Bab3-Mati

20 2 1
                                    

Tidak lagi. Adalah caraku mencintai diri sendiri.
---

Gita berada diruangan bernuansa abu-abu dengan lampu yang sudah padam, hanya ditemani lampu tidur lengkap dengan gelapnya malam menuju gerbang terang yang mungkin tidak bisa ditembusnya.

Gita memejamkan mata,  mengistirahat seluruh pandangannya tentang dunia yang kadang begitu kejam.

"Nak" panggil seorang perempuan dibelakang pintu terkunci yang mungkin umurnya sudah memenuhi kehidupan dunia yang kadang egois.

Gita tidak merespon panggilan itu, dia terus memejamkan mata hingga air matanya mengalir deras tanpa ia ingin keberadaannya.

Hingga suara kaki yang mulai menjauh menjadi suara yang membuatnya ingin berlari memeluk. Ia hanya ingin terjatuh didalam lubang gelap tanpa ada yang tau dan mencarinya. Lubang yang mungkin akan menjadi teman dan tempatnya menuangkan segala rasa yang ingin dibunuhnya. "Bu, maafin Gita"

Gita semakin meneruskan perjalanannya menjauh masuk kedalam dimensi lain hingga semuanya tidak lagi terlihat dan terdengar. Ia tertidur dengan air mata yang masih saja mengalir.

***

Langit masih saja gelap berpaduan dengan  fajar jingga yang masih terpapang nyata sepajang mata memandang. Gita telah berseragam sekolah menuju sekolah dengan berjalan kaki. Ia hanya ingin meninggalkan segala rasa sakit yang masih berada dikepalanya.

Gita menghirup udara segar yang masuk melalui lubang hidung menuju paru-paru yang menjadi obat  penenang tuhan untuknya. Serta ucapan doa dan syukur untuk tuhan yang masih membiarkanya didalam situasi yang mungkin membuatnya lebih sederhana menjalani hidup.

Hingga gita tersadar atas lamunan yang menggiringnya masuk kedalam imanjinasinya lagi. "Ibu nyariin gak ya?" pertanyaan untuk dirinya sendiri tanpa ada yang mau menjawab atas kerisaun pada dirinya.

"Anantasya Sasragita. Lu harus nahan air mata. Jangan biarkan dia turun lagi. Buat lu jadi lemah"

"Tahan-tahan" ucapnya sambil menarik nafas dan memejamkan matanya.

Sampai menunggu angkutan umum yang menghampirinya dengan warna hijau tua didominasi dengan kuning dan kaca bening sebagai ventilasi alami menikmati jalanan kota Jogyakarta yang masih pagi menuju sekolahnya.

***

"Gitaa" teriak Norma memasuki ruangan kelas yang sudah dipenuhi siswa-siswi lain dengan sebagiannya masih menyalin pr dengan kepanjangan pekerjaan sekolah berubah menjadi ps, pekerjaan sekolah.

Gita membuka matanya males dan mulutnya bersiap-siap terbuka memarahi Norma. Tapi Norma terlebih dulu menutup mulutnya dengan tangannya. Membuat mata Gita melotot lebar yang diperlihatkan kepada Norma.

"Lu biasa aja ngelihatin bidadari pagi.  Kayak gak pernah aja" balas Norma melihat sikap Gita dan menarik tangannya.

"Habisnya lu dateng-dateng gak salam dulu langsung teriak-teriak tepat ditelinga"
"Kenapa?" lanjut Gita.

"Lu ditunggu kak Saka dikantin jam istirahat"
"Lu udah jadian ya sama kak Saka?"
"Seisi sekolah ngomong. Kalo lu udah jadian sama kak Saka"
"Lu harus jujur sama gue!!!"
"Kalo emang bener gue ikhlas kok lu sama dia. Walaupun gue sedikit sakit sih" ucap Norma tanpa jeda.

Gita hanya diam tidak menjawab pertanyaaan Norma. Membuat Norma geram melihatnya, Sambil mencubit tangan kiri Gita. Membuat reflek gita mengucap pertanyaan yang mewakali perasaannya. "Gue udah gak percaya itu."

Norma tidak menjawab Gita. Mengisyaratkan Gita menuruskan cerita perasaan yang jarang dilakukan. "Rasa itu udah mati"

Norma tidak tau apa yang terjadi pada Gita. Ia hanya menepuk halus bahu sebagai tanda menguatkan apapun itu. "Lu bisa Git"

"Gue gak percaya rasa itu lagi" ucapnya dilengkapi air mata yang turun lagi. Untung saja orang didalam kelas tidak memperhatikannya, sibuk dengan pekerjaan yang membuatnya ingin menyelesaikannya cepat.

Gita mengusap mata nya dan menatap lurus pandangan bayangan buram hitam. Ia pingsan.

@erisanur_

CharvakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang