Jerman, 12 April 2010
Seminggu setelah keberangkatanku ke Jerman, aku dan Brayend mulai mengurus berkas-berkas ayahku dan membuat surat menetap selama enam tahun di Jerman. Kebutulan hari ini hari pertamaku kembali bersekolah di Jerman, setelah dua tahun aku dikembalikan ke Negara ibuku.Indonesia
"Kau sudah siap?"Tanya Brayend yang menatapku dengan balutan seragam biru keunguan khas seragam Lavender High School.
"Hmm, dan kau tampak tampan mengenakan seragam itu lagi."
"Alahh, kau selalu saja berbohong di hadapanku." Jawab Brayend ketus yang membuatku terkekeh ringan.
Langit pada malam itu nampak sedikit cerah, kuncup-kuncup baru mulai tumbuh, yang menandakan bahwa musim semi telah tiba. Aku dan Brayend memilih berjalan kaki dari rumah ke sekolah, meski lebih tepatnya aku yang memaksa Brayend yang beberapa jam yang lalu ngotot untuk memakai mobil.
"Huaaa, sudah berapa lama yah aku tidak seperti ini?"
Tukasku sambil bernyanyi riang di sepanjang jalan, aku melihat Brayend melirikku sekilas sambil tersenyum seakan baru melihat gadis kaku melakukan atraksi sekonyol itu.
"Kau tahu, beberapa hari yang lalu aku dapat telpon dari agen CIA?"
"Kau membuang kartumukan setelah itu?" tanyaku penuh selidik
"Memang kau pikir aku setolol itu, hah?"
"Setidaknya kejadian dua tahun yang lalu tidak terulang."
Jawabku sinis kemudian berlari memasuki gerbang Lavender High School yang berjarak kira-kira lima meter dari tempatku dan Brayend sekarang berdiri. Aku tertegun sambil tersenyum tipis melihat suasana sekolah itu masih sama setelah dua tahun kutinggalkan. Penuh tawa dan kebahagiaan. Aku berjalan menyusuri koridor kelas sepuluh yang dulu menyimpan beberapa kenangan manis dengan Wiliem Edward. Lelaki yang dulu teramat penting dalam hidupku. Hmnnn, tapi itu hanyalah masa lalu yang tak mungkin terulang kembali. Kenangan itu hanyalah sekumpulan debu yang terbawa angin senja ke arah utara. Tapi entah kenapa, aku berharap badai membawanya kembali dengan sempurna.
"Vany, miss you so much."
Teriakan cempreng Miona membuat lamunan indahku hancur seketika, kini seluruh siswa yang tadi sibuk dengan pekerjaannya masing-masing melirikku penasaran.
"Huhhh, dasar Miona! Dia belum pernah mengubah watak buruknya itu," keluhku dalam hati sambil menatapnya jengkel.
"How are you, Nona George?"
"Fine." Jawabku singkat sambil melirik ke semua arah yang dapat terjangkau oleh kedua mataku.
"Sekarang Wiliem sudah dengan Rebecca."
Seakan tahu siapa yang sedang aku cari Miona menjawab pertanyaan yang dari tadi berputar-putar sendiri di otakku dengan jawaban yang benar-benar menjengkelkan sekaligus membuat sekujur tubuhku seperti ditikam pulluhan ribu belati.
"Rebecca? Rebecca Ranzh?" tanyaku yang di jawab oleh anggukan kecil Miona.
"Berapa lama aku harus menunggumu di parkiran? Tuan Arnold memintaku untuk segera membawamu ke tempatnya." Cerocos Brayend yang tiba-tiba datang sambil terengah-engah
"Baiklah, sepertinya itu lebih baik daripada harus menemani Miona berceloteh di sini," jawabku ketus.
"Jangan bilang, kau kembali ke Jerman karena terpaksa?"
"You are right, Miona." Jawabku kemudian menyusul Brayend ke parkiran
******
Brayend dan aku berjalan memasuki gedung berbintang lima di kawasan Gree City. Gedung yang terkenal sebagai tempat persinggahan yang paling banyak diminati turis serta tempat pengadaan konfrensi pers ke dua oleh badan intelejen internasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERPEN MY STORY WORLD 2019
RandomCerpen-cerpen keren dan menarik karya pelajar dari seluruh Indonesia akan diterbitkan setiap minggu. Cerpen kamu juga bisa diterbitkan di sini loh, mates. Cek bio untuk cari tahu caranya.