13 - A Cup of Coffee

280 46 7
                                    

"Bangunlah."

Seokjin langsung menggeliat begitu pendengarannya menangkap suara seseorang disamping tubuhnya. Dia hanya menggeliat tapi setelah itu berhenti bergerak lagi. Membuat si empunya suara memanggil namanya sekali lagi tapi sambil menggoyangkan badannya.

"Bangun. Aku perlu bicara, Sleepyhead."

Dengan susah payah dan sedikit mendesis karena pusing yang menghantam kepala secara mendadak. Efek alkohol semalam masih menempel dengan baik di kepalanya. Sampai nggak bisa duduk dengan benar dan berakhir jatuh ke kasur lagi. Matanya terbuka dengan susah payah akibat efek pusing. Dia bisa menangkap sosok Chanhee yang berdiri di sampingnya meski dengan mata setengah terbuka. Pun dia tersenyum dengan bibir tebalnya.

"Pagi, Chan," sapa Seokjin dengan suara manis dan lembut meski parau. Dia senang paginya yang cerah disambut oleh wajah Chanhee. Meski gadis itu melihatnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Dia tetap suka. Mengingatkannya saat kecil dulu yang suka dijahili Chanhee ketika tidur dan terbangun karena gadis kecil itu memanjat ke perutnya dan melonjak-lonjak disana.

"Bangunlah dan segera ke meja makan. Ada yang ingin kubicarakand denganmu." Chanhee langsung pergi sebelum Seokjin bisa bertanya ada apa dan kenapa.

Tak butuh lama untuk Seokjin memaksakan dirinya duduk di kasur. Dia pun bisa berjalan menuju meja makan meski dengan langkah sempoyongan. Pusing dikepalanya tentu masih merajai. Terlalu ingin kembali ke kamar atau dimana pun yang empuk untuk merebahkan badan dan kepalanya. Pusing sekali. Untungnya dia bisa menyeimbangkan badan dengan meraba permukaan barang yang bisa digenggam. Dia pun selamat sampai di kursi makan dan duduk di atasnya.

Chanhee melihat sebentar keadaan Seokjin yang kini menidurkan kepalanya di atas meja. "Kubuatkan sup untukmu tapi dihabiskan, ya," ucapnya sambil menuangkan sesendok sup penuh ke dalam mangkuk kecil.

Seokjin mau tak mau mengiyakan. Dia sedang tak berada di situasi yang bisa menolak apapun. Cukup memanjatkan syukur Chanhee masih mau mengurusinya.

"Makanlah," perintah Chanhee datar sambil menaruh mangkuk itu tak jauh dari kepala Seokjin. Pria itu langsung mengangkat kepalanya. Sedikit oleng ke belakang karena terlalu cepat ditarik ke atas.

"Thanks," gumam Seokjin sambil pelan-pelan meraih sendoknya.

"Ada yang ingin kutanyakan."

Seokjin agak terkejut dengan nada suara Chanhee yang datar. Tak biasanya dia langsung menembakkan pikiran dan rasa penasarannya, bahkan tanpa basa-basi sekalipun. Seokjin mendongakkan pandangannya ke arah Chanhee. Sedikit terintimidasi akan ekspresinya yang nol besar. Tak menunjukkan apa-apa, namun menyeramkan. Sepertinya dia mau menanyakan hal serius.

Seokjin pun meletakkan sendoknya ke atas meja. "Tentang Mina?" tanyanya kemudian.

"Pintar juga kau menebak." Senyum Chanhee mengembang senang namun timpang. "Aku kecewa dia mau membatalkan pernikahan kalian. Ada apa?"

Seokjin tak langsung menjawab. Jemarinya malah sibuk memutar-mutar sendok di dalam mangkuk supnya. Chanhee menatap kepala pria itu yang kini menunduk, tak mau ditatap balik. Sadar kalau rambutnya sudah agak panjang. Apa pikirannya terlalu banyak sampai dia lupa memperhatikan dirinya sendiri?

"Hei," panggil Chanhee lembut. Untung Seokjin menurut dan langsung mengangkat kepalanya. "Kau baik-baik saja?"

Seokjin lantas menggeleng. "Siapa yang bisa baik-baik saja kalau pernikahanmu hancur bahkan sebelum ditentukan tanggalnya?" Suara Seokjin melemah di akhir kalimat.

Sahabatnya berantakan. Terlalu berantakan. Untuk pertama kalinya dia melihat Seokjin sebegitu jatuhnya. Sampai mabuk dibatas ambang, tak menggunting rambut, dan tak berselera untuk makan sama sekali. Hanya diaduk-aduk sampai dingin. Chanhee jadi iba melihatnya.

Calamity✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang