FATE- Rindu...

73 2 0
                                    

Terlalu banyak bahagia yang kita rakit. Sehingga ketika sosokmu tak lagi membersamaiku. Rindu yang tiada obatnya terus memburuku. Akankah kita masih bisa membuat bahagia kita lagi?
Sehingga rindu ini tak terus menggerogotiku.

◆◆◆

Mohon koreksinya
Happy reading 💜

Plak. Plak.

Tak berperasaan Harman kembali menampar Kaila saat dia sudah berada di kantor Harman. Tanpa rasa kasihan sedikit pun.

"Jangan pernah buat saya harus datang kesekolah karena masalah yang kamu perbuat, " bentak Harman sambil mendorong gelas di mejanya yang berakhir berserakan di lantai. Kaila sedikit terkejut namun tidak membuatnya takut akan rasa sakit yang akan di berikan Harman lagi. Dia sudah terbiasa. Bahkan sangat terbiasa.

"Malu-maluin," Kaila masih menunduk namun siap menerima kemarahan Harman lagi. Gadis itu terlihat memainkan jari tangan nya kemudian menatap berani kearah Harman.

"Tapi gak harus kasarin Kaila di depan semua orang Pa," baiklah Kaila akan jujur. Dia belum pernah sekalipun membantah papanya, bahkan sekasar apapun perlakuan papanya terhadapnya. Kaila tidak berani. Tapi anak mana yang sudah hampir mencapai umur tujuh belas tahun tidak memberontak kalau di tampar di depan banyak orang. Apalagi seorang cewek. Mungkin inilah batas kesabaran Kaila.

Kaila masih menatap berani ke arah papanya, dengan air mata yang sukses jatuh membasahi pipinya. Namun Kaila malah sedikit tersenyum yang jadinya terlihat menyeramkan.

"Papa bisa tampar Kaila sesuka papa kalau memang itu yang buat papa puas karena kenakalan Kaila, asal jangan di luar sana."

Tidak sadarkah papanya itu, sebab apa yang membuat anaknya menjadi pribadi buruk seperti itu?

Tidak sadarkan pria di depannya itu, dari mana dia mendapatkan perlakuan yang semena-mena dan tak berperasaan terhadap siapapun?

"Sudah berani kamu sekarang," bentak Harman lagi dengan mata yang membelalak lebar. Sebenarnya Kaila sangat sangat ketakutan. Cuma apakah Kaila tidak bisa memberontak?

"Kaila udah besar Pa, sesibuk itukah Papa sehingga tidak menyadari perkembangan Kaila. Apa papa tau sekarang Kaila kelas berapa?" Kaila tertawa kecil sambil menggeleng.

"Andai mama... Akh...." Harman mencengkram kuat rahang Kaila, membuat Kaila meringis kesakitan.

"DIAM." Bentak Harman semakin menguatkan tekanan nya, membuat Kaila sampai memejamkan matanya. Dada Kaila terasa sangat sesak, dia sulit bernafas namun jemari kecilnya masih sempat mencengkram tangan Harman.

"Kenapa papa gak bunuh akuaja dari dulu, kalau hanya selalu menyakiti kaya gini," Kaila menggeser tangan Harman menuju lehernya.

"Disini Pa, lebih tepat dan cepat." Harman terlihat masih marah sampai-sampai urat nya timbul di kepalanya. Namun tangannya malah merenggang kemudian melepaskan kasar dari leher Kaila.

"KELUAR," Kaila masih menatap nyalang ke arah Harman. Merasa kalau dia sudah terlalu muak di ruangan itu Kaila melangkah menuju pintu keluar.

Langkah Kaila terhenti saat tangannya sudah memegang konsol pintu,

"Berhenti buat masalah kalau kamu tidak ingin malu,"

Tanpa bisa terkendali bulir bening itu jatuh begitu saja di pipi mulus Kaila tanpa seijinnya.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang