Part 2

693 14 0
                                    

aku ngga habis pikir di dunia ini ternyata ada orang semenyebalkan dia. emang ada yang salah sama orang miskin, emang dengan uang bisa menyelsaikan masalah. jawabannya adalah tidak, jelas-jelas semua orang itu sama di mata Tuhan. kaya karna harta orang tua aja belagu. "Auww" rintihku pelan. saat ini Dira sedang mengobati luka di kaki ku yang mulai membiru. aku rasa kakiku terkilir dech. "Makanya lain kali jangan ceroboh Sa" ucap Dira dengan nasehatnya yang kadang bikin aku jenuh. "Bukan salahku donk, lagian dia aja tuh yang ngga bisa nyetir" ucapku dengan ekspresi yang begitu kesal. "Dia itu siapa sich? gara-gara dia aku jadi kena sial hari ini, tadi pagi aja dia udah nyipratin bajuku sampai basah sekarang malah nyerempet aku sampai kakiku terkilir" lanjutku panjang lebar dengan perasaan yang sunghuh kesal, rasanya itu pengen banget bejek-bejek tuh orang sampai jadi perkedel. "Loe ngga tau dia siapa Sa?" ucapnya dengan ekspresi kaget yang di buat-buat. dengan polos aku menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya. "Astaga Sa, loe sekolah disana udah berapa lama sich sampai ngga tau dia, dengerin yah dia itu Reval Raditya Erlangga, putra tunggal dari seorang pengusaha sukses, dan satu lagi dia itu anak pemilik sekolah kita Sa" jelasnya panjang lebar. ternyata dia itu anak pemilik sekolah, pantesan aja belagu gitu, sombong lagi. huft mudah-mudahan aja ngga akan ketemu makhluk kayak dia lagi walaupun kemungkinannya kecil sich karena kita satu sekolah. tapi mengingat perlakuannya tadi bikin aku jadi ilfell. "Makasih yah Dir udah ngobatin lukaku, aku mau kerja dulu" ucapku dan mulai melangkah meninggalkan Dira dengan kaki terpincang.

****

kenapa harus sepi lagi sich? kalau sepi kayak gini pengen nangis rasanya. suasana yang sepi selalu mengingatkanku pada suasana rumahku yang dulu. dimana selalu ada canda tawa dan omelan-omelan kecil mama padaku ketika aku melakukan kesalahan. aku kangen semua itu, kenapa semua direnggut dariku dengan paksa? apa aku tidak pantas merasakan kebahagiaan ? perlahan aku mengambil foto yang terletak di meja belajarku, foto terakhir sebelum mereka pergi meninggalkanku. "Salsa kangen mama papa" ucapku diantara isak tangis yang belum bisa kuhentikan. perlahan kurebahkan tubuhku sambil memeluk foto itu dan mulai terlelap.

****

pagi yang cerah membangunkan ku dari mimpi indahku. seperti biasa aku mulai melakukan rutinitas ku menjadi seorang pelajar. bangun pagi, mandi, sarapan dan berangkat sekolah. yah membosankan memang lebih terkesan monoton. tapi aku harus bertekat menyelesaikan sekolahku supaya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan membantu ibu panti yang sudah merawat ku dengan penuh kasih sayang. selama ini beliau banyak berjasa bagi kehidupanku, untuk itu aku tidak pernah mengeluh karena dia satu-satunya orang yang memotivasi ku agar cepat lulus. "Heyy pagi-pagi udah ngelamun aja loe" ucap Dira yang tiba-tiba muncul dan duduk disampingku. "Ngelamunin apa?" lanjutnya yang mulai penasaran. ini nih sifat Dira yang kadang bikin aku kesal KEPO MAKSIMAL. bukan Dira emang kalau ngga kepo. "Ngga ngelamunin apa-apa kok" ucapku ngga yakin karena aku tahu Dira pasti ngga akan puas dengan jawabanku begitu saja. tunggu bentar lagi pasti dia akan merengek meminta ku memberi tahukan apa yang aku lamunin. kadang aku heran sama Dira kenapa dia bisa sekepo ini sama kehidupan ku padahal dengan teman-teman yang lain dia ngga sekepo itu. "Ngga papa cuma kangen mama papa aja" ucapku, dia hanya tersenyum dan memelukku. "Yaudah daripada loe galau kayk gini mending kita makan" ucapnya semangat seketika. dia langsung teriak memesan bakso untuk sarapannya. aku heran nafsu makannya Dira tinggi banget tapi kok ngga gemuk-gemuk. aku mulai mengedarkan pandanganku kesekeliling kantin sambil menemani Dira makan. tanpa sengaja mataku tertangkap pada satu titik tepat di manik matanya. Reval. kenapa dia menatapku seintens itu? kenapa aku ngga bisa mengalihkan tatapan itu? mata itu? kenapa aku pernah merasa melihat mata itu? ada apa sebenernya, kenapa aku ngga inget? "Salsa" ucpa Dira yang membangunkan lamunanku. "Yah" jawabku singkat dan mulai mengalihkan padanganku dari mata Reval. "Loe ngelamunin apa sich dari tadi diajak ngobrol diem aja?" ucapnya. huft sebelum dia mulai kepo aku harus mengalihkan pembicaraan ini. "Kamu udah selesai kan makannya, kita balik ke kelas yuk udah mau bell" ucapku dan menarik tangan Dira yang kebingungan dengan tingkah ku. tapi masa bodoh yang penting aku harus menghindar dari dia. tapi kenapa semua begitu membingungkan? aku ngerasa pernah melihat sepasang mata itu tapi aku ngga tau dimana. ingatanku sungguh payah kali ini.

****

aku berjalan dengan pelan karena memang kakiku belum sembuh benar paska keserempet waktu itu. sudah waktunya aku pergi ke tempat kerja part time ku. memang aku bekerja untuk membantu biaya sekolahku. tidak ada yang tau aku bekerja part time termasuk ibu, yang tau hanya Dira. sedana asyiknya melamun mobil yang sydah membuat ku sial berhenti didepanku dan oramg yang paling tidak ingin kutemui keluar dari mobil itu.Reval. "Heyy" ucapnya dengan angkuh. melihat wajah datar dan dinginnya membuat emosiku naik dan rasanya pengen menghajar orang didepanku ini. "Ada apa lagi? mau menghinaku? atau mau minta maaf? udah belajar monta maaf yang bener belum. kalau belum mending belajar dulu daripada membuat sakit hati orang lagi" ucapku dengan nada yang begitu sinis. bahkan aku ngga bisa mengenali ucapanku sendiri karena aku ngga pernah sesinis itu pada orang lain. kulihat wajahnya tegang pertanda emosinya mulai tersulut. "Gue cuma mau minta maaf, gue tau kalau gue udah ngelukain hati loe tapi yah terserah loh mau maafin atau ngga" ucapnya dengan ekspresi yang bener-bener datar. heran dech sama nie orang jangan-jangan dia ngga punya ekspresi lain selain wajah datat dan angkuhnya. rasanya pengen membelikan dia ekspresi baru dech biar ekspresi wajahnya ngga itu-itu aja. "hmm ternyata kamu belum bisa ngucapin maaf yang bener, kalau kamu ngga ikhlas mending ngga usah minta maaf, daripada bikin kesel orang terus" ucapku dengan nada yang sama dan berlalu meninggalkan dia dengan wajah memerah yang menahan emosi. aku hanya tersenyum karena orang seperti dia harus dikasih pelajaran biar ngga ngeremehin orang lemah terus.

My New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang