HEBOH

30 3 2
                                    

Pagi ini, tugas presentasi dari Bu Hesti akan segera dimulai. Banyak para siswa yang sudah mengatur jantungnya, agar tidak menimbulkan dag-dig-dug, Tapi tetap saja hasilnya nihil.

Mereka saling lirik-kanan kiri seakan mengajak bersengkokol untuk bolos dari presentasi hari ini.

Seperti yang Dafa lakukan saat ini, ia pura-pura pingsan, saat Bu Hesti mengasih waktu 15 menit untuk mempersiapkan presentasi sebelum dimulai.

Apa kalian pikir tindakan sesatnya itu berhasil?
Tidak!
Saat akan di gotong teman-temannya ke UKS, Dafa dengan tidak sengaja kentut dengan syahdu, sambil diiringi bau yang sungguh menyesakkan pernapasan.  Alhasil, teman-temannya pun menjatuhkan Dafa secara spontan dan lari terbirit-birit keluar kelas.

Berhasilkah rencana kepura-puraannya?

Tidak!

Dafa sekarang nih, sudah ngedumel ngak jelas, memaki temannya yang tidak berdosa itu.

"Dasar setan! Gak becus jadi manusia, orang pingsan ngak di tolongin, malah di tinggal lari. Apa faedahnya coba jadi manusia?" maki Dafa, sambil menendang bangku  dengan brutal.

Bu Hesti yang mengetahui kejadian tersebut, hanya bisa diam sambil menahan tawa. Dalam hati ia bersuara, "Cara menghindar kamu dari pelajaran ibu kurang profesional, Nak."

Akhirnya, semua murid kembali ke kelas, setelah mendapat instruksi dari Bu Hesti.

Dafa sendiri, sudah menundukkan kepala saking malunya. Teman-temannya sendiri banyak yang  mengibas- Ibas hidungnya saat lewat di depan Dafa.

"Anda gagal, coba lagi," ucap Ilham sambil terkekeh.

"Mau gue sumpah mulut Lo pakai kertas, hah?" bentak Dafa seraya memukul kepala Ilham.

"Sakit, woy! Dasar teman laknat, jones pula," canda ilham

"Sabar, ya Allah," gerutu Dafa sambil mengelus dada.

Setelah sempat iklan tadi, akhirnya kegiatan presentasi dimulai. Bu Hesti menyuruh kelompok pertama untuk maju, dan menjelaskannya, setelah itu dibuka sesi tanya jawab.

Proses diskusi berjalan dengan lancar, hingga tak terasa, kini tibalah giliran kelompoknya Nadia dan kawan-kawan.

Nadia, Ilham, Dafa, Reyhan, dan Revi, maju ke depan kelas, untuk melaksanakan tugas yang sudah dibagi Minggu kemarin.

"Assalamualaikum, semua! Di sini kami akan membawakan tugas presentasi dengan tema Generasi Remaja di Era Milenial. Kami harap, kalian semua berkenan mendengarkan hasil diskusi yang sudah kami berlima kerjakan," ucap Nadia begitu santai. Tampak ia dengan profesionalnya berbicara di depan orang banyak--tanpa keraguan.

Teman-temannya pun mendengarkan  dengan antusias. Terlihat mereka semua tertarik dengan tema yang dibawakan oleh kelompok itu, yang sesuai dengan usia siswa-siswi dalam tahap mencari jati diri.

"Sekarang di era milenial ini, banyak para remaja yang terjerumus dalam arus globalisasi. Mereka dengan mudahnya mengikuti, tanpa memilah terlebih dahulu, mana yang seharusnya diikuti dan mana yang harus dihindari. Sebagai generasi penerus bangsa, kita semua dituntun untuk bijak dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan.  Di zaman sekarang, banyak para pemudanya yang kehilangan jati diri. Mereka mengikuti nafsu kesenangannya belaka, tanpa mengingat, bagaimana dampak yang ditimbulkan ke depannya.  Sebagai contoh, seorang pelajar yang sudah dibutakan teknologi--sebut saja handphone, sehingga apa yang terjadi?  Ia mengabaikan apa yang seharusnya dilakukan. Malas belajar, malas membantu orang tua, mengonsumsi konten-konten negatif dalam handphone, dan masih banyak lagi.
Dan akhirnya, masa depannya hancur, gara-gara keteledorannya sendiri.
Oleh karena itu, marilah kawan-kawan semua, kita tumbuhkan kesadaran agar tidak tersesat di zaman canggih ini. Gunakan masa muda dengan hal-hal positif, yang dapat bermanfaat bagi diri, orang lain, bangsa dan negara.
Demikian presentasi kali ini, apabila terdapat kesalahan dari segi penyampaian kami semua mohon maaf yang sebesar-besarnya."

Terdengar suatu tepukan tangan. Siswa-siswi berdecak kagum mendengarnya. Mereka semua terhipnotis dari gaya bahasa yang disampaikan. 

"Oke, sekarang kita masuk ke sesi tanya jawab. Bagi siswa yang ingin bertanya, silakan angkat kakinya, eh, tangan maksudnya," ucap Dafa yang berhasil mendapat jitakan dari Ilham.

"Sakit, kadal!" Geram Dafa.

Semua siswa saling berpandangan, melihat tingkah tak lazim di depannya. Bahkan ada yang menganga sambil mata melotot, saking terkejutnya.

"Gak usah lebay," ucap Dafa yang sepertinya ingin melempari orang tersebut pakai papan tulis.

"Bisa dilanjut?" Tanya Bu Hesti dengan nada meninggi.

"Siap, Bu. Yuk, acungkan jari kalian"

"Saya mau bertanya, bagaimana pandangan Anda terhadap remaja yang mengumbar kemesraan di publik? Dan bagaiman solusi mengatasi tindakan laknat itu?" Salah satu siswa yang duduk di bangku paling depan mulai bertanya.

"Terima kasih pertanyaannya dari saudara laknat. Di sini, saya akan menjawab pertanyaan laknat Anda.
Menurut pandangan  profesor Dafa Firendra Gabriel, pacaran adalah tindakan yang dilarang dalam Islam. Kita sebagai umat beragama, diwajibkan untuk menghindarinya. Dan suatu hal yang sangat memalukan apabila mengumbarnya kemesraan dalam publik. Mungkin kalau urat malunya masih berfungsi, saya yakin mereka tidak mau melakukannya. Solusi dari tindakan laknat itu sendiri, bisa dengan lebih mempertebal iman kepada yang maha kuasa, sering-sering mendengar tausiyah dari Mama Dedeh, dan sibukkan diri dengan melakukan hal-hal yang positif.
Sekian jawaban dari saya, apabila kurang jelas, bisa tanya ke Mbah Google.

Brakkk

Lemparan tas berhasil mendarat di wajah Dafa. Ternyata siswa yang bertanya  tadi pelakunya.

Dafa yang tidak terima, langsung menghampiri bangku yang tepat di depannya.

"Hei, manusia laknat! Kenapa lu nglempar tas murahan ke wajah gue, hah?" maki Dafa seraya menyentil telinga orang itu.

"Ngapain lu tadi nyebut gue dengan kata laknat, hah?" Kini Roy balik nyerang.

"Mueheheh, lu, sih, kagak ngaca juga. Pertanyaan gak sinkron sama tindakan lu. Lu sendiri aja masih pacaran, makanya gue nyebut lu laknat," ucapnya sambil nyengir tanpa dosa.

Roy pun keluar dari bangku dan mengejar si Dafa. Yang dikejar lari terbirit-birit keluar kelas. Kelas menjadi heboh lagi. Siswa-siswi tertawa terbahak-bahak melihat kejadian barusan. Banyak dari mereka yang keluar kelas, melihat adegan kejar-kejaran itu.

"Hei, mau lari kemana lu?" Sekarang Roy sudah membawa botol yang berisi air. Entah dari mana ia dapat. Kedua saling kejar mengelilingi lapangan depan kelas.

"Ayo, kejar kalau bisa."  Dafa berusaha memanas-manasi Roy. Ia terus berlari menghindar dari kejaran si Roy.

Dalam keadaan darurat ini, Roy berusaha mencari strategi untuk menangkap Dafa. Sebuah ide terlintas di otaknya begitu saja.

"Sumpah, capek banget. Hawa-hawa pengen pingsan. Eh, gak ada gunanya gue nangkap orang macam monyet kayak lu, yang ada gue malah menderita." Roy meningkatkan Dafa. Ia kembali ke kelas, setelah ngedumel tadi. Sepertinya, Dafa juga sangat  capek, terlihat dari keringat yang bercucuran dan napas yang ngos-ngosan. Ia pun mengekori Roy dari belakang, untuk kembali ke kelas.

"Kena lu, rasain nih!" Siasatnya berhasil. Roy akhirnya menangkap  Dafa yang mengikutinya dari belakang. Tanpa pikir panjang, Roy segera mengguyur air botol tadi ke kepala Dafa.

"Aaaaaa, ampun. Eyke kenapa di siram. Apa salah hamba, tuan laknat!" ucap Dafa sambil terkekeh.

Keduanya diam mematung, masih dalam posisi Roy memegang kepala Dafa, dan Dafa yang terduduk  seperti orang teraniaya. Mereka berdua hanya memamerkan Kilauan cahaya giginya yang menguning.

"Masuk kelas sekarang! Sebagai hukuman, ibu kasih kalian tugas membuat makalah tentang  character building. Mengerti?" ucap Bu Hesti dengan wajah sedikit emosi.

"Mengerti, Bu." Keduanya kini berjalan ke kelas.

Siswa-siswi yang melihatnya menyoraki tindakan mereka. Bahkan ada rela mengorbankan waktu demi menulis di lembaran kertas folio  dengan tulisan 'Azab seorang yang berakting pingsan dan meracuni rakyat dengan kentutan, yaitu jones seumur hidup'

Masyaallah, tulisan yang sangat menginspirasi kaum muda. Mueheheheh.

LIMA SERANGKAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang