Chapter 5 - I'm so sorry

60 3 0
                                    

Happy reading 👀📖

"Permintaan maaf adalah cara yang baik untuk mendapatkan kata terakhir" - Staren & Daniel

Sinar matahari menyinari gedung gedung pencakar langit Jakarta, menciptakan bayangan besar yang meneduhkan para pejalan kaki. Laju lalu lintas di kawasan Sudirman tampak lengang, membuat dua pemuda tergoda untuk adu balap.

Daniel sengaja membuat Porsche-nya menggerung di setopan yang lampu merahnya masih menyala untuk menantang sahabatnya yaitu barren dengan veraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaari nya.
"Berani juga bocah ini" barren terkekeh menjawab Tantangan Gevariel
"Jangan mengundang perhatian polisi, Pleasee!" Darren yang duduk di samping Gevariel mendengus kesal
"Yang kalah harus traktir minuman!" Seru Gevariel
"Berhentilah bercanda!" Darren memperingati sembari mengencangkan sabuk pengamannya."
"Aku belum mau mati."

Gevariel dan barren tidak menghiraukan ucapan teman mereka. Keduanya berfokus pada lampu merah yang kini berganti kuning.Dalam hitungan bersamaan Gevariel dan barren menginjak pedal gas dalam dalam. Bunyi barren menyalip dengan mulus beberapa kali. Gevariel pun tidak mengurangi kecepatannya.
Hingga beberapa blok Gevariel dan barren terus memacu mobil kesayangannya mereka hingga sampai tiba di titik finish.

Namun Tiba tiba....
Ahhh Gevariel hampir saja menabrak seorang wanita yang ingin menyebrang
"Eh lu tuh kalo jalan pake mata !!!" ucap gevariel
"Eh kok lu jadi nyalahin gw, orang lu yang salah, ngapain coba bawa mobil ngebut ngebutan!" Jawab Staren itu heran
"Lu tau gak tadi hampir aja gw ketabrak, Kl misalnya gw ketabrak lu mau tanggung jawab!!!??" Ucap kesal kesal
"Yah... maap deh gw kan gak liat" ucap Gevariel santai
"Badan gw Setinggi ini gak keliatan? Mata lu kali yang bureemm!" Tanya staren itu heran
"Yodah maap deh , gw buru buru nih! Bye.." jawab Gevariel acuh
"Eh main pergi aja ni anak, kagak mau tanggung jawab" tanya wanita itu kesal dan heran
Dan akhirnya Gevariel pun meninggalkan cewek tersebut dan langsung menyusul barren yang sudah hampir sampai di titik finish

3RD Avenue, barren berhasil memarkirkan duluan tepat didekat kafe tersebut. Ia keluar dan berdiri bersandar pada mobilnya, tersenyum bangga.

Daniel menggerutu sambil menggeleng melihat sikap kekanakan kakak pertamanya.
"Kalau lahir duluan tapi tampaknya otakmu sedikit ketinggalan di Perut Mimba" Ucapan Daniel sama sekali tidak digubris Gevariel.
"Kau kalah" telunjuk barren mengacung kepada Gevariel
"Silahkan..., pilih apapun minuman yang kau suka. Ouch, sepertinya tubuhku perlu pemanasan."
Gevariel mengerak gerakkan bahunya. "Aku masih terbawa kebiasaan mengemudi di sebelah kiri saat di Los Angles."
"Jangan banyak alasan!" Barren memiting leher Gevariel dibawah ketiak sambil mengacak acak rambut pirangnya.
"Darren, kapan mobil mercy-Mu datang? Lebih baik aku memilih menumpang mobilmu saja." Barren melirik sinis kembarannya.
"Kau tahu? Hidup satu rumah dengannya perlu kesabaran tingkat dewa." Dengus Barren
. "Kalian memang tidak pernah berubah." Gevariel tersenyum
"Eyy, kau ini seperti bibi-bibi saja, marah-marah terus," daniel mencibir sambil melangkah masuk kafe
Gevariel disambut pria paruh baya begitu masuk.
"Gevariel, keponakan favoritku!"
Gevariel memeluk dan menepuk Nepal punggung pria itu.
"Paman, aku Merindukanmu."
"Oh, kau datang bersama teman-temanmu, ya? Tunggu tunggu, biar paman ingat ingat dulu. Kau daniel, kan? Dan kalian... si kembar Barren dan Darren.
"Kurang satu lagi, kan?? Paman ceki gak celinguk mencari.
Ketiga teman gevariel membungkuk memberi salam.
"Jonathan masih di Australia," jelas alvino
Paman Gevariel yang bernama Stephent aldino anderson mempersilahkan mereka duduk. desain interior yang terlihat mewah dengan dominasi nuansa kayu dan warna cokelat tanah. Plafonnya terbuat dari kaca, sehingga dapat menatap langit dari dalam.

"Gevariel, sebenarnya paman ingin sekali mendengar ceritamu tentang perlombaan basket di sekolahmu, tapi paman harus pergi sekarang."
"Aku akan mampir ke rumah paman nanti" Gevariel mengangkat jempolnya
"Ya boleh. Pesan apa pun yang kalian mau. Paman yang traktir." Stephent Anderson mengedipkan sebelah matanya
Gevariel tersenyum penuh kemenangan sambil melirik
"Kalian dengarkan?" Ia terkekeh, mendadak bangkit dari kursi tanpa menyadari ada seorang pelayan yang membawa minuman ke arahnya.

Gavaren | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang