Chapter 3

11.9K 388 1
                                    

ANYA POV

"Ting"

Pintu lift terbuka langsung di bagian stok makanan dan minuman. Aku membuka pintu ruangan dan mempersilahkan Radit masuk.

Auranya di ruangan yang kosong ini sangat kuat. Hanya aku dan Radit diruangan ini, aku bergidik dengan pikiranku sendiri. Tak disangka hari pertama bekerja dan aku terperangkap dalam ruangan bersama CEO?. Fast move!

Radit duduk disebuah meja "yak...tunggu apalagi? Ambilkan minumannya"

Bagaikan ditarik dari lamunan, aku langsung mengangguk dan berlari kecil menuju tempat penyimpanan champange. Aku hanya mengambil 1 botol, entahlah...aku khawatir dengan kondisi Radit bila terlalu mabuk.

"Satu botol? Come On! Kamu pelit banget sama CEO" Radit menyeringai sambil meraih botol yang kupegang. Senyum itu baru aku lihat...benar-benar senjata mematikan untuk menaklukan rakyat jelata sepertiku.

"Maaf Pak...kalau kurang nanti saya ambilkan lagi" dengan gugup aku berdiri disudut ruangan.

Radit mengernyitkan dahi "Kenapa jauh-jauh? Sini...temani saya minum" Radit mempersilahkan kursi disebelahnya untuk ku duduki.

"Ummm...saya tidak minum Pak"

"Well..too bad... tapi duduk saja bisa kan?"

Aku mengangguk sambil menarik kursi dan duduk disebelahnya. Kami sangat dekat, sampai-sampai aku bisa mencium wangi khasnya seperti parfum lelaki aqua musk. Tidakkah dia bisa mendengar detak jantungku. Karena aku sadar ini detak yang terlalu kuat.

Aku hanya bisa menunduk, tak yakin apa yang harus aku katakan.

"Well...Anya?" Radit melihat nama di nametagku

Aku mengangguk pelan.

"Saya normalnya marah bila ada yang menguping pembicaraan.."

"Ummm ya maaf Pak...saya..." ucapku buru-buru.

Radit memotong kalimatku,
"Kamu pun mengikuti saya sejak masuk ballroom? Betul?"

Aku terdiam tak menjawab, aku menggigit bibirku salah tingkah. Kenapa dia bisa tau sedetail itu?

Radit menggelengkan kepalanya beberapakali "Hari ini saya tidak bisa marah...bahkan saya tidak peduli saat kamu mengikuti saya...mendengar pembicaraan saya...tau kenapa?"

Radit meneguk minumannya.

"Hidup saya sudah terlanjur hancur hari ini"

Perkataannya menghancurkan hatiku. Tidak...jangan bicara seperti itu...apa yang bisa aku lakukan untuk membantunya. Aku tidak bisa memeluknya...aku sangat ingin menghiburnya.

"Sangat menyedihkan, kan? Sejak mengenal cinta...saya cuma pernah mencintai 1 wanita... Veronika. Teman sepermainanku sejak kecil. Keluarga kami sangat dekat" Radit memperhatikan botol champangenya dan meneguknya kembali.

"Dan dia menyerah hanya karena dijodohkan? Hah...ternyata kesetiaan itu tidak akan membawa kita kemana-mana" Radit menghela nafas dan mengusap wajahnya.

Disaat kacau seperti ini pun bisa-bisanya aku semakin terpesona dengan Radit. Dia sangat berbeda. Bagaimana mungkin laki-laki yang sempurna secara fisik dan finansial bisa sesetia ini kepada satu wanita? Kesalahan fatal bagi wanita itu meninggalkan Radit yang tulus mencintainya.

Radit kembali meneguk minumannya untuk kesekian kali. "Bullshit!" Umpatnya keras.

Tanpa sadar aku meletakkan telapak tanganku di bahunya untuk menenangkannya. Radit berhenti sejenak dan menatap tanganku dibahunya. Aku buru-buru mengambil kembali tanganku yang lancang.

"Ummm..ma..maaf Pak...saya hanya..."

"Kamu kebanyakan minta maaf..." Radit menyeringai sambil menggelengkan kepalanya. "Botol ini abis..bisa ambilkan lagi?"

aku menelan ludah, benar-benar khawatir dengan keadaannya. Apa aman dia minum 2 botol?.

"Um...ba...baik Pak" aku hanya bisa menurutinya.

Aku keluar dengan satu botol champange ditanganku.

"Yap..yap..yap...C'mere" dengan semangat Radit meraih botol itu dari tanganku. Rasanya air mataku ingin menetes .....ingin menyudahi ini semua. Pulanglah...ingin aku katakan seperti itu...istirahatlah dirumah...tenangkan pikiranmu.

Beberapa teguk kemudian Radit mulai batuk.. dan terlihat mual. Namun ia seperti mengabaikan reaksi tubuhnya.

"Wanita itu mudah berubah...Veronika...dia sudah tidak menginginkan aku lagi..." Radit mengusap matanya yang mulai merah, dia mencoba berdiri dan kehilangan keseimbangannya.

"Pakkkk!"refleks aku meraih lengannya "Sebaiknya bapak pulang, mau saya antarkan ke parkiran?"

Radit menyeringai menggelengkan kepalanya. "Kamu mau bunuh saya? Kondisi gini saya gak mungkin nyupir"

"Mungkin ada kontak supir yang bisa saya hubungi?"

"Tidak usah...cukup kamu aja yang lihat kondisi menyedihkan saya ini" mata merahnya menoleh kepadaku.

Sejenak sunyi...mata kami bertemu lama, aku terus menahan lengannya agar tak terjatuh. Aku pun tak tahan dengan sensasi tatapannya dan mulai mengalihkan tatapanku "Ummm...ada yang bisa saya bantu lainnya?"

Radit terdengar berdeham dan mencoba menegakkan postur tubuhnya tapi gagal kembali, aku meraih kembali lengannya "Oke...antar saya ke ruangan saya aja"

"Ruang CEO pak?"

Radit mengangguk "lantai 15"

"Baik Pak!"

Aku membopong tubuhnya yang kekar, lengannya terasa berat melingkar dipundakku. Sambil menahan berat tubuhnya, tertatih aku mencoba berjalan.

Do I Love You? (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang