Mencari Renjana oleh Putri Brilliany - Part 1

568 44 7
                                    

Tak ada yang menarik di tempat ini. Kecuali jika diriku tercipta sebagai makhluk bersel satu yang hidup di selingkup cawan petri kaya nutrisi dan hanya perlu membelah diri tiap kali merasa bosan atau sepi. Andaikan aku tipe bakteri mesofilik, maka ruang laboratorium bersuhu 30 derajat Celcius ini sudah serupa surga karena aku bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal. Sayangnya, aku manusia. Lebih tepatnya manusia yang kehilangan motivasinya menjalani dunia perkuliahan yang jauh dari ekspektasi sendiri. Lingkungan ini, pada kenyataanya tak pernah terasa kondusif. Tiga semester pertamaku berjalan dengan lambat. Datar.

Hambar.

"Halo, dek. Butuh bantuan?"

Ah. Aku bahkan tak tahu sejak kapan suara lembut itu kuhafal di luar kepala. Atensiku seketika berpindah dari kaca preparat berisi koloni terduga Staphylococcus aureus yang baru saja kuisolasi dengan ekstra hati-hati, menuju ke arah seberang meja yang disekat oleh rak. Aku tertegun. Di sela-sela deretan botol bahan kimia dan tabung reaksi, aku bisa melihat sosok itu sedang tersenyum ramah, menawarkan bantuan kepada salah satu kelompok praktikum yang tampak kesulitan mengoperasikan mikroskop. Hari ini, hijabnya marun. Pun sebentuk kacamata masih membingkai binarnya dengan sempurna.

Tak ada yang menarik di tempat ini. Tak ada sama sekali.

Kalimat itu terus berdengung di kepala, selaras dengan debar jantung yang muncul selagi mengamati perempuan itu dalam diam.

"Koloninya sudah kelihatan, kok," ujarnya, mengamati objek dari lensa okuler sembari memutar-mutar pelan mikrometer pengatur fokus. "Nah, coba lihat. Sekarang jadi lebih jelas, kan? Kalau sudah ketemu yang seperti ini, segera difoto, print, lalu nanti dilampirkan di laporan praktikum, oke?"

"Waah," decak kagum para juniornya kontan mengiringi. "Makasih, kak Sha. Dari tadi kita utak-atik nggak bisa. Hehe,"

"Sama-sama. Cuma sedikit kurang fokus aja, kok."

Ya, benar. Fokus.

Kujepitkan kaca preparat ke meja mikroskop, sebisa mungkin mengumpulkan kembali konstentrasi terhadap tugasku sendiri. Ayolah. Harusnya kukerjakan semua ini secepat mungkin, supaya bisa segera enyah dari laboratorium, pulang ke kos yang nyaman, dan tidur-tiduran sambil nonton anime. Oke, ini mudah saja, pertama-tama hanya perlu memutar revolver lensa obyektif dari perbesaran 10 menjadi 40 kali. Lalu putar makrometer pengatur fokus kasar, kemudian tambah lagi perbesarannya menjadi 1000 kali. Selanjutnya, amati dari binokuler, atur fokus halus, oh, perbesar diafragma cahaya agar semakin terang, dan...

...kosong.

Tak terlihat apapun di bidang pengamatan. Tunggu. Bagaimana bisa?

"Dimas?"

"YAA?!"

Mendengar suara dari sosok yang tadi sempat mencuri perhatian memanggil namaku dan tahu-tahu saja berdiri di sebelah, membuat jantungku serasa mencelos dari tulang rusuk. Keterkejutanku ini berlebihan. Ia tersenyum kecil.

"Lagi serius banget, ya? Sudah ketemu koloninya?"

Ia terlihat semakin cantik dari jarak sedekat ini. Gawat. Lidahku malfungsi.

"Eh. Belum, kak..."

"Sini, biar kulihat," asisten praktikum bernama Shafira itu mengambil alih binokuler mikroskop. Selama beberapa saat, ia mencari tanda-tanda keberadaan bakteri yang diduga positif mengontaminasi sampel bakwan pasar yang digunakan dalam praktikum ini. Sementara aku, hanya terdiam menahan napas.

"Hmm... kok tidak ada apa-apa, ya? Tadi, langkah pengecatan Gram-nya sudah lengkap, kan? Sudah ditambah violet kristal dan fiksasi?"

"S-sudah, kak," jawabku.

CERPEN MY STORY WORLD 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang