Kota Eleanor

23 4 16
                                    

Tak terasa malam pun sudah berganti ke pagi. Aku masih mengantuk dan belum membuka mataku, daritadi aku sudah mendengar Rei yang sibuk merapikan alat-alat begitu berisik sehingga membuatku sedikit terbangun.

“Bangunlah! mau sampai kapan kau tidur terus?” suara Rei membangunkanku.

“Selamat pagi Rei,” ucap salamku pada Rei.

Rei terlihat sedang merapikan barang-barang lalu memasukannya pada ransel besar, “Bisa bantu aku?” ucapnya.

“Apa yang harus kubantu?” aku menjawabnya sambil bangun dari tempat tidur.

“Pilih barang dan pakaian yang ingin kau butuhkan di ruangan pojok sana lalu masukan ke ransel yang sudah kusiapkan di depan pintunya lalu bawa kemari,” Rei menunjuk ruangan yang ada di pojok.

“Baiklah.” Aku menuju ruangan yang ada di pojok, lalu mengambil ransel yang sudah tergeletak di depan pintu kemudian masuk kedalam ruangan.

Kulihat begitu banyak barang tersusun rapih di rak dan lemari, termasuk senjata yang paling mendominasi di tempat ini. Sambil melihat-lihat kupilih barang-barang yang mungkin nantinya akan kubutuhkan, seperti pakaian, mantel, pisau, dan sepatu boot sebagai pengganti sepatuku yang sudah rusak kemarin.

Melihat begitu banyaknya senjata disini aku memutuskan untuk memilih satu senjata untuk berjaga-jaga di perjalanan, sepucuk pistol kecil yang terpajang di rak khusus itu sepertinya cukup simpel untuk kubawa. Setelah kurasa cukup memasukkan beberapa barang ke ransel ini, aku kembali ke tempat Rei menunggu.

“Kau sudah selesai?” tanya Rei.

“Ya, kurasa ini semua cukup.” Aku memperlihatkan ransel yang sudah terisi penuh.

“Baiklah,kurasa kita siap berangkat,” ucapnya sambil berdiri mengangkat barang bawaannya.

Rei melangkah menuju pintu kemudian membukanya. Seketika aku terkejut melihat Aurora yang terlihat sedang menunggu kami.

Rei melompat ke punggung naga itu dan berkata, “Nah, ayo naik.”

“Naik? kau serius kita akan berangkat menaiki naga?” Aku agak enggan menaikinya.

“Ayolah dia tidak sedang berbahaya.” Rei berusaha membujukku naik.

“Tidak sedang?” kalau ada kata ‘tidak sedang’ berati dia benar-benar berbahaya.

“Ya, ayolah, waktu kita tidak banyak.” Rei memaksaku untuk segera naik.

“Baiklah, aku naik.” Mau tidak mau aku harus menaikinya.

Rei menepuk punggung Aurora sambil berkata sesuatu. “Aurora, mohon bantuannya.”
Tiba-tiba lengan naga yang besar tersebut bergerak kemudian mencengkram tubuhku membuatku kaget, lalu ia menaruhku diatas tubuhnya.

“Aurora, ayo kita berangkat.”

Sayap Aurora yang lebar dan kuat mengibas-ngibas ke tanah, siap untuk lepas landas. Dedaunan yang tergeletak di tanah maupun yang masih berada di atas pohon berterbangan terkena kencangnya angin yang dibuat oleh sayap Aurora.

Tubuh Aurora mulai melayang terangkat ke atas langit secara perlahan. Angin berhembus kencang menampar wajahku membuat mataku tertutup, semakin mengencangkan peganganku pada pelananya.

“Hei, apa kau yakin ingin terus menutup matamu?” ucap Rei.

Mendengar ucapannya, aku membuka mataku secara perlahan. Sungguh pemandangan yang luar biasa dari atas sini, awan yang bisa ditembus langsung olehku sangat menyejukkan. Entah apa yang kurasakan saat ini begitu membahagiakan bisa merasakan hal semacam ini, menaiki seekor naga.

Regenerate in another world Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang