Gila

223 20 2
                                    

.
.
.
.
Yoonjae memandangiku dengan ketus pagi ini. Aku hanya tertunduk lesu.

"Kenapa dengan wajahmu?" Kata youngjun.

"Ah tidak, aku sedikit malas hari ini." Kataku pelan.

"Baiklah, nanti kutraktir dikantin." Kata youngjun.

"Apa kau sedang benci dengan seseorang?" Tanyaku pada youngjun tiba tiba. Aku kebingungan harus mencari orang untuk yoonjae.

"Wae? Kau akan menjadi psikopat untuk membunuhnya?" Tanya youngjun.

"Ah gila, mana mungkin aku bisa membunuh orang." Kataku.

"Siapa tau." Kata youngjun.

"Aku serius, apa ada orang yang kau benci?" Tanyaku lagi padanya.

"Hm.. siapa ya? Anak SMA sebelah. Mereka selalu membuat masalah dengan geng ku." Katanya.

"Baiklah berikan foto dan alamatnya." Jawabku.

"Kenapa denganmu? Kau akan memulai bisnis pembunuh bayaran?" Tanya youngjun.

"Ah tidak aku hanya penasaran seperti apa wajah dan nama orang yang kau benci." Jawabku lagi.

"Arraseo. Nanti ku kasih." Kata youngjun.

Setidaknya aku aman dalam seminggu ini. Dia terus saja meminta hal hal aneh. Dulu sebelum aku mengenalnya hanya dengan sorotan mataku pada seseorang dia dapat menyimpulkan kalau aku paling membenci orang itu. Namun setelah orang orang yang kubenci menghilang satu persatu. Aku sedikit merasa bersalah.

Pelajaran berjalan seperti biasanya. Youngjun tidak mendengarkan dan hanya tidur dikelas. Yoonjae seperti biasa selalu menunduk dengan jaket hitamnya. Sebenarnya menggunakan jaket disekolah tidak diperbolehkan. Namun karena alasan intovert, ia dapat menggunakannya.

Rasanya lega seminggu ini dia tidak menggangguku tapi tatapannya begitu dingin. Aku takut ia akan melukai youngjun atau adiku, atau bahkan aku. Baru selesai aku membicarakannya di dalam hati. Dia mengirim pesan padaku untuk ke atap setelah pulang sekolah. Matilah aku, apa dia akan mendorongku dari atap?



...
Pulang sekolah tiba. Kini aku merasa gugup. Aku berjalan dengan pelan ke atap. Setelah sampai disana aku melihatnya berdiri di pinggiran gedung tanpa merasa takut.

"T..turun yoonjae." Kataku padanya.

"Kenapa? Apa bukan ini yang kau inginkan? Aku mati?" Tanya yoonjae.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Tidak! Jangan! Aku tidak akan memaafkan diriku jika kau mati." Kataku padanya.

"Kenapa? Karena rasa bersalah? Harusnya kau buang rasa itu jauh jauh jika ingin menjadi psikopat." Kata yoonjae.

"Kk..kau banyak bicara jj..juga." kataku terbata bata.

Yoonjae hanya menyeringai ke arahku. Ia merentangkan tangannya dan...

BRUAKK!!

aku menariknya dengan sekuat tenaga. Kini kami bertindihan. Badanku sungguh sakit di tindih yoonjae.

"Ughh.."

"Ah kenapa kau lakukan itu?" Tanya yoonjae.

"Jangan lakukan itu. Aku sudah menuruti kata katamu! Kenapa kau malah ingin bunuh diri?" Tanyaku.

"Kau hanya takut padaku. Kau hanya menganggapku sebagai predator yang harus makan seminggu sekali dengan daftar list orang orang yang harus ku bunuh. Kau menganggapku seperti itu kan?" Tanyanya.

Aku menggeleng kasar dan berbalik memalingkan wajah..

"Itu ttt..tidak benar. Aku hanya takut padamu." Kataku.

"Iya, kau menganggapku monster." Kata yoonjae.

"A..aku... aku akan menuruti semua perintahmu. Jangan kau lakukan bunuh diri itu." Kataku.

"Apapun?" Tanyanya dengan menyeringai dibelakangku.

"Iya, a.. asal.. asal jangan membunuh. Jangan kumohon." Jawabku

"Ahh kau tidak seru. Padahal itu cita citamu dari dulu kan." Kata yoonjae.

"Ii.. itu bukan.. urusanmu." Kataku berteriak.

Yoonjae memegang pundaku dengan kasar.

"Ini bukan waktunya. Tapi kau lumayan juga. Aku memegang janjimu." Kata yoonjae yang pergi menuju lantai bawah.

Aku langsung ambruk lemas. Bagaimana mungkin aku dulu memimpikan menjadi orang sepertinya. Sekarang aku menyesalinya. Tapi sudah terlanjur aku terikat padanya.

To be continue...

I'M FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang