Bagian 4

375 18 5
                                    

Jam pulang sudah tiba. Kini Alleta ada jadwal eskul jurnalistik. Ya, Alleta sangat menyukai bidang tulis-menulis. Perjalanannya menuju ruang jurnalis terhalang oleh cowok menyebalkan itu.

"Lo harus nerima tawaran gue atau lo bakal gue teror setiap hari?"

"Berapa kali sih gue bilang. Gue gak mau, lagipula gue kan gak salah apa-apa sama lo." Alleta berusaha untuk berjalan melewati Osi, namun Osi menghalangi jalan Alleta menggunakan kedua tangannya.

"Gue gak akan membiarkan lo pergi."

Akhirnya Alleta balik badan, namun dengan cepat, Osi sudah berada di belakangnya.

Dengan iseng, Alleta menunjuk keatas, "Liat, tuh. Ada pesawat."

Dengan mudah, Alleta bisa kabur dari Osi karena Osi ternyata mudah ditipu.

"Hey! Mau kemana lo?!" Osi mengejar Alleta yang entah sudah pergi kemana.

Dengan cepat, Alleta bersembunyi di toilet cewek, karena ia berpikiran bahwa Osi tidak mungkin masuk ke dalam toilet cewek. Alleta ngos-ngosan karena sudah terlalu lelah berlari dari cowok psikopat itu.

"Gue mesti minta bantuan Roy. Gue lama-lama bisa gila gara-gara cowok gila ini." Alleta merogoh tasnya untuk menacari ponsel.

Setelah dia menemukan ponselnya, dia mencari kontak Roy lalu meneleponnya.

"Halo, Roy."

"Apaan? Gue udah balik," ucap suara di seberang telepon.

"Tolongin gue, please. Gue dikerjar cowok aneh."

"Sejak kapan ada cowok yang ngejar-ngejar lo? Udah, ya, gue lagi ada urusan."

Tuut...tuut...

Sudah tak ada suara lagi di seberang sana. Dengan terpaksa, Alleta memberanikan diri keluar dari toilet dan berlari secepat mungkin menuju ruang jurnalis. Tak lupa, ia menutup mukanya juga dengan buku yang ada di genggamannya. Baru saja melangkah satu langkah, dia dapat merasakan sebuah tangan menarik tangannya.

"Hi, baby. I ain't that stupid," bisik seseorang yang menarik tangannya itu.

Alleta masih menutup mukanya dengan buku. Detak jantungnya sudah berdetak 2 kali lebih cepat.

Alleta, lo harus teriak, satu baris kalimat tersebut memenuhi isi kepalanya.

Dengan cepat, Alleta menjatuhkan seluruh buku yang ia pakai untuk menutupi muka, "Woi! Siapa pun yang masih ada di sekitar sini, tolongin gue!"

"Eh, apa sih lo malah teriak gak jelas? Nanti gue yang malu," ujar cowok yang masih menarik pergelangan Alleta.

"Tolong!" Alleta berteiak dengan kencang sehingga ada salah satu guru yang ia tahu adalah guru BK datang menghampiri.

"Ada apa dengan kamu? Mengapa kamu berteriak minta tolong sehingga saya dengan terpaksa datang kesini untuk memeriksa?"

"Sejak tadi cowok di sebelah saya ini terus mengejar saya, bu. Saya merasa tidak bebas beraktivitas di sekolah setiap harinya." Alleta menarik paksa tangannya yang masih digenggam oleh Osi.

"Apakah benar begitu, Cosine Raditan Akbar?" tanya guru BK yang bernama Bu Tari itu.

"Tidak, bu. Saya menyukai gadis ini dan terus mengejar dia sampai dia mau menjadi milik saya. Saya tidak mempunyai niat buruk selain itu." Dengan santai, Osi menjawab sambil menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya.

Kini, mulut Alleta menganga. Sungguh gila cowok yang ada di sebelahnya ini. Bukankah dia mengejar Alleta karna tawarannya ingin diterima? Bukan mengejar karna dia suka pada Alleta lebih tepatbya.

"Sebaiknya jika gadis di sebelah kamu itu tidak mau, jangan dipaksa. Apalagi tingkah kalian ini sangat mencurigakan, berada di depan toilet perempuan ketika siswa siswi yang lain sudah pulang." Bu Tari memandang Alleta dan Osi dengan tatapan penuh curiga.

"Tadi saya lari ke..." Ucapan Alleta terpotong karna Osi memotong ucapannya.

"Ya, sudah. Ibu bawa saja Alleta ke ruang BK, karna dia yang salah. Dia sudah membuat saya tergila-gila padanya, sedangkan masih banyak gadis yang mengejar-ngejar saya dan mereka lebih baik dari dia."

What? Yang dia bilang semuanya bohong, kecuali yang banyak cewek ngejar dia itu baru bener, pikir Alleta.

"Bu, dia bohong. Tolong bawa saja dia ke ruang BK," mohon Alleta.

"Berhenti beradu mulut! Pokoknya kalian berdua ikut saya ke ruang BK sekarang!"

Dengan langkah gontai, Alleta mengikuti langkah Bu Tari ke ruang BK, sedangkan Osi langkahnya begitu santai seperti sudah terbiasa dibawa ke ruang BK. Letak ruang BK tepat bersebelahan dengan ruang jurnalis.

Ketika Alleta hendak masuk ke ruang BK, terlihat teman-temannya dari kelas lain keluar dari ruang jurnalis dengan tampang bahagia. Mungkin mereka habis bersenang-senang tadi.

"Bukannya itu Alleta? Tadi kita gak liat dia di dalem, kan?" ujar Shasha, anak kelas 10 IPA 7. Dia teman terdekat Alleta di eskul jurnalis.

"Alleta!" panggil Hera pada Alleta yang tadi hanya mendengarkan pertanyaan Shasha tanpa menjawabnya.

Sontak, Alleta menoleh pada orang yang memanggilnya dan memberi kode 'nanti telepon gue, ya' dengan tangannya. Lalu, Hera dan Shasha mengangguk tanda mengerti.

Bu Tari, Alleta, dan Osi pun kini sudah berada di dalam ruang BK. Ini pertama kali Alleta masuk ke ruang BK di SMA. Padahal di SMP pun dia tidak pernah masuk ruang BK.

"Sekarang, silakan selesaikan permasalahan kalian disini."

"Tidak ada yang perlu diselesaikan disini, bu. Jika ibu bersedia membantu saya untuk dekat dengan gadis ini, saya terima." Osi dengan santai berbicara begitu.

"Itu bohong, bu. Dia sama sekali tidak menyukai saya." Alleta menyanggah.

"Hmmm... rumit sekali. Ini masalah anak muda, tidak ada urusannya sama sekali dengan sekolah. Baiklah, kalian selesaikan saja berdua di luar urusan saya. Yang penting kalian tidak meresahkan saya lagi seperti tadi. Kalian boleh pulang sekarang." Bu Tari yang awalnya terlihat galak, sekarang tersenyum kepada kedua murid yang ada di hadapannya.

Alleta dan Osi pamit kepada Bu Tari sebelum meninggalkan ruang BK. Alleta keluar dari ruang BK mendahului Osi. Dia tidak mau berbicara lagi dengan cowok itu.

"Lo mau masuk ruang BK lagi atau terima tawaran gue?" Osi menyentuh pundak Alleta dengan halus.

Dengan sekejap, tengkuk Alleta langsung merinding seperti baru saja ada hantu yang lewat di belakangnya.

"Terima tawaran untuk mengikuti kemauan lo atau terima tawaran untuk menjadi cewek lo?" tanya Alleta sambil membalikkan tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Osi.

"Dua-duanya juga boleh."

"Sekali ngga ya tetep ngga. Gue cape, mau balik. Lo juga balik sana."

"Gue anter, ya?" tawar Osi.

"Gak perlu. Gue bisa balik sendiri." Alleta pergi meninggalkan Osi dan Osi tidak mengejarnya.

Baru kali ini gue ditolak cewek. Hmm menarik.

***

Sin 90°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang