9 - Unexpected Holiday (2)

308 46 3
                                    

Sudah lama rasanya tak mampir dan makan di 'Guilt and Shashimi' sejak Seokjin menyelesaikan studinya.

Hal pertama yang menyapa netranya adalah suasana hangat nan nyaman dengan lampu-lampu gantung dan meja-meja panjang berpasangan dengan stool kayu, dominan merah gelap dan coklat mahogani. Jendela-jendela besar berbingkar hitam mengelilingi sisi kanan dan kiri cafe and bar ini. Melihat meja panjang yang berhadapan langsung dengan jendela menuju pemandangan jalan, mengingatkan Chanhee akan kenangan lama, tawa lama, dan perbincangan lama hingga larut.

"Selamat malam! Ada yang bisa dibantu?" sapa seorang pelayan sembari menghampiri Chanhee yang masih terbengong-bengong akan pikirannya sendiri.

Chanhee memberikan senyum terbaiknya kemudian berkata dengan ramah. "Seseorang sudah memesankan meja disini sebelumnya."

"Tuan Kim Seokjin, bukan?" tebak pelayan itu antusias. Chamhee jadi canggung sendiri ketika mengangguk. "Silahkan lewat sini, Nona!"

Pelayan itu membawa Chanhee ke salah satu meja yang letaknya berada agak di sudut. Terlalu jauh dari pintu masuk, tapi pemandangannya bagus dari sini. Dengan gerak sopan sambil menarikkan kursi untuk Chanhee, pelayan itu mempersilahkan pelanggannya duduk.

"Makanannya ingin dihidangkan sekarang, Nona?" tanya pelayan itu. Matanya berbinar-binar dengan tangan yang menumpuk di depan perut serta punggung yang membungkuk sedikit untuk menunjukkan rasa hormatnya.

"Saya akan menunggu teman saya datang saja."

"Kalau begitu ingin mencoba susu jeruk sirup coklat selagi menunggu? Cuacanya cocok sekali untuk minuman manis. Rasa manis coklat, dipadukan asam jeruk Jeju yang langsung dipetik dari pohonnya, sekaligus rasa segar susu tentu bisa menghangatkan badan sekaligus mengalihkan rasa bosan ketika menunggu. Saya yakin itu bisa meninggalkan kesan manis untuk hari yang melelahkan ini, Nona."

Bukan Chanhee kalau dia tak tergiur makanan dan minuman ketika sedang berada di tempat makan. Dia langsung, tanpa ragu, mengiyakan tawaran itu untuk pesanan pertamanya. Pelayan itu pun pergi dengan senang karena taktik promosinya berhasil. Chanhee jadi terkekeh sendiri dibalik senyumannya selepas kepergian pelayan itu.

Matanya tak bisa diam begitu saja. Sebuah majalah yang sudah agak lusuh karena terlalu sering dibuka menjadi alat pengalih kebosanan. Dia nggak benar-benar bosan secara harfiah. Dirinya memang agak tak suka membiarkan matanya menatap kosong jalanan, membekukan badannya diatas kursi, yang malah menyeret Chanhee pada masalah-masalah yang mesti dia pikirkan.

Dia sudah bertekad kalau malam ini dia tak boleh memikirkan apapun terlalu mendalam. Lewat boleh. Tapi tidak membiarkannya menginap sampai berhari-hari. Jadi, dia menutup 'penginapan' di otaknya bagi pikiran-pikiran yang ingin singgah.

Cuacanya pun terlalu bagus untuk menyuntukkan diri. Dia harus menjalaninya dengan baik seperti pagi dan siang hari tadi.

Fokus Chanhee teralihkan ketika pendengarannya menangkap suara berdecit kursi di sekitarnya. Kepalanya pun terangkat dari majalah. Seseorang duduk didepannya, menyandarkan punggung lebarnya sembari mengangkat kepala guna memperjelas pandangan dari topinya pada lawan bicara di depannya.

Chanhee sempat tertegun melihat penampilan Seokjin. Dia tampak sepuluh tahun lebih muda dengan jaket hitam, kaus abu-abu gelap dan topi hitam di kepalanya. Sejenak Chanhee bisa mengenali topi itu yang ternyata adalah hadiah darinya dua tahun lalu.

"Kau datang," ucap Chanhee ringan sambil menutup majalahnya. Kemudian dua lengannya dilipat di atas meja dan menjadikannya penumpu badan yang condong ke depan. Senyumnya tersungging.

"Maaf membuatmu menunggu," ucap Seokjin lalu melepas topinya ke atas meja.

Tangan Chanhee meraih topi itu. "Sudah lama aku nggak lihat topi ini. Kupikir sudah kau buang."

Calamity✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang