Untuk kesekian kalinya Zafran kembali melirik jam yang melingkar di tangan baru kemudian kembali menatap kedepan. Senyum kagum sekaligus tidak percaya tergambar di wajah saat pandangannya terjurus kearah seorang gadis yang sedang berlari mengelilingi lapangan bola kaki yang berada tak jauh darinya. Ia yang tadinya hanya iseng untuk jalan – jalan menjelajah daerah baru yang kini akan menjadi tempat tinggalnya tak sengaja terhenti pada lapangan bola tersebut. Merasa heran ketika mendapati seorang gadis yang sedang berlari mengelilingi lapangan.
Dan heran itu berubah menjadi rasa kagum ketika menyadari kalau sudah lebih dari setengah jam berlalu, bahkan ia juga sudah tidak tau berapa kali gadis itu telah berlari mengelilinginya, tapi tetap saja tidak terlihat tanda – tanda akan berhenti. Walau raut lelah jelas tergambar di wajahnya. Terbukti dengan langkahnya yang semakin melambat dengan kaki terseok – seok namun tetap saja memaksakan diri untuk berlari. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, entah lah.
"20," seiring dengan teriakkan yang terlontar, Zafran mendapati gadis itu jatuh berbaring dengan napas ngos – ngosan.
20?
Jangan bilang kalau ia sudah mengelilingi lapangan itu sebanyak 20 kali? Untuk apa? Dasar gila. Apa ia berniat untuk menjadi atlet lari? Sepertinya memang begitu.
Berniat untuk segera berlalu, langkah Zafran justru malah perlahan menghampiri ketika melihat gadis itu yang terjatuh ketika berniat untuk melangkah. Mungkin kakinya terasa sakit. Dan sebelum ia kembali jatuh untuk kedua kalinya, Zafran dengan segera menangkap tubuhnya. Menahanya agar tetap berdiri tegak.
"Dasar bodoh," seiring dengan kalimat yang meluncur dari mulutnya, tatapan heran segera ia dapatkan. Saat itulah Zafran baru menyadari kalau gadis itu memiliki mata yang sipit namun terlihat tajam. Kontras dengan bibirnya yang mungil dengan kulit yang mulus tanpa jerawat. Ditambah rambutnya yang di kucir satu walau tampak sedikit awut awutan sekaligus terlihat lengket karena keringat. Zafran yakin kalau 'sedikit' saja di permak, gadis itu pasti terlihat cantik.
"Loe...?"
"Zafran," potong Zafran tanpa di minta. Namun bukannya mengerti kerutan bingung dikeningnya justru malah bertambah. Baiklah, Zafran tau kalau gadis itu tidak berniat untuk bertanya tentang namanya tapi entah kenapa tiba – tiba ia merasa ia harus menyebutkannya.
"Kalau loe?" tanya Zafran lagi.
Gadis itu tidak langsung menjawab. Tatapannya juga masih terjurus kearah Zafran yang masih tidak melepaskan tangannya. Kelihatannya ia benar – benar heran. Namun walaupun begitu mulutnya tetap terbuka.
"Kazua, nama gue Kazua."
"Kazua? Nama yang bagus," komentar Zafran tulus baru kemudian menambahkan. "Jadi Kazua, loe bisa kasih tau alamat rumah loe dimana? Sebelum kemudian loe malah pingsan tanpa tau harus gue bawa kemana nantinya?"
***
Kesel, marah, patah hati, frustrasi semua membaur menjadi satu. Membuat Kazua merasa sangat ingin untuk membanting sesuatu. Tapi karena merasa kalau ia akan menyeseali melakukan itu pada barang – barang yang ada di kamarnya, Kazua lebih memilih menuju kearah rak sepatu. Mengenakan sepatu sport yang ia punya baru kemudian berlari kearah lapangan bola yang berada tak jauh dari rumah.
Berlari mengelilingi lapangan. Itu adalah hal yang sudah sekian lama ia lakukan jika suasana hatinya sedang buruk. Tak terkecuali hari ini. Berniat untuk mengakhiri masa jomblonya, Kazua setuju mengikuti saran Keysia untuk dekat dengan Latief, kakak kelas yang beberapa waktu ini cukup dekat dengannya terkait dengan kebersamaan mereka dalam menyusun rencana liburan sekolah beberapa waktu yang lalu.
Awalnya semua berjalan lancar. Latief benar – benar menujukan perhatian padanya. Membuat Kazua yakin kalau pria itu juga menyukainya sebelum kemudian justru dihempaskan kenyataan ketika Latief terang – terangan mengatakan kalau ia dekat dengannya karena ingin tau soal Keysia. Bahkan dengan santai meminta bantuan pada dirinya untuk bisa dekat dengan gadis itu karena ia menyukai sahabatnya. Apalagi yang bisa Kazua katakan selain menjawab jujur kalau sahabatnya itu sudah punya pacar anak kuliahan.
Sambil terus belari, Kazua terus mengutuk dalam hati. Pada putaran ke lima belas ia merasa kalau kakinya sudah hampir mati rasa, tapi ia tetap mencoba untuk terus belari. Target hari ini adalah dua puluh putaran. Itu ia lakukan untuk mengingatkan diri sendiri agar tidak lupa dengan hari itu. Agar ia sadar kalau kaki sakit yang akan ia dapatkan nanti masih lebih sakit dari pada yang menimpa hatinya. Terkesan bodoh memang, tapi yah memang begitulah dirinya.
"20," dengan sisa sisa tenaga yang ia punya, Kazua mencoba berteriak sekuatnya. Dan kali ini, kakinya terasa seperti jelly yang tak mampu menahan berat tubuh. Membuatnya jatuh terduduk baru kemudian langsung berbaring di pinggiran lapangan dengan napas yang ngos – ngosan.
Sakit? Tentu saja kakinya terasa sakit. Bahkan Kazua sendiri ragu kalau ia bisa pulang kerumah dengan selamat. Setelah sedikit menetralkan detak jantungnya, Kazua mencoba bangkit berdiri. Seperti yang di duga, tubuhnya kembali ambrug ketanah. Kakinya benar – benar terasa sakit. Dan kalau boleh ia mengakui rasa sakit itu mungkin sedikit lebih besar dari pada sakit hatinya. Tak tau apakah ia harus bersukur atau malah menyesali apa yang ia lakukan.
Terlebih dahulu memijit kakinya, Kazua kembali mencoba berdiri. Oh tidak, demi apa kakinya benar – benar makin berdenyut nyeri. Mau tak mau ia kembali menyumpahi Latief dalam hati karena telah membuatnya melakukan hal bodoh itu. Tapi sebelum kemudian ia kembali jatuh terhuyung keduakalinya, sebuah tangan tahu tahu sudah menopang tubuhnya.
Merasa heran sekaligus kaget, Kazua segera menoleh. Detik itu juga tatapannya terkunci. Kulit putih cerah dengan wajah mulus tanpa jerawat, lebih tinggi darinya dengan postur tubuh yang tegap. Jenis kelamin cowok. Membuat Kazua benar – benar kagum akan dirinya, ditambah bau harum tubuh yang mampir keindara penciuman , benar – benar membuat gadis itu terpaku tak bersuara.
"Dasar bodoh,"
Itu adalah kalimat pertama yang ia dengan keluar dari mulutnya. Tunggu dulu, jangan bilang kalau kalimat itu di tujukan untuknya? Hei apa apaan itu. Kenal juga enggak enak aja main judge orang senaknya.
"Loe..."
Kazua sudah bersiap untuk memaki ketika pria itu dengan seenak jidat memotong ucapannya.
"Zafran."
Tidak ada lagi yang bisa Kazua lakukan selain menelan kembali makiannya. Keningnya berkerut samar. Antara heran juga kesel. Heran karena tidak bertanya siapa namanya, juga kesel karena kalimatnya di potong dengan semena – mena.
"Kalau loe?"
Kazua tidak langsung menjawab. Sepertinya efek dari patah hati yang ia rasakan tadi membuat otaknya berkerja dengan cukup lambat. Atau mungkin tenaga yang di putuhkan untuk sang otak berkerja sudah habis ia gunakan untuk berlari tadi. Entahlah, toh hasil akhirnya tetap sama. Otaknya benar benar terasa blank. Bahkan tanpa sadar mulutnya sudah terbuka untuk membalas.
"Kazua. Nama gue Kazua."
"Kazua? Nama yang bagus," puji pria yang mengaku bernama Zafran itu sambil tersenyum. Detik itu juga Kazua merasa kalau rasa kesel yang ia punya sudah menguap dengan begitu saja diganti rasa kagum dengan senyuman yang benar – benar manis menurutnya. Terlebih pemiliki senyum manis itu baru saja memujinya.
"Jadi Kazua, loe bisa kasih tau alamat rumah loe dimana? Sebelum kemudian loe malah pingsan tanpa tau harus gue bawa kemana nantinya."
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Kazua Mencari Cinta
TienerfictieLagi nggak napsu bikin keterangan, yang penasaran mending langsung baca aja.