ANTHEM KUTA MASIH SAMA

138 9 0
                                    

Terima kasih tuhan, telah menjadikan kami sebagai fans Persija (salah satu tim sepakbola terbesar di Indonesia). Bertahun-tahun mempertemukan kami dengan keluarga yang baru dan baru lagi setiap waktunya, bertahun-tahun mengajari kami tentang arti sesungguhnya dari kata persaudaraan, bertahun-tahun menyatukan kami dalam sebuah nama, The Jakmania.

The Jakmania, ya begitulah publik mengenal kita, walaupun sesungguhnya ada berbagai macam sekat faham yang berbeda di dalamnya, tetap saja publik akan mengenal kita hanya dengan satu nama, Jakmania. Sekat faham yang kami maksud disini adalah berbagai macam ideologi atau pemikiran berbeda yang membuat gaya / style yang berbeda pula dalam mengekspresikan diri untuk mendukung tim kesayangannya, baik itu kehidupan di dalam atau diluar stadion. Kami bukan akan membahas tentang faham apa saja yang ada didalam kelompok fans Persija, yang akan lebih kami bahas adalah bahwa dengan begitu beragamnya firm di dalam The Jakmania, semua harus tetap melebur menyatu ketika bernyanyi dan berteriak mendukung Persija, tanpa alasan!

Ada pepatah; “Semakin tinggi sebuah dahan, semakin keras angin yang harus ditahan”. Sepertinya pepatah ini setidaknya sedang dialami oleh Persija & The Jakmania. Beberapa dekade silam, pesona Persija masih belum terlalu mampu untuk memikat masyarakat untuk mencintainya, jangankan untuk cinta, untuk sekedar mengenalnya pun mereka enggan. Persija yang saat itu belum menjadi “sesuatu” masih cukup memakai stadion Lebak Bulus sebagai rumahnya ketika bertanding, walaupun di beberapa pertandingan besar terkadang stadion yang sekarang sudah dirobohkan itu ternyata tidak mampu menampung animo masyarakat Jakarta untuk menyaksikannya secara langsung. Lalu bagaimana jika pertandingan yang tidak tergolong “big match”? Walau terlihat ramai, setidaknya pasti terlihat bahwa masih banyak sudut stadion yang belum terisi penonton. 

Hari berganti, tahun berlalu, seiring waktu Persija kian menjelma menjadi sesuatu yang semakin mempesona dan semakin memikat hati masyarakat, bahkan yang awam akan sepakbola Indonesia sekalipun. Jika dibandingkan antara Persija beberapa dekade lalu dengan Persija hari ini, atau setidaknya Persija di tahun 2018, Persija yang berhasil menjuarai turnamen Pra musim di Malaysia, Persija yang berhasil menjadi kampiun di turnamen Pra Musim di Indonesia (Piala Presiden), Persija yang mampu tampil apik di gelaran AFC 2018 (apalagi berhasil menundukan JDT sebagai juara bertahan dengan skor sangat telak), Persija hari ini tentunya bukanlah Persija seperti yang dulu lagi. Persija hari ini adalah Persija yang mampu membuat orang rela berbaris untuk mendapat selembar tiket masuk untuk menonton pertandingannya, bahkan sedari pagi-pagi sekali. Persija hari ini adalah Persija yang mampu membuat mereka yang sebelumnya sama sekali tidak mengenalnya menjadi seseorang yang kemudian bangga mengenakan jersey dengan lambang monas di dada, Persija hari ini adalah Persija yang mampu menarik perhatian semua masyarakat dari berbagai kalangan, tak terkecuali para artis dan para tokoh-tokoh ternama di Indonesia. Jika dulu Persija hanya dicintai sekelompok remaja yang setiap berangkat ke stadion menggunakan metromini & kopaja, hari ini lihatlah iring-iringan bus kece dari luar Jakarta, dan pawai kendaraan pribadi yang bergerak menuju ke satu titik ketika Persija berlaga. Bisa dibilang menjadi fans Persija hari ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, ngerti atau ngga, suka atau ngga, tidak sedikit mereka yang merasa keren dan bangga berada di tribun menonton pertandingan Persija, awalnya coba-coba, kemudian jatuh cinta.

“Semakin tinggi sebuah dahan, semakin keras angin yang harus ditahan”, dengan lahirnya Persija menjadi primadona baru di Ibukota, tentunya ada dampak yang membuat fans Persija lainnya merasa tersingkirkan. Dampak terbesarnya adalah mereka harus sedikit mendapat kesulitan untuk mendapatkan tiket pertandingan, tapi untungnya Persija memiliki kelompok supporter yang terorganisir dengan baik. Manajemen membuat kebijakan untuk setiap pertandingan home, tiket kategori “murah” didistribusikan melalui pengurus pusat Jakmania untuk selanjutnya diteruskan ke Korwil (Koordinator Wilayah) Jakmania yang selanjutnya lagi akan diprioritaskan terlebih dahulu dijual kepada anggota resmi supporter Persija (The Jakmania). Tapi bukankah ini ngga fair? Mereka yang bukan Jakmania ga bisa beli tiket dong? Pertanyaan ini yang sepertinya harus dijelaskan secara perlahan agar maksud bisa dengan baik tersampaikan. Coba pahami kembali setiap kalimat dari beberapa paragraf diatas, PERSIJA YANG SEKARANG SUDAH JAUH BERBEDA DENGAN PERSIJA DAHULU. Jika dulu kita bisa mendapatkan tiket melalui tiket box, apakah kita bisa dengan mudah pula jika hari ini tiket Persija dijual di tiket box? Tidak, Jak! Pasti akan ada penumpukan masa yang besar yang akan berpotensi terjadinya chaos, jika sudah chaos dan jatuh korban, siapa pihak yang pertama kali disalahkan? Pertanyaan selanjutnya; “Its oke beli di korwil, tapi Persija itu milik kita semua, kenapa yang diprioritaskan anggota dulu?” Jawabannya sangat sederhana, apa susahnya mendaftar menjadi anggota juga kalo mau dapet hak dan prioritas yang sama? Hidup itu simple, cuma kadang manusianya yang bikin ribet.. 🙂

Ayolah berfikir positif dan modern, Jak. Persija & Jakmania kita ini sedang dinahkodai oleh mereka yang memang layak berada disana, kita sedang dibawa menuju kearah yang jauh lebih baik lagi, kita sudah berada dijalan yang tepat menuju kejayaan, jangan dirusak dengan hal-hal kecil yang seharusnya sangat mudah untuk dihilangkan. Againts modern football? Sepakbola bukan industri? Supporter not customers? Silahkan, itu hak kalian yang masih memegang erat faham-faham idealisme kuno. Dibelahan dunia manapun sekarang sepakbola sudah menjadi bagian dari industri, kita suka dan cinta terhadap sesuatu, maka harus ada setidaknya pengorbanan dari segi materil sebagai timbal balik atas apa yang membuat kita bahagia. Harga tiket sekarang mahal? Wajar, karena untuk menghidupi tim sebesar Persija pasti manajemen butuh biaya lebih. Sebagai perumpamaan, apakah harga tiket konser Madona sama dengan harga tiket konser Nella Kharisma? 

Hak masing-masing untuk memilih untuk ber-KTA atau tidak, selama bisa memahami dan menerima konsekuensinya, silahkan saja. Pasti banyak yang berfikir kalo gue sebagai penulis bisa bicara begini karena gue adalah anggota resmi Jakmania yang ber-KTA? Bukan, gue bukan salah satu anggota resmi Jakmania, tapi gue bangga menjadi bagian dari nama The Jakmania, dan menghormati setiap kebijakan yang dibuat demi kebaikan bersama. Memang pernah sih punya KTA, tapi itu dulu tahun 2003. Apapun permasalahan yang ada, jangan sampai merusak ikatan kekeluargaan kita. Bukankah Anthem kita masih sama? Kami satu jiwa, kami satu cita, kami satu cinta, Persija..

📰@_Awayday

Quotes PersijaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang