LAGA SEPAKBOLA KELAS KAMBING!

150 9 0
                                    

“Liga kita itu mustinya diganti aja namanya jadi Liga Curiga cup,” ujar Tommy Ermanto suatu ketika. Saya lupa kapan tepatnya ia mengatakan ini, tapi diperkirakan sekitar tahun 2013, saat itu Borneo FC sedang menapak memulai kehidupannya dan Tommy yang tadinya pentolan sekaligus pendiri Pusamania adalah salah satu motor penggagasnya. Celotehan ini muncul di sebuah kedai kopi di Samarinda, kami tentu sedang membahas Sepakbola nasional, mulai dari keseruannya sampai kisah belakang layar yang begitu melegenda sampai kini.

Setiap musimnya Liga Indonesia (demikian saya lebih suka menyebutnya) selalu diwarnai dengan kisah tak sedap. Mulai dari sekedar isu sampai yang betulan terjadi. Orang selalu berteriak mafia-mafia serta segala kabar pengaturan skor tanpa ada yang berani menunjuk hidung pelakunya. Mereka yang berteriak mafia jika kita ingat kembali selalu menyebut “Sepakbola kita dikuasai mafia,” masalahnya siapa sih mafia itu? Dalam kehidupan nyata atau scenario film selalu ada otak dan dalang dari sebuah sindikat mafia besar ataupun sekedar kelas kambing.

Jikapun mafia di Sepakbola kita itu betulan menggurita, sebesar apa sih nilai perputaran uangnya? Di sebuah liga yang kebanyakan pemainnya bermain “mengandalkan semangat” seperti kata banyak komentatornya. Kebanyakan pemainnya masih biasa salah passing serta berkemampuan rendah jika dilihat secara global. Liga yang banyak pemainnya banyakan pake otot ketimbang otak di atas lapangan, sebesar apa sih perputaran uangnya jika missal mereka yang menjerit-jerit adanya mafia itu langsung tunjuk, siapa yang kemudian mengancam hidup mereka? Saya tak percara kuasa si boss mafia ini akan sebesar Vito Corleone dalam kisah The Godfather atau Al Capone dalam kehidupan nyata.

“Tahun ini jatahnya PSM!” demikian ujar seorang pentolan kelompok supporter Jakarta saat itu di tahun 2004. Saat itu tim Juku Eja memang sedang berada di puncak klasemen di pekan ke 6 liga, kawan baik yang sangat saya segani itu bilang bahwa ia mendapat bocoran dari orang PSSI. Faktanya….PSM sama sekali tidak jadi juara saat itu. Mungkin lupa dengan pernyataan setahun sebelumnya, kawan yang sama kemudian kembali menyebut nama klub lain yang nanti akan menjadi juara liga di tahun itu, faktanya klub yang ia sebut boro-boro jadi juara, masuk 5 besar saja tak sanggup.

Kawan saya ini mungkin nekad, ia berani memastikan saat liga masih panjang berjalan. Nyalinya terlalu besar, tidak serupa dengan seorang mantan pemain yang berani bertaruh siapa juara Liga Indonesia tahun 2018 ini ketika pertandingan sudah memasuki matchday ke 32 dari total 34 pekan pertandingan. Efeknya pun jadi berbeda.

Si mantan pemain bicara dengan penuh nyali di media public, tak heran ucapannya kemudian seolah menjadi petunjuk bahwa pengaturan skor dilakukan secara sistematis dan juara sudah dipesan sejak awal. Kurang lebih sama dengan sebuah acara talkshow di televisi yang berulang kali mencari fakta mafia Sepakbola namun tetap saja tak mampu menghasilkan nama sang tertuduh. Efek prasangka pada sang juara menjadi semakin besar.
Laga liga menjadi tak asyik lagi bagi mereka yang bukan pendukung klub yang kemudian menjadi juara yaitu Persija. Klub asal Jakarta ini mendadak menjadi “penjahat” yang telah disiapkan jadi juara sejak awal musim. Padahal—jikapun iya—tak ada satupun orang yang pernah meramalkannya di pekan-pekan awal liga berjalan. Si mantan pemainpun seingat saya sama sekali tidak memperhatikan Sepakbola Indonesia—setidaknya seperti pernyataannya sendiri—saat liga ini sedang bermula di bulan Maret 2018 itu…setidaknya ia tidak berkomentar apa-apa saat itu.

Tebakan si mantan pemain kemudian memang terbukti, Persija yang ia pertaruhkan akan jadi juara tak sampai 14 hari sebelumnya kemudian muncul sebagai sang juara lewat sebuah keputusan penalty yang memang layak diperdebatkan keabsahannya. Mungkin memang benar Persija diuntungkan oleh sebuah keputusan ngawur wasit yang memimpin pertandingan hari itu, tetapi pertanyaannya apakah cuma di pertandingan akhir kompetisi ini saja terjadi sebuah keputusan ngawur?

Sekitar 2 hari setelah obrolan yang mengawali tulisan ini, saya melihat sendiri bagaimana tim tuan rumah mendapatkan 2 penalti yang saya yakini seharusnya kontroversial. Selepas pertandingan pelatih klub tamu sempat ngobrol dengan saya dan berkata “Padahal sudah saya bilang sama anak-anak, kalau lawan masuk kotak penalty, kentut pun jangan!”

Di suatu ketika, seorang pemain pernah menjatuhkan diri di kotak penalty setelah sekitar 6 meter sebelumnya tersentuh oleh pemain belakang lawan. Itu baru yang terlihat nyata ngawur, belum lagi hal-hal ajaib yang oleh para pejuang Sepakbola nasional tadi sebagai ‘Mafia Sepakbola’ itu yang puncaknya mungkin adalah ketika musim 2017 tiba-tiba sebuah klub mendapat tambahan 3 angka dan jadi juara.

Well, saya memang tidak akan berkata bahwa mafia tidak ada di permainan paling popular di tanah air ini. Saya hanya bisa memastikan bahwa kualitas liga kita memang kelas kambing saja, orang-orang tak berkompeten seperti wasit atau pengurus dari level bawah sampai tinggi kebanyakan tak punya kualitas, kebanyakan pejabat daerah atau anaknya si anu. Situasi yang diperparah dengan banyak orang juga tak paham pada Sepakbola, mana ada di dunia ini abege usia dibawah 17 tahun diberi beban besar jadi juara Asia….ya cuma di kita aja. Mana ada di dunia ini tim junior dianggap lebih hebat daripada tim utama. Mana mungkin lha anak-anak keci yang kumisnya belum rata itu disamakan dengan orang-orang yang sudah bekerja sebagai atlet Sepakbola……walau level pemahaman permainanya tak boleh juga disamakan dengan atlet yang sama di Thailand misalnya.

Jawaban pada ‘mengapa Sepakbola kita tak maju-maju’ saja para Pembina Sepakbola kita seolah tak paham, hal mendasar yang seharusnya mereka tahu. Jadi coba deh lihat lebih luas, penalty yang bisa saja memang tak seharusnya di Stadion GBK hari minggu lalu itu bukan kali pertama terjadi. Kalau memang wasit kita betulan hebat, pasti sudah ada satu dari mereka yang bertugas di Piala Dunia.

Situasi Sepakbola kita sudah sangat jelas, kelas rendah dan tak bermutu. Tapi seperti kekasih hati yang pemarah, judes dan mukanya pas-pasan…..saya sudah menetapkan diri untuk terus mencintainya. Apapun yang orang bilang tentang juara liga musim ini, tolong jangan lupakan rentetan kejadian di Sepakbola kita. Apakah kalian masih akan berisik mengumpat jika keputusan bodoh wasit atau pengurus sedang berpihak pada tim Anda, rasanya tidak.

Jadi sekali lagi maaf, jangan berisik….. saya sedang ingin merayakan.

Penulis : Hijrah Saputra

Twitter : @Sedangsehat_

BAGIKAN INI:

TwitterFacebookGoogle


Quotes PersijaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang