangnya itu semakin susah didekati.

Tiga hari yang lalu, Raka menelepon Chiko saat nyaris tengah malam diikuti keluh kesah panjang lebar soal Chiko yang seperti tidak punya waktu lagi untuk dirinya.

"Sayang, kamu itu kok sibuk banget, sih, akhir-akhir ini? Pesan yang aku kirim ke ponselmu jarang dibaca. Sekalinya dibaca di atas jam enam sore. Aku tuh kangen, tau?"

Chiko hanya tersenyum dikulum mendengar omelan Raka.

"Kan aku sudah bilang, Marching Band sedang latihan intens. Kami mau mengikuti kompetisi, Raka."

Raka menghela napas pasrah, "Kenapa kamu harus capek-capek bergabung di Marching Band, sih? Latihannya kan panas-panasan. Kamu tidak mau bergabung dengan tim debat bersama Sinta atau mengurus mading seperting Ziva?"

Mendengar nama saingannya disebut-sebut, Chiko sempat merasa jengkel, tapi cepat-cepat ditelannya perasaan jengkelnya itu. Tiga tahun hubungannya dengan Raka, memang selalu Chiko yang menjadi pihak pengalah.

Sejak awal ia bergabung dengan tim Marching Band, Raka memang sudah menunjukkan ketidaksukaannya. Raka merasa jika gadis cantik seperti Chiko tidak seharusnya mengikuti ekstrakurikuler yang mengharuskannya berjemur di lapangan yang terik dan berdebu, latihan hingga berkeringat dan lepek serta menghitam. Menjadi pengurus mading seperti Zivanna atau menjadi ketua tim debat seperti Sinta terlihat lebih cocok untuk gadis-gadis seperti Chiko. Tapi Chiko selalu beralasan bahwa dirinya tidak sepintar Sinta ataupun sesupel Zivanna. Raka hanya bisa memberengut kesal karena untuk hal ini ia benar-benar tidak bisa mengendalikan boneka Jepangnya.

"Raka, maaf ya aku egois. Tapi aku benar-benar senang bergabung dengan tim Marching Band."

Raka kembali mendesah pasrah. Chiko selalu punya cara untuk menghilangkan kemarahannya. Seperti sekarang. Raka tahu bahwa Chiko tidak salah, tapi gadis itu meminta maaf tanpa gengsi atau kesal.

Pilihannya untuk mempertahankan Chiko memang tidak pernah salah.

***

"Kamu ingat dengan teman baruku di tim basket, Giovanni?"

"Yang pacarnya Sinta, ya?"

Raka mengangguk. Beberapa kali ia memang pernah menceritakan tentang Giovanni dan Sinta yang menjadi teman dekatnya semenjak bersekolah di SMA Cakrawala. Ternyata boneka Jepangnya tidak melupakan hal itu.

"Sinta punya sahabat, namanya Zivanna."

Chiko hanya mengangkat kedua alisnya untuk menandakan bahwa ia mengikuti cerita Raka. Gadis itu sendiri tengah sibuk menakar tepung yang akan ia gunakan untuk membuat vla sebagai topping pudding cokelat yang dibawakan Raka.

"Sepertinya Zivanna naksir aku."

Deg.

Meski mencoba tidak terpengaruh mendengar ucapan sambil lalu Raka, Chiko tetap saja kaget dan membuat tepung yang sedang ia sendok tumpah di atas meja. Raka hanya tertawa geli melihat kekikukkan Chiko. Diusapnya kepala Chiko dengan sayang.

YoshikoWhere stories live. Discover now