Rasa sakit yang menusuk dan pusing yang tak tertahankan menghantam kepala Chanhee saat dia berusaha bangun dan duduk. Dia mendesis, mengerang kesakitan, lantas memaksakan matanya untuk terbuka. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah sebuah kamar tidur berwarna putih beraksen abu-abu. Dia mengernyit. Jelas ini bukan kamarnya. Chanhee tak pernah ingat kapan mengganti warna kamarnya karena dia tak pernah sekalipun beralih dari warna coklat kayu mahogani selama sepuluh tahun ini. Intinya, ini bukan kamarnya. Lantas, dibawa kemana dirinya oleh Seokjin tadi malam?
Chanhee ingat semuanya. Kejadian tadi malam. Dimana dia mengoceh-ngoceh pada Jimin yang ternyata adalah Seokjin. Kemudian Seokjin yang menggendongnya keluar dari bar tapi dia malah meronta untuk diturunkan. Setelah itu dirinya merengek agar Seokjin tak pergi meninggalkannya. Seokjin menariknya untuk dipeluk dan berakhir menangis bersama. Setelah itu dia tertidur karena lelah menangis.
Dan sekarang dia ada dimana? Seokjin ada dimana? Kenapa pria itu sama sekali tak terlihat?
Ada perasaan lega saat mendapat dirinya masih mengenakan pakaian yang semalam. Hanya saja coat-nya sudah digantung dengan hanger. Kakinya langsung menarik tubuhnya untuk turun dari kasur asing itu. Dia harus mencari jalan keluar. Ini jelas bukan rumahnya. Apartemen Seokjin pun seingatnya tak memakai warna ini. Pria itu lebih suka menghiasinya dengan putih dengan perabot kayu-kayu. Sekaligus disini tak ada boneka-boneka makhluk Pokemon milik Seokjin. Jelas, tentu saja, ini bukan kamar Seokjin.
Hanya butuh tiga kali menghentakkan kaki--berjalan cepat--menuju pintu, Chanhee pun disambut dengan pemandangan yang lebih aneh lagi. Di depannya langsung menangkap furniture asing--sofa, rak buku, LCD TV, lampu-lampu--berwarna monokrom. Desain ruang tamu kesukaan Chanhee. Impiannya jika nanti membeli rumah baru bersama Namjoon. Keheranannya berganti dengan keterkejutan saat matanya melihat sebuah bingkai foto berisi dua orang di dalamnya. Terpajang di atas perapian batu bata besar di pojok ruangan.
Kim Seokjin dan......... dirinya?!
Itu foto pre-wedding. Kedua-duanya memakai setelan untuk pengantin, berfoto menatap kamera sambil tertawa lebar. Terlihat bahagia. Seharusnya Chanhee ikut bahagia melihatnya karena ekspresi tawa itu mengular, tapi itu sama sekali tak akan pernah terjadi. Ekspresinya tak pernah berganti dari mengerut heran, terkejut, kemudian marah mendidih.
"Lelucon macam apa ini?" gumam Chanhee marah. Lantas menghentakkan kakinya, pergi mencari Seokjin ke penjuru rumah.
"KIM SEOKJIN!" teriaknya sembari membuka sebuah pintu dengan cepat yang ternyata adalah pintu dapur.
Manusia yang dicarinya langsung memusatkan perhatiannya ke arah pintu--tepatnya ke Chanhee--menatap kaget dirinya sampai ia berhenti memasak. Seokjin mengenakan apron biru. Apron yang pernah Chanhee berikan saat pria itu ikut kelas memasak di hari pertama. Chanhee harusnya senang karena Seokjin masih memakai apron itu, menandakan dia tak pernah membuang barang-barang pemberian wanita itu alih-alih menyimpannya dengan sangat baik. Tapi, itu tak penting lagi. Dirinya kesal, bingung, dan pusing secara bersamaan.
Kenapa Seokjin disini? Dirumah orang lain? Memasak di dapur orang seolah-olah ini miliknya?
"Kau sudah bangun rupanya," ujar Seokjin sambil tersenyum setelah beberapa detik menatap Chanhee dengan mata melotot kaget.
Bahkan senyum manis berbentuk V dengan pipi terangkat gemas itu tak mampu meredakan amarah Chanhee. Dia sekonyong-konyong menghampiri Seokjin dan menarik paksa kedua lengannya untuk berhadap-hadapan. Mengalihkan tangannya dari kegiatan memasak.
"Ada apa?" tanya Seokjin kaget.
"Kau tidak bisa membohongiku lagi, Kim Seokjin. Jawab aku. Sekarang kau membawaku kemana? Ini dimana? Ini rumah siapa? Kenapa kau menggunakan dapur orang sembarangan?" Chanhee memborbadirnya dengan banyak pertanyaan. Initnya hanya satu. Ini rumah siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calamity✔️
Fanfiction"Aku mencintainya. Ingin memilikinya. Tapi aku sudah bersama yang lain. Dan dia pun juga sudah bersama pria itu. Tapi aku pun juga tahu kalau gadis itu menginginkanku juga. Rumit ya? Memikirkannya saja membuatku gila." (Racauan Seokjin di penghujung...