FATE- Rasa benci yang sama...

68 2 0
                                    

Aku cuma punya rasa benci. Jadi jangan pernah minta lebih dengan simpatimu.

◆◆◆

Mohon koreksinya
Happy reading 💜

"Siapa yang udah ngelakuin ini ke kamu?" desak Arwina khawatir saat Ellard masuk ke dalam rumah.

Setelah sadar dari pingsan, wajah Ellard yang terluka sudah di perban. Mungkin anggota UKS yang sudah mengobatinya.

"Ellard gapapa kok ma." jawabnya sambil meneguk air putih. Seketika tenggorokan Ellard basah membuatnya sedikit segar.

"Bilang aja ke mama siapa yang udah ngelakuin ini, karna gak mungkin kamu berkelahi,"

Ellard seketika terdiam, dia kembali meneguk minuman nya. Entah kenapa tenggorokannya kembali kering.

"Kamu gak mungkin buat masalah disekolah, anak berprestasi kaya kamu gak mungkin cari masalah ke orang-orang. Mereka pasti yang ganggu kamu kan?"

Ellard membuang kasar nafasnya. Kalimat ibunya menekankan bahwa Ellard jangan sampai berbuat onar disekolah. Bukan simpati. Malah seperti mengancamnya.

"Enggak kok ma, cuma terjadi salah paham aja?"

"Apa orang yang sama yang buat kamu kaya gini, itu juga dulu karna salah paham kan?"

"Sudahlah Arwina. Kalau Ellard bilang tidak apa-apa berarti kita gak perlu khawatir." Tiba-tiba saja suasana hati Ellard bertambah buruk dengan kedatangan Iwan di sana.

"Gak bisa dong mas, anak kita baik-baik malah diberlakukan begini dengan temannya,"

Terdengar gigi Ellard yang bergemeletuk. Dia sudah muak berada disana. Kemudian Ellard pun berdiri sambil mengucapkan.

"Ellard gapapa ma. Lagipula Ellard sudah besar, Ellard bisa menghadapi masalah Ellard sendiri. Mama gak perlu khawatir," katanya sambil berjalan menuju tangga.

"Tapi El..." Arwina menghentikan ucapannya saat Iwan menahannya. Menatap punggung anaknya dengan tatapan heran dengan jawaban dingin anaknya.

____

Ellard menjatuhkan kasar tubuhnya diatas kasur. Matanya yang jernih tertegun menatap langit-langit kamarnya. Terdengar kemudian Ellard membuang kasar nafasnya.

Tak terasa bulir bening jatuh dari kedua sisi matanya, dia kemudian memiringkan kepalanya. Terlihat di dalam sebuah bingkai foto dua orang sedang tersenyum tanpa beban ke arah kamera. Seorang lelaki berbadan tinggi sedang mengacak-acak rambut pria yang badannya sama tingginya dengannya.

Ellard semakin terisak, sampai-sampai dia menggigit bibir bawahnya. Menahan agar suara tangisnya tidak ikut pecah. Ingin sekali dia pergi dari rumah ini. Rumah yang seharusnya tempat berpulang paling nyaman bagi kebanyakan orang. Namun Ellard malah merasakan rumah adalah tempat terburuk yang ia rasakan.

"Andai lo disini kak. Gua gak akan seterpuruk ini," gumamnya. Dia kemudian mengangkat kedua tangan nya dan menutup seluruh wajahnya. Ellard semakin terisak, terkadang terdengar suaranya yang berusaha sekuat tenaga dia tahan.

Bukan sakit di wajah yang membuat tangisnya semakin pecah. Bahkan dia tidak peduli saat perutnya kembali nyeri. Tapi dia heran, mengapa ibunya terlihat sangat takut kalau Ellard sampai bermasalah. Apakah dia setakut itu kalau Ellard sampai berbuat kekacauan dan reputasi dia sebagai murid berprestasi akan jatuh. Kenapa semua itu sangat terlihat jelas dari mata ibunya. Tidak bisakah dia menutupinya dan jangan terlalu memperlihatkan nya sejelas itu kepada Ellard.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang